Tinta

935 68 2
                                    

dari dulu, menulis itu menyembuhkan.

Ia serupa benang yang menyambung kembali apa-apa yang terpisah.

Kau tak peduli ada yang membaca tulisanmu atau tidak; kau tak peduli ada yang suka tulisanmu atau tidak.

Yang kau pedulikan adalah menuang; kata per kata, rasa per rasa, kisah per kisah.

Sebagaimana dedaunan yang jatuh di tiup angin, emosi yang tertuang di dalamnya meliuk begitu saja. Kadang ia mendarat di tanah humus; namun tak jarang pula ia mengecap tandus.

Ia serupa senar dawai yang dipetik oleh tangan-tangan piawai, menjadikan apapun yang ia urai tertulis sebagai melodi; bentuknya bukan berupa bunyi; tapi luapan emosi.

Ia serupa cangkir-cangkir kopi yang berdentang di tangan pramusaji, siap menampung apa saja yang manis; siap menampung apa saja yang pahit.

Ia serupa tempat bersembunyi; menyiratkan begitu banyak arti yang tak orang lain pahami selain yang terilhami; memaksa apa-apa yang ada dalam hati menjelma huruf vokal dan huruf mati.

Ia serupa kawan baik yang mengusap air mata, serupa kawan baik yang mendengar tanpa bertanya kenapa, bagaimana, dan mengapa.

Ia serupa lautan luas, tempat segala macam kapal berlabuh, tempat segala macam kapal merapuh.

Ia serupa apa saja.

Ia serupa aku.

Ia serupa diriku.

Karena; hakikatnya;

Tulisanku menjelma aku.

Karena; sesungguhnya;

Aku menjelma tulisanku.

---
Ekwa

HUJAN: Sebait Kenangan KusamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang