Debaran Satu

1K 57 2
                                    

3 tahun berlalu. Dalam kurun waktu selama itu, banyak kejadian kejadian yang disembunyikan waktu. Setelah lama tak bersua, suatu ketika, sehabis kuliah dan segala praktikumnya-- aku mendapat notif dari WhatsApp. Nomor baru. Orang iseng lagi? Pikirku waktu itu. Ku baca chatnya dengan malas.
' ini wahyu ya?'
'Ya'--balasku singkat.
Aku bahkan tak tertarik untuk sekedar bertanya ini siapa. ' masih inget aku nggak?' Balasnya lagi.
' kalo nomor baru, ya kenalan dulu. Memangnya situ siapa?' balasku lagi. Jengkel.maksduku, memangnya aku database google ?
' ini aku, Yu.____  '

nama itu kemudian terproses di otakku. Seakan waktu ditarik kebelakang, ke waktu dimana aku bersepeda setiap sore. ke waktu dimana aku sering sekali beli teh sisri kemudian butiran
butiran bubuknya aku pijit biar larut. namun saat kulihat sekarang, Aku makin menua. Dunia makin berubah. Maksudku, aku tak lagi bermain sepeda atau beli teh sisri, tapi kawan lamaku ini seperti membuatku ingin berlama lama  dibawah terik matahari dan mengejar capung yang terbang.

singkat cerita, kita pun bersua. Di sebuah tempat dimana aroma kopi tercium kuat, dan sesuai dugaanku, dia tak berubah sama sekali. Maksudku, candaannya yang receh itu, wawasannya tentang hidup, dan entah bagaimana, terpisah tiga tahun serasa seperti baru kemarin. benar-benar sama. Hanya saja sekarang model rambutnya berubah, tubuhnya lebih tinggi, dan suaranya lebih berat.

Sebagaimana es kopi yang kami pesan, semakin larut malam, percakapan kami semakin cair dan mengalir.  Dia menunjjukkan padaku dirinya yang telanjang. Maksudku,  dia bercerita segalanya. Tentang apa yang dia lakukan semenjak kita terpisah tempat dan waktu, tentang dia yang merindukan ayahnya, tentang sakit yang diderita ibunya, tentang mimpi-mimpinya yang telah ia pangkas. beberapa kali dia berujar : 'yu, kamu nggak praktikum besok? Udah gih pulang aja. Aku anter' ujarnya.
'Santai saja. Aku ingin mendengar banyak hal lagi tentangmu' Ujarku.
tiga tahun itu waktu yang lama, dan materi praktikumku masih bisa kucicil nanti subuh, pikirku. Kemudian dia tertawa kecil. Tawa yang sama, seperti merekatkan apa-apa yang terpisah sebelum aku bertemu lagi dengannya. tawa itu membuatku utuh. Kawan lama yang bersua setelah sekian lama.

Dan bila suatu saat aku bisa menghadiahinya apa saja, Aku ingin menghadiahkannya dirinya sendiri. Agar dia bisa melihat dirinya secara utuh. Agar dia bisa melihat sosok yang bersamanya dan menguatkannya sejak dulu. Agar dia bisa melihat sosok yang tak kan pemah meninggalkan, meski dalam berbagai kesempatan-- selalu menimpanya.

Aku ingin menghadiahinya dirinya sendiri. Agar dia bisa melihat sosok yang tak ada duanya, sosok yang selama ini masuk daftar terakhir dalam orang-orang yang dicintainya.

---
Ekwa

HUJAN: Sebait Kenangan KusamWhere stories live. Discover now