26) Shit!

395K 24.5K 1.1K
                                    

Axel celingukan, menyisir seluruh sudut kamar. Tidak ada Ocha. Barang-barang Ocha pun tampak sudah dikemasi. Axel menggaruk rambutnya yang tak terasa gatal. Bingung mengapa sudah tidak ada Ocha di kamar Davina.

"Sayang, aku bikin kue buat kamu. Cobain deh." Davina menyuapi Axel kue stroberi. Rasanya tak begitu enak, tapi Axel sedang tidak fokus pada Davina, membuat Axel memakan asal kue tersebut.

"Si jelek mana? Kok nggak kelihatan?" Axel akhirnya bertanya setelah berpikir beberapa saat.

"Maksud kamu ... Ocha?"

"Iya. Siapa lagi yang wajahnya jelek di kamar ini? Kamu kan cantik. Terus aku ganteng."

Davina terkekeh dengan pipi yang berdesir malu. "Ih kamu bisa aja." Ia memukul ringan lengan Axel.

"Di mana dia?"

"Dia pindah kamar. Ya aku sih bersyukur banget kalau dia pindah. Jadi kita bisa leluasa mesra-mesraan di sini."

"Kenapa dia pindah? Terus, dia dipindah ke mana?" tanya Axel ngotot, ingin cepat-cepat tahu keberadaan Ocha.

"Dia dipindah di kamar Kak Atika, anak kelas XI-IPA A," jawab Davina.

"Kok bisa? Bukannya penempatan di asrama ini harus sekelas? Kenapa dia nggak sekamar sama teman sekelas? Malah dia sekamar sama Kakak kelas. Ada yang salah dengan asrama ini."

"Udahlah, Sayang." Tangan Davina mulai merangkul mesrah tangan Axel. "Biarin aja dia pindah. Lagian, kita jadi nggak ada yang ganggu."

Axel melepaskan rangkulan Davina, menggendong tas ranselnya, lalu pergi keluar dengan melompati jendela, tak memedulikan Davina yang terus memanggil namanya agar kembali. Axel mendengus kesal. Ia kini tidak bisa lagi mempunyai alasan bertemu dengan Ocha. Axel tidak bisa berpura-pura pacaran dengan Atika karena Atika bukan cewek cantik dan sexy. Selain itu, sebelum naik ke kelas XI, Axel dan Sean juga sudah membuat perjanjian bawasannya anak-anak kelas IPS-A dan IPA-A tidak boleh pacaran atau saling mengganggu satu sama lain.

"Sialan!" Axel menendang ban mobilnya, kesal karena ia tak bisa menemui Ocha lagi.

Axel memasuki mobilnya, melesat melewati jalanan kota Jakarta. Dia ke club malam untuk meneguk beberapa cocktail, berharap ia bisa melupakan kekesalannya.

"Oi oi slow kalau minum. Baru datang udah mau mabok aja nih anak," cegah Bima saat Axel datang lalu meneguk segelas cocktail miliknya.

"Gue kesel. Ada sesuatu yang nggak beres di asrama Delton. Gue yakin, ini pasti ulah Sean. Siapa lagi kalau bukan dia?" kata Axel marah, mondar-mandir dengan mata mendelik dan berkacak pinggang.

"Lo ngomong apa sih? Kagak paham gua."

"Okalina Taruni sekarang pindah ke kamar anak kelas XI-IPA A. Sekarang gue nggak punya alasan buat bisa lihat wajah Ocha lagi karena gue udah bikin perjanjian dengan Sean kalau kelas XI-IPS A nggak bakal ganggu kelas XI-IPA A."

"Oooh masalah Okalina Taruni lagi?" Bima mengangguk paham. Untuk saat ini, tidak ada yang membuat Axel bingung kecuali Ocha.

"Kayaknya si Sean mau menjauhkan Ocha dari gue."

"Bukan menjauhkan. Tapi melindungi," ralat Bima.

"Melindungi bagaimana? Cewek jelek kayak Ocha itu harusnya ditindas, bukan untuk dilindungi."

"Bunga raflesia yang bau bangke aja dilindungi. Apalagi Okalina Taruni," goda Bima. Ia yakin sekali kalau Axel sudah jatuh cinta pada Ocha. Tapi cowok bodoh itu masih belum menyadarinya.

"Kenapa dia peduli banget sama Ocha?"

"Ya mungkin Sean suka sama Ocha kali."

"NGGAK MUNGKIN!" tepis Axel bertambah marah. "Gue nggak bisa biarin si Sean suka sama Ocha."

I am in danger [TERSEDIA DI GRAMEDIA]Where stories live. Discover now