17) Disappointed

386K 23.7K 749
                                    

Ocha mengintip ke ruang musik, sekedar mengecek apakah ada orang atau tidak. Ocha perlahan melangkah masuk setelah memastikan di dalamnya tidak ada orang. Ocha ingin belajar alat musik meski sebelumnya, ia tak pernah memegang alat musik kecuali rebana.

Sejak bersekolah di Delton, Ocha cukup sering mengunjungi ruang musik untuk berlatih memainkan gitar karena siswa-siswi Delton diwajibkan bisa memainkan minimal satu jenis alat musik. Ocha tidak memiliki gitar maupun alat musik apa pun. Ia miskin. Tempat tinggal saja, Ocha hanya menumpang di rumah Sean, tak berani menyentuh piano milik Lisya apalagi biola milik Sean. Satu-satu cara untuk berlatih adalah dengan mencuri waktu di ruang musik saat tidak terpakai.

Jeng jeng jeng

Ocha mulai memetik senar gitar. Nada gitar yang sumbang pun terdengar, Ocha masih belum menguasai permainannya. Namun Ocha menyelingi nada gitarnya dengan bernyanyi.

"Demi nama cinta telah kupersembahkan hatiku hanya untukmu. Telah kujaga kejujuran dalam setiap nafasku." Ocha bernyanyi merdu.

Seorang cowok berambut gondrong tercekat di ambang pintu, terpukau dengan suara Ocha. Ia bahkan lupa tujuannya datang ke ruang musik untuk mengambil buku musik. Matanya masih belum berkedip, terlalu kagum untuk melewatkan penampilan Ocha.

"Tuh anak multitalenta banget sih! Udah otaknya encer, jago masak, suaranya bagus pula," batin Axel.

Ocha terhenti. Matanya melebar melihat Axel yang masih terperangah di ambang pintu. Lalu ia meneguk ludah ketika Axel mendekat.

"Eh jelek, apa lo mau jadi vocalist band gue?" Axel menawarkan.

Ocha menggeleng cepat tanpa berpikir. "Enggak."

"Gue bakal kasih lo gaji banyak. Gimana?"

"Enggak."

"Sombong banget sih lo!"

"Aku udah sebelas hari menjalani bullyan. Aku nggak mau mulai dari awal lagi." Ocha berdiri, meletakkan gitarnya, lalu berjalan lancang melewati Axel.

"Eh, jelek! Oi!" tangan Axel mengepal marah saat panggilannya tidak didengarkan.

Ocha mendesis kesal. Rasanya ia ingin mencakar-cakar wajah Axel. Untung kukunya baru ia potong tadi pagi. Kalau tidak, Ocha pasti sudah memiliki keberanian untuk mencakar-cakar muka Axel.

"Dasar kakak kelas aneh." Ocha mengoceh pelan. "Dia pikir dia siapa?"

Ocha menghela napas. Di saat marah seperti ini, dia akan memakan banyak makanan untuk menghilangkan stressnya. Sesampainya di kantin, Ocha mengambil piring, meletakkan dua centong nasi, sepotong paha ayam, dua sendok sambal, dan dua sendok tumis kangkung. Setelah itu dia mengambil tempat paling belakang karena tidak ada seorang pun yang mau duduk bersamanya.

Axel mendesis kesal, melihat Ocha terlihat lahap memakan makanan. Sepertinya, dia harus sedikit lebih keras untuk memberi Ocha pelajaran agar Ocha tidak berani melawan perintahnya lagi.

"Okalina Taruni, akan gue buat lo menyesal karena bersekolah di sini." Axel mengambil piring makanan salah seorang siswa tanpa permisi, berjalan ke arah Ocha, lalu dengan tega menumpahkan makanan sisa dari piring tersebut ke kepala Ocha.

Semua pasang mata tentu saja langsung tertuju pada Ocha yang sudah kotor terkena tumpahan makanan sisa. Ocha menggigit bagian bawah bibirnya, menahan air matanya agar tidak tumpah. Ini pertama kalinya dia dipermalukan di hadapan banyak orang.

"Ini adalah akibat karena melawan perintah gue. Ngerti?" ucap Axel penuh penekanan.

Beberapa siswa yang menonton saling berbisik. Ada yang kasihan, ada yang senang, ada pula yang memotret untuk diupload di grup WA. Memang di Delton banyak sekali pembullyan dan tentu saja langsung terupload di grup WhatsApp. Tapi tindakan pembullyan itu sama sekali tidak pernah terdengar sampai keluar Delton hingga orang-orang tetap menganggap Delton adalah sekolah elite yang sangat mengagumkan dengan alumni-alumninya yang rata-rata diterima di Universitas-universitas terbaik di dunia.

I am in danger [TERSEDIA DI GRAMEDIA]Where stories live. Discover now