Beberapa saat kemudian suara angklung itu memudar dan berhenti. Membuat orang-orang yang mengelilinginya tadi membubarkan diri, termasuk kedua teman Ara itu.

"Gila sih itu tadi keren banget! Eh tapi bukannya angklung itu bukan alat musik daerah sini ya?"

Ara mengangkat bahu. "Udah dari dulu kaya gitu."

Mulut Febby membentuk huruf O, kemudian tangannya menyomot lumpia yang masih berada di tangan Ara. Begitu juga dengan Farel.

Di tempatnya, Radit masih memandang lekat cewek bongsor yang tengah makan lumpia itu. Ara yang melihatnya pun berdehem keras.

"Ehm!"

Ketiganya pun menoleh bersamaan. "Kenapa lo?" Tanya Febby sarkas.

"Nggak. Lagi menyadarkan seseorang yang sedang jatuh cinta aja." Ucap Ara yang sesekali melirik ke arah Radit.

"Hah?"

Ara terkikik geli melihat Radit yang terus melotot ke arahnya.

"Gajelas!"

Tawa Ara benar-benar pecah disana. Membuat beberapa orang yang kebetulan melintas menengok ke arahnya.

"Yaudah mau ke mana lagi nih?"

"Emm..." Febby mengetuk-ngetuk bagian dagunya dengan tangan. Dahinya juga agak berkerut untuk memikirkan tempat yang akan mereka jajahi. "Nol KM udah, Jalan Malioboro udah, terus..."

"Tugu Jogja!" Ucap Febby dan Farel bebarengan.

"Yaudah let's go! Eh tapi untuk perjalanan kali ini gue mau bonceng Farel aja deh. Dan elo..." Ara menunjuk Radit. "Elo boncengin Febby."

Ara memang sudah merencanakan ini. Yah hitung-hitung mempermudah jalan Radit untuk PDKT pada sahabatnya. Hihi.

Tetapi di sisi lain Farel yang tidak tahu menahu jalan pikiran Ara justru tersenyum senang.

Akhirnya boncengan berdua.

Sebenarnya Ara juga sedikit aneh untuk melancarkan aksinya ini. Keadaan nanti justru tidak akan baik untuk kesehatan jantungnya sendiri. Tapi demi Radit, Ara tidak apa-apa. Modus dikit lah.

"Lo jangan ge-er." Tunjuk Ara pada Farel yang senyum-senyum sendiri.

Alis Farel bertarung. Merubah raut mukanya agar tak ketahuan bila ia sedang senang. "Siapa juga yang ge-er. Elo kali yang ngebet pengen gue boncengin."

"Ck! Bacot."

"Ara! Kasar banget ngomongnya." Nada yang Radit utarakan terkesan tidak suka.

"Iya sorry. Yaudah berangkat!"

Mereka berjalan beriringan menuju tempat dimana mereka memarkirkan motor. Dengan sesekali bercanda, keempatnya tertawa lepas. Asik rasanya ketika berada di kota yang istimewa ini bersama orang yang istimewa pula. Eh!

Ara tertawa terbahak ketika mendapati raut muka Febby yang kesal karena terus digoda Ara. Yeah, sekarang mereka terlihat seperti dua pasangan yang masing-masing memiliki rasa yang berbeda. Entahlah, atau jangan-jangan sama?

Dibelakang Farel, Ara terus menggerutu sebal karena sedari tadi Farel terus menggoda yang yang dikiranya ngebet untuk berboncengan.

"Alah ngaku aja lo, suka kan lo sama gue." Farel berucap sesikit keras karena takut suaranya tertelan oleh deru bising di sekitar. Maklum mereka tengah berada di jalan raya.

Ara menabok punggung Farel yang berada tepat di depannya. "Ngawur aja kalo ngomong!" Sebenarnya, Ara cukup gugup dalam posisi sekarang. Bagaimana tidak, mereka saat ini tengah berada di atas motor matic yang tentu saja membuat kaki Ara menempel pada bagian samping tubuh Farel.

"Alah ngaku lo."

"Ck! Udah dibilang gue itu bantuin Radit buat deket sama Febby juga!"

Sebal sekali Ara sekarang. Dasar cowok sukanya ngegoda doang.

"Alah lu juga ada untungnya kan buat bisa deket sama gue."

"Bodo amat Rel gue merem!"

Farel terbahak. Senang sekali rasanya bisa menggoda cewek dibelakangnya itu. Sebetulnya ia juga sangat senang, tapi untuk menutupi kesenagannya itu ia melimpahkan pada Ara.

"Enak sih disini. Tapi lebih enak di Bandung. Lebih adem."

Ara cemberut. "Emm... belom pernah gue ke Bandung."

"Seriously? Bahkan gue pernah ke Jogja dan lo belom pernah ke Bandung?"

Alis Ara menaut, "lah katanya lo belom pernah, gimana sih?"

"Lha ini kan gue di Jogja. Jadi udah masuk kategori pernah kan?"

"Ck! Bodo amat! Terus kenapa emangnya kalo gue belom pernah ke Bandung?"

"Yaaa nggak apa-apa sih. Tapi suatu saat nanti gue yakin lo bakalan kesana."

Dahi Ara berkerut. "Seyakin itu?"

"Yaa mungkin aja kan."

Setelah menempuh kira-kira 20 menit, akhirnya mereka sampai di tempat tujuan mereka.

Tugu Jogja. Yah begitulah yang dikenal para wisatawan di luar sana. Masyarakat Jogja juga sering menyebut tugu ini dengan nama 'Tugu Pal Putih'. Tetapi sebenarnya nama awal dari Tugu Jogja ini ialah Tugu Golong Gilig. Iya, jawa sekali bukan. Tugu ini terletak di tengah-tengah persimpangan jalan, jadi bila ingin lebih dekat kita harus berhati-hati untuk menyebrang.

Tugu ini juga mempunyai nilai simbolis dan merupakan garis yang bersifat magis, karena menghubungkan atau bisa dibilang satu garis lurus dengan laut Selatan, Keraton Jogja dan gunung Merapi. Konon pada saat meditasi, Sultan Yogyakarta pada waktu itu menggunakan tugu ini sebagai patokan arah menghadap puncak gunung Merapi. Wah menakjubkan sekali bukan?

Suasana di tugu malam ini cukup ramai. Maklum malam Minggu. Banyak anak-anak muda yang nongkrong.

Keempat remaja itu pun lebih memilih duduk di sebuah cafe yang berada tepat di pojokan barat daya. Di dekat tugu sudah terlalu ramai orang. Mereka takut jika kesana malah menambah kesesakan dan menganggu para pengguna jalan.

# # #

Yuhuuu
Piye kabare?

Oke, ini mereka juga masih ada di Jogja.

Biarinlah promote kotanya sendiri, wkwk. Kali aja bisa ngobatin rindu kalian sama kota ini, acieee

Komen-komen-komen-vote ya

Semoga suka❤

About YOUWhere stories live. Discover now