7) Angry Sist

425K 31.4K 1.8K
                                    

Tak terasa dua jam telah berlalu. Kini Lisya mengangguk paham setelah mendengar semua penjelasan Ocha tentang materi di sekolah atau pun materi olimpiade.

"Eh, jelasin satu soal lagi, terus lo boleh pulang." Lisya menyodorkan satu soal yang menurutnya sangat sulit.

Saat Ocha ingin menjelaskan jawaban soal tersebut, pintu terbuka, pandangan Ocha spontan tertuju pada cowok beralis tebal yang kini berdiri di ambang pintu.

"Eh ngapain ngelihatin Kakak gue? Ayo jelasin ini," pinta Lisya dengan nada bicaranya yang manja.

Ocha gelagapan kembali fokus ke pelajaran lalu menjelaskan soal yang diminta Lisya. Langkah kaki Sean terhenti sebentar saat ia tak sengaja mendengar penjelasan Ocha tentang soal yang cukup sulit. Tentu saja, Sean bisa langsung menebak kemungkinan bahwa Ocha adalah orang yang membuatnya penasaran, gadis berambut pendek yang tak terekam kamera CCTV.

"Oi, pendek!" sapa Sean datar.

Ocha berhenti menjelaskan, mendongakkan kepala untuk melihat Sean yang berdiri di depannya.

"Ih apaan sih Kakak! Gangguin orang belajar aja," tegur Lisya sebal. Ia tak mau Ocha pulang terlalu malam karena jalanan kota Jakarta cukup berbahaya.

"Kerjain soal ini," kata Sean setelah menulis satu soal.

"Ih Kakak!" Lisya kembali menegur.

Ocha mengangguk patuh, mengerjakan soal dengan cepat dengan jawaban yang tepat. Mata Sean melebar sejenak. Kasusnya terpecahkan. Orang yang ia cari adalah Ocha.

Sean hanya menatap datar Ocha, memperhatikan wajah Ocha sekilas, lalu berjalan ke arah kamarnya. Lisya mendengus kesal, sesekali mengumpat dalam hati karena kelakuan Sean yang menurutnya tidak jelas maksudnya apa.

***

Mata Ocha langsung mendelik kaget melihat Bu Dinar mencambuki Faril dengan begitu tega. Wanita paruh baya itu tampak geram bukan main. Mulutnya tak berhenti mengumpat kata-kata kasar pada Faril. Ocha langsung berlari, mendekap erat tubuh Faril, mengorbankan dirinya agar terkena cambukan demi melindungi Faril.

"Minggir kamu!" bentak Bu Dinar.

"Nggak mau." Ocha menggeleng. "Aku akan tetap melindungi Faril."

"Untuk apa kamu melindungi bocah satu ini? Dia nggak tau diuntung. Dia mencuri ikan di lemari. Dasar binatang!"

"Cukup! Bentak Ocha marah. Aku sudah muak dengan semua ini. Jangan pernah mengumpat pada Faril. Kau pikir kau siapa? Berani-beraninya kau mencambuki kami seperti ini hanya gara-gara ikan."

Plaaaaak

Sebuah tamparan keras mendarat sempurna di pipi mulus Ocha, disaksikan oleh Pak Suyono, Ayah Ocha yang kebetulan baru datang dari kerja, dan sekarang berdiri mematung di ambang pintu.

Mata Ocha mulai berkaca-kaca, merasa kehidupannya seperti di neraka. Sudah berulang kali kejadian seperti ini terjadi. Namun tidak ada pembelaan dari ayahnya. Pak Suyono seolah menutup mata dan menulikan kedua telinganya, membiarkan Ocha dan Faril tersiksa untuk yang kesekian kalinya.

"Ayah mau diam dan membela Bu Dinar? Katakan saja seperti biasanya, Yah. Katakan bahwa aku salah dan pada akhirnya aku yang harus meminta maaf." Mata Ocha sudah mulai basah, hatinya terlalu sering terluka karena ketidakadilan, sampai-sampai ia tak mengerti bagaimana rasanya perih itu sebenarnya karena terlalu sering ia merasakannya.

"Ck. Jaga bicaramu! Minta maaf sama Ibumu! Cepat!" suruh Ayahnya tegas.

"Enggak. Aku udah muak mengatakan kata itu." Ocha memasuki kamarnya, membuka koper yang sengaja dibelinya kemarin, lalu memasukkan semua bajunya ke dalam koper.

I am in danger [TERSEDIA DI GRAMEDIA]Where stories live. Discover now