45) Restless

406K 21.6K 553
                                    

Ocha keluar dari ruang kepala sekolah dengan kepala menunduk lesu. Kepala sekolah melarangnya untuk pindah sekolah. Lagipula, Ocha hanya bisa pindah ke sekolah lain apabila kontrak sudah habis saat tahun ajaran baru. Itu berarti, Ocha harus menunggu 3 bulan lagi jika tetap ingin pindah sekolah.

"Sekarang gue harus gimana?" tanya Ocha pada dirinya sendiri.

"Ocha!" Lisya menepuk pundak Ocha dari belakang.

Ocha cukup terperanjat lalu menoleh. "Lisya?"

"Cha, lo jangan berhenti jadi guru les gue. Berkat elo, gue jadi bisa ranking 5 besar di kelas A. Please jangan berhenti ya," pinta Lisya mengiba.

Sudah dua hari Ocha tak mengajar karena sudah meminta izin berhenti pada Bu Liana. Ocha sudah bertekad ingin segera menjauh dari Delton terutama dari Sean dan Axel yang membuatnya frustrasi. Ia ingin menjauh dari Sean karena ingin menghentikan perasaannya. Sedangkan ia juga ingin menjauh dari Axel karena bosan diancam. Dan terlebih lagi, ia tahu bahwa Delton bukan sekolah yang tepat untuknya. Bisa dibilang, Ocha adalah siswa termiskin yang pernah ada di Delton. Bahkan orang tua penerima beasiswa yang lainnya pun, tidak ada yang berprofesi sebagai tukang bangunan. Minimal profesi orang tua mereka adalah seorang pegawai kantor. Dari sana, status sosial Ocha benar-benar pada strata terendah.

"Maaf, Sya. Gue nggak bisa. Di tahun ajaran baru, gue berniat pindah sekolah," kata Ocha.

Lisya mengerucutkan bibirnya, kesal dengan keputusan Ocha. Ia sudah sangat menyukai Ocha. Ia bahkan sudah menganggap Ocha seperti saudara kandungnya sendiri. Lisya jadi tak mengerti alasan Ocha ingin berhenti bekerja sebagai guru lesnya dan bahkan ingin pindah sekolah.

"Kenapa lo ingin berhenti sih? Apa bayarannya kurang?" tanya Lisya. Ia sudah cocok dengan metode pengajaran Ocha.

"Enggak kok. Gue hanya ingin pindah sekolah yang agak jauh dari daerah sini. Jadi, gue nggak bisa ngajar lo lagi. Sekali lagi gue minta maaf ya," jelas Ocha. Ia meraih kedua tangan Lisya, berharap Lisya mau mengerti.

"Kenapa lo harus pindah? Lo itu sahabat gue sekaligus guru gue," kata Lisya tak terima.

"Sekali lagi gue minta maaf, Sya."

"Apa karena Kak Sean dan Kak Axel?" Lisya menyimpulkan. Sudah menjadi rahasia umum jika Ocha selalu berurusan dengan dua orang paling berbahaya di sekolah.

"Bukan." Ocha menggeleng, berbohong. "Gue masih punya banyak alasan lain. Di sekolah ini banyak banget pelajaran yang nggak gue kuasai. Misalnya musik, berkuda, balet, dan lain-lain. Gue rasa sekolah ini nggak cocok buat gue."

"Ya udah. Kita belajar bareng aja. Gue bakal ajari lo musik, berkuda, balet, dan yang lainnya. Asalkan lo jangan pindah sekolah di tahun ajaran baru nanti."

Mata Ocha berkaca-kaca, tak tega melihat Lisya yang terus mengiba memintanya untuk tetap tinggal. "Belajar semua itu nggak semudah yang lo katakan, Sya. Kemarin pas ujian musik aja, gue cuma dapat nilai B-. Alat musik itu nggak bisa gue kuasai hanya dalam waktu singkat. Apalagi berkuda dan balet! Sampai sekarang, gue belum lulus ujian berkuda dan balet. Gue masih dapat nilai E."

Di Delton International School untuk pelajaran ekstra ada sistem perbaikan nilai sampai batas tahun ajaran baru. Itu sebabnya Ocha masih memiliki nilai pelajaran-pelajaran ekstra yang masih belum tuntas dan perlu diperbaiki.

"Pokoknya gue nggak mau tau! Lo harus tetap bersekolah di sini," kata Lisya ngotot.

"Lisya!" panggil Kenaya, salah satu teman  Lisya dari kelas B. Ia adalah anak dari seorang pengusaha budidaya ikan yang berhasil mengekspor ikan ke berbagai negara di Asia.

"Lisya, ayo sini!" Kini Emira yang memanggil. Dia juga dari kelas B. Ayahnya adalah seorang konglomerat yang memiliki usaha di bidang penerbangan. Sedangkan ibunya memiliki sebuah rumah sakit elite di Singapura.

Ocha meneguk ludah, manatap miris Lisya yang pergi meninggalkannya dan berlari menuju Kenaya dan Emira. Ocha sadar, ia bukan siapa-siapa. Lisya, Kenaya, dan Emira adalah teman akrab sejak SMP. Mereka sama-sama bersekolah di SMP Delton. Sungguh aneh jika Ocha menginginkan berada di tengah-tengah mereka. Ocha menunduk, melihat sepatunya yang lusuh, tidak bermerk, dan bahkan sudah beberapa kali ia membawanya ke tukang sol sepatu untuk diperbaiki.

"Ocha, nanti gue telpon lo!" ujar Lisya lalu pergi bersama teman-temannya ke kantin.

Ocha menghela napas. Dia sangat tahu posisinya sekarang. Dia tak lebih dari butiran debu di Delton International High School. Status sosialnya jauh berbeda dengan Lisya. Jangankan dengan Lisya! Status sosialnya bahkan tak sebanding dengan penerima beasiswa yang lainnya.

***

Dahi Sean berkernyit ketika Pak Radeya menyodorkan beberapa lembar foto gadis-gadis cantik padanya. Ada Kenaya, Emira, Fania, Salsa, dan Revita. Sean sungguh tak mengerti apa yang diinginkan oleh Papanya.

"Sean, pilihlah satu di antara mereka berlima. Kamu harus segera bertunangan untuk memperkuat perusahaan kita," kata Pak Radeya sambil memilih foto Emira untuk Sean. "Papa harap, kamu mau bertunangan dengan gadis ini."

Sean melihat sebentar pada foto itu. Ia tidak tertarik sama sekali dengan Emira. Dia adalah sahabat Lisya sejak SMP dan sering main ke rumah. Emira sering mengirim surat cinta untuk Sean sejak SMP sampai sekarang. Saking nekatnya, Emira pernah beberapa kali memasukkan suratnya di bawah pintu kamar Sean, berharap surat itu akan Sean baca. Hingga akhirnya Sean muak dan mengancam Emira agar berhenti memasukkan surat cinta itu ke kamar. Sean terlalu mencintai kebersihan. Ia tak ingin benda asing masuk di kamarnya tanpa tahu benda tersebut bersih atau tidak.

"Aku nggak tertarik, Pa," sahut Sean datar.

"Kenapa? Apa dia kurang cantik? Menurut Papa, dia paling cantik di antara mereka berlima. Selain itu, dia juga paling kaya," jelas Pak Radeya.

Sean tersenyum miring, merasa terganggu dengan keinginan Papanya. "Aku sudah mempunyai orang yang aku cintai, Pa."

"Ocha?"

Sean tidak kaget mendengar tebakan Papanya yang sangat tepat. Karena Sean tahu bahwa gerakannya selalu diawasi oleh Papanya secara diam-diam.

"Papa tahu kalau Ocha adalah gadis yang baik, sopan, dan cerdas. Tapi dia adalah anak seorang tukang bangunan. Apa kata orang kalau kamu menikahi gadis seperti dia?" imbuh Pak Radeya.

"Aku nggak peduli dengan kata orang."

"Lagipula, Ocha kelihatannya sudah menolakmu mentah-mentah. Dia sudah punya pacar di luar sana. Namanya Arvind. Dan Papa lihat, hubungannya dengan Arvind baik-baik saja."

Lagi, Sean sama sekali tidak kaget. Selain mengawasinya, ternyata Pak Radeya juga mengawasi gerakan Ocha. Pak Radeya adalah pembisnis hebat yang masuk ke dalam jajaran 20 besar orang terkaya di asia. Jadi wajar jika ia ingin mempetkuat bisnisnya.

"Papa sangat menghargai Ocha. Tapi bukan berarti kamu boleh menjalin hubungan yang lebih dekat dari sekedar teman," sambung Pak Radeya.

Sean kembali tersenyum miring, tak berniat menyahuti perkataan Papanya.

"Ingat, sifatmu yang diam-diam menghanyutkan itu menurun dari Papa. Cam kan itu!" ancam Pak Radeya secara tidak langsung. Mungkin Pak Radeya kelihatannya seperti orang baik, tapi di balik semua itu, dia tak kalah menyeramkan dibanding Pak Ardiaz.

Sean berdiri lalu memasukkan tangannya ke dalam saku celana. "Jangan sakiti Ocha. Dia tidak bersalah."

"Dia memang tidak bersalah. Tapi karena dia, kamu jadi tidak logis."

"Aku bersumpah akan menghancurkan perusahaan jika Papa berani menyentuh Ocha sedikit saja," ancam Sean lalu pergi begitu saja, keluar dari ruang kerja Pak Radeya.

😊😊😊😊😊😊😊
Wow Pak Radeya diam-diam menghanyutkan!!

Untung saja Ocha tidak menerima cinta Sean. Kalau ia menerima, mungkin dia sudah dihabisi Pak Radeya

Vote dan komen ya biar semangat ngetiknya.

Btw kemarin nggak bisa update karena ada acara. Dan author mendadak nge-blank nggak punya ide untuk ditulis. Maap ya...

I am in danger [TERSEDIA DI GRAMEDIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang