29) Between Devil And Satan

352K 23.9K 993
                                    

Axel meletakkan gitarnya ke pangkuan Ocha. Ia kemudian duduk di samping Ocha lalu memberikan isyarat mata agar Ocha cepat-cepat memainkan gitar tersebut. Mata Axel melotot saat Ocha masih belum paham isyarat matanya.

"Oh iya-iya." Ocha mengangguk paham setelah beberapa saat sempat bingung, tak bisa mengartikan isyarat mata Axel.

Ocha mulai memetik senar gitar. Permainannya bertambah bagus setiap harinya. Sean telah mengajarinya dengan sangat baik. Tak heran jika Ocha kini bisa memainkan beberapa lagu.

"Eh eh!" tegur Axel saat ada nada yang salah dimainkan Ocha. "Tadi bukan gitu. Lo harusnya gini."

Axel mengarahkan jemari Ocha, mengarahkan ke mana jari-jari itu harusnya bergerak. Axel terhenti. Ada semacam perasaan asing yang tiba-tiba menggelayut di dadanya. Ia berdebar hebat. Ia bahkan tak pernah merasakan debaran hebat seperti itu sebelumnya.

"Oh iya-iya. Gini ya?" Lagi, Ocha mengangguk paham lalu memainkan seperti yang diarahkan Axel.

Axel berdehem sambil memegangi dadanya, merasakan ada sensasi berbeda dibanding cewek-cewek yang biasa ia kencani. Sensasi yang ia rasakan pada Ocha terasa asing namun unik dan menyenangkan. Rasanya Axel ingin lebih dari sekedar menyentuh jemari Ocha. Yang paling ia inginkan adalah memeluk punggung kecil Ocha yang selalu tampak menggemaskan di matanya.

"Eh tapi aku kan vocalist. Ngapain harus repot-repot belajar gitar?" tanya Ocha setelah menghentikan permainannya.

Axel menjambak pelan rambut Ocha, kesal karena Ocha selalu mempunyai alasan untuk tidak menuruti keinginannya. Ocha melirik kesal ke arah Axel. Cowok berambut gondrong itu selalu bisa membuatnya naik pitam.

"Berani?" tantang Axel mendelik.

Ocha menggeleng. "Enggak." Ia mengerucutkan bibir mungilnya, kesal karena tidak bisa melawan Axel.

Ocha melihat arlojinya, matanya mendelik melihat jarum jam pendek sudah bertengger di angka tujuh. Ia lupa bahwa ada jadwal les bersama Lisya. Ada beberapa materi yang belum ia ajarkan. Mungkin hari ini cukup seru belajar bermain gitar bersama Axel, meskipun menyebalkan. Sampai-sampai ia lupa waktu.

Ocha segera memesan ojek online, mengemasi barang-barangnya, lalu berlari keluar ruangan menuju ke depan gerbang Delton untuk menunggu kedatangan tukang ojek. Ia bahkan lupa berpamitan pada Axel, Bima, Satria, dan Karin.

"Eh tuh anak main cabut aja," gumam Karin. Ia lega saat Ocha sudah pergi. Dengan begitu, ia bisa merokok sesuka hati.

Ocha adalah murid andalan Delton International School. Dia sering dikirim ke luar negeri untuk mengikuti olimpiade tingkat internasional. Jadi, grup band metafora masih membutuhkan Karin sebagai vocalist menggantikan Ocha apabila Ocha mengikuti olimpiade.

Axel berjalan malas menuju lokernya. Bola matanya terhenti saat melihat sebuah surat undangan yang sedikit terlihat dari dalam tas ranselnya. Ia baru ingat bahwa tiga hari lagi, Delton akan mengadakan pesta dansa untuk merayakan ulang tahun yang ke-39 tahun.

"Ck. Kenapa gue tadi nggak ajak Ocha?" batin Axel. "Ya udah. Besok gue bakal ajak dia ke pesta dansa. Gue bakal bikin si itik buruk rupa menjadi angsa."

Axel tersenyum senang, tak sabar melihat Ocha saat di make-over nantinya.

***

Sean tersenyum tipis mendengar permainan gitar Ocha yang semakin hari semakin bagus. Bagaimana tidak? Di jam istirahat, Ocha belajar bermain gitar bersama Sean. Sementara setelah pulang sekolah belajar bermain gitar bersama Axel. Tidak heran jika permainannya semakin mendekati sempurna.

"Gimana?" tanya Ocha setelah memainkan gitarnya. Wajahnya cukup sumringah, senang karena merasa permainannya sudah sangat bagus.

"Permainan lo cukup bagus. Nilai 85 untuk hari ini," jawab Sean datar.

Embusan angin lagi-lagi membuat kelopak bunga-bunga tabebuya berterbangan melewati rooftop. Untuk kesekian kali embusan angin bersama kelopak bunga tabebuya itu membuat Ocha tampak lebih anggun di mata Sean.

Ocha masih sibuk dengan senar gitarnya, tak menyadari kalau Sean sedari tadi menatapnya kagum. Rupanya Sean telah terhipnotis. Tangannya perlahan bergerak ke arah Ocha, merapikan rambut Ocha yang sedikit berantakan karena terkena angin. Ocha mendadak membeku kaku dengan mata melebar saat Sean menyelipkan beberapa helai rambut Ocha ke belakang telinga Ocha.

"Jangan pernah potong rambut!" perintah Sean.

"Kenapa?" tanya Ocha.

"Kayaknya elo cocok berambut panjang."

"Tapi aku suka rambut pendek. Hemat sampo."

Mata Sean memutar malas mendengar alasan Ocha lebih menyukai rambut pendek dibanding rambut panjang, hanya gara-gara ingin menghemat sampo. Sungguh alasan yang konyol, batinnya.

"Lo biasa pakek sampo apa?" tanya Sean seraya mengeluarkan ponselnya.

"Sampo apa aja," jawab Ocha sekenanya.

Sean membuka aplikasi online, memesan satu kardus sampo, lalu mengirimkan alamat asrama Delton atas nama Okalina Taruni. Sekarang, tidak ada alasan bagi Ocha untuk menyukai rambut pendek dibandingkan rambut panjang.

"Awas kalau lo potong rambut!" ujar Sean dengan nada khasnya yang terdengar galak.

"Tapi kok Kakak ribet banget sama rambut aku? Ini kan rambut aku." Ocha memegang sebagian ujung rambutnya. "Suka-suka aku dong mau potong kayak gimana. Mau panjang, mau pendek, mau cepak, mau botak. Itu terserah aku."

"Ish." Sean mendesis kesal.

"Lagian kalau rambut panjang suka gerah."

Sean mendorong-dorong kening Ocha dengan telunjuknya, geram karena Ocha seolah ingin berdebat dengannya. "Lo sering ketemu gue. Mata gue nggak suka lihat lo berambut pendek. Ngerti?"

Ocha menepis tangan Sean dari keningnya, menggosok keningnya yang sedikit sakit. "Iya deh iya."

Sean menghela napas lega. Akhirnya Ocha mau menurut juga. Ia kemudian mengambil sebuah surat undangan dari dalam saku jasnya lalu memberikan surat undangan itu pada Ocha. Alis Ocha terangkat sejenak lalu ia bergegas membacanya. Ia tahu kalau Sean tidak suka menjelaskan sesuatu yang tidak perlu untuk dijelaskan. Hal itu akan membuang-buang tenaganya.

"Undangan ke pesta ulang tahun Delton?" Ocha masih tak mengerti.

Di Delton International School terdapat sebuah peraturan yang dibuat oleh para anggota OSIS terdahulu dan dilestarikan sampai sekarang bahwa Delton hanya mengundang siswa-siswi dari kalangan atas untuk menghadiri acara ulang tahun Delton. Dan siswa-siswi yang diundang diperbolehkan untuk membawa pasangan dansa baik sesama siswa Delton maupun siswa dari sekolah lain yang tentunya harus mengetahui tata cara berdansa.

"Kakak mau ngajak aku?" Ocha mengarahkan telunjuknya pada dirinya sendiri.

Respon Sean hanya berupa anggukan singkat.

Ocha terkekeh, tawanya pecah. "Tapi aku nggak bisa dansa, Kak."

"Tenang aja. Gue ajarin kok."

"Kak Sean kan homo. Nggak mungkin kalau dia suka sama gue. Dan dia juga nggak mungkin berdansa sama Kak Royyan atau Kak Alvaro. Pasti dia bakal malu. Makanya dia ngajak gue. Ya udah deh. Gue mau aja. Lagian, selama ini Kak Sean baik banget ke gue. Sekali-kali, gue juga mau bantuin dia biar dia kagak malu di pesta dansa," pikir Ocha dalam hati.

"Ya udah deh. Aku mau." Ocha mengangguk mengiyakan.

😊😊😊😊😊
Chapter ini bikin author gemes pas ngetik hehehe

Kemarin Sean yang kurang gercep. Sekarang Axel yang kurang gercep.

Wkwkwkwk

Setia tunggu update ya

InsyaAllah update setiap hari. Kalau lagi mood maka double update. Kalau nggak mood update satu kali. Kalau sibuk, nggak update. Itulah author yang masih labil wkwkwk

Salam santun wahai readers yang budiman

I am in danger [TERSEDIA DI GRAMEDIA]Where stories live. Discover now