Mengolah Rasa Merajut Asa

166 7 0
                                    

Mengolah rasa, merajut asa,
mengukir masa...

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

اَلْحَمْدُلِلّهِ...
♥Memantaskan Diri

Belakangan ini, pikiranku selalu terusik tentang hal yang satu ini; jodoh. Hei, ini bukan edisi baper ya, ini edisi muhasabah diri, InsyaAllah. Namun, aku tak hanya membahas jodoh, tetapi beberapa topik lain dalam posting-an ini. Izinkan aku berbagi cerita ya, semoga bermanfaat ^^

Silaturahmi. Aku baru mengerti esensinya akhir – akhir ini. Ketika aku kelimpungan menentukan tujuan hidup, Allah menggiringku untuk bersilaturahmi. Suatu hal yang kutakutkan sebelumnya, karena dulu aku merasa hidup terasing dan terbebani dengan bertemu orang lain.

Melalui silaturahmi ini, aku bertemu dengan orang – orang baru yang luar biasa, dan menemukan keluarbiasaan itu juga pada orang – orang yang pernah kutemui sebelumnya. Luar biasa, mengapa? Sebab melalui mereka, Allah menunjukkan hidayah-Nya sedikit demi sedikit, yang membuatku terpana, bahwa banyak detail kecil yang aku abaikan selama ini.

Betapa tidak, melalui kegiatan positif, yang membuatku dapat menyibukkan diri ketika libur panjang ini, aku merasakan inilah langkah awal untuk menuju hidup baru, hidup yang lebih damai tanpa rasa galau, hidup yang lebih dekat dengan Allah.

Jodoh. Ya, entah mengapa, meskipun beberapa waktu lalu aku sudah mendapatkan petunjuk, aku masih merasa terikat dengan perasaan yang tak berujung pada makhluk Allah yang satu ini. Memang berkurang, tetapi belum sepenuhnya lepas. Namun, rasanya jauh lebih baik, karena ketika mengingatnya, aku menangis dan menyadari bahwa aku tak seharusnya lebih mencintai makhlukNya daripada Dia. Aku mulai sadar hakikat cinta yang sebenarnya.

Dari berbagai saran yang kudapat dari sahabat – sahabatku (aku lebih suka belajar dalam bentuk sharing, daripada membaca, karena aku lebih menalar dalam sharing), aku berkesimpulan, bahwa rasa cinta tertinggi yang harus kita persembahkan hanya satu, yaitu cinta untuk Allah. Lalu, aku berpikir, bagaimana cinta pada Rasul dan makhluk Allah lainnya? Ya, kita harus mencintai mereka semua karena Allah; mencintai suami, orangtua, bahkan sahabatpun juga. Sebab, cinta yang hakiki memang hanya karena Allah. Apalagi dalam situasi galau anak muda zaman sekarang (aku masih muda, jadi wajar hihi, dan aku sedang berusaha), cinta ditafsirkan dalam nafsu, materi, penampilan, hubungan darah atau keuntungan semata. Akupun baru menyadarinya sekarang. Bahkan, setelah mengetahuinya, menjalankannya lebih sulit dari yang kubayangkan, karena belum adanya keikhlasan dalam hati untuk menyerahkan semuanya kepada Sang Pencipta. Namun, perlahan pasti bisa, asal niat dan yakin, InsyaAllah.

Lalu, aku bertanya, jodoh itu ditunggu atau dikejar? Ternyata, hakikat jodoh itu sama seperti rezeki. Anda pasti sering mendengar; rezeki, jodoh, dan maut itu sudah digariskan oleh Allah, bahkan sebelum kita lahir. Artinya, kita tidak perlu resah dan bingung, mengenai ketiga hal ini. Yang perlu kita lakukan adalah berusaha sungguh – sungguh dan berdoa dengan setulus hati. Nah, apakah rezeki itu ditunggu? Tidak, bukan? Kitalah yang harus berusaha dan menggapai rezeki tersebut, misalnya dengan bekerja, atau banyak memberi sedekah dengan ikhlas, InsyaAllah, rezeki itu akan datang dengan sendirinya.

Baiklah, itu mengenai rezeki. Lalu, bagaimana dengan jodoh? Ya, selama ini aku bingung untuk menanggapi berbagai aspek tentang jodoh. Ternyata, jodohpun sama halnya seperti rezeki. Kita yang harus menjemput jodoh itu. Wah, luar biasa, setelah aku mengetahui cara untuk menjemput jodoh, aku terhenyak, seakan dilempar ke dalam jurang yang dalam, tetapi Allah membiarkan aku melayang, tak terjatuh. Bagaimana caranya? Dengan memantaskan diri. Oh, jadi selama ini, pengertian memantaskan diri itu adalah cara untuk menjemput jodoh. “Wanita yang baik, akan mendapatkan laki – laki yang baik, sedangkan wanita buruk akan mendapatkan laki – laki yang buruk pula.” Aku berpikir berulang kali, dan ternyata memang sangat logis. Untuk mendapatkan hal yang baik, kitapun harus menjadi baik terlebih dahulu. Jadi kata – kata yang terdapat pada hadist maupun Al Quran itu bermakna yang sangat dalam.

Hijrah Cinta Sang Akhwat FillahWhere stories live. Discover now