14) Mr.Clean

419K 26.5K 1.6K
                                    

Mata Ocha melebar kaget saat melihat 5 ekor tikus kecil di dalam tasnya. Ia menghela napas lega karena itu hanya tikus, bukan ular. Ocha tidak takut karena sudah terbiasa membersihkan tikus-tikus kecil sebab di rumah Ocha dekat dengan got warga. Selain itu, Ocha juga pernah bekerja di restoran yang terkadang disuruh membuang bangkai tikus yang biasa ada di kolong meja.

Ocha melihat ke sekeliling, semua orang tampak tegang dan berpura-pura tidak tahu apa-apa, termasuk Lisya. Ocha mengedikkan bahu. Ia tak mau menyalahkan siapa pun karena ia tahu bahwa semua ini adalah perbuatan Axel. Tak sepatutnya ia menyalahkan orang lain.

Ocha mengangguk paham. Semua ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut sampai 100 hari ke depan. Bagaimana pun juga, Axel harus diberi pelajaran agar tidak memiliki hobi membully siswa-siswi yang lemah. Ocha ingin membalas ulah Axel dan berharap bisa menghentikan ulah kekanak-kanakan Axel.

Ocha tersenyum senang saat otaknya memunculkan sebuah ide. Ia tak buru-buru mengeluarkan tikus itu dari tasnya karena tak mau membuat seisi kelas panik dan ketakutan. Ocha lebih memilih membawa tasnya menuju ruang ekstrakurikuler Band, ruang khusus milik Axel. Ocha melihat ke kanan dan ke kiri. Tidak ada siapa pun. Kamera CCTV pun tampak tak menyala, sepertinya Axel lupa melapor pada WAKA Sarpras bahwa CCTV di dekat ruang ekstra Band tidak berfungsi.

Setelah memastikan tidak ada orang yang melihat, Ocha memasukkan satu per satu tikus-tikus kecil itu ke celah pintu bagian bawah. Untung tikusnya kecil, jadi bisa masuk dari celah pintu dengan mudah.

"Mampus lo! Dasar kakak kelas jahat!" maki Ocha geram lalu terkikik puas.

Lima ekor tikus bercicit, berlarian di ruang ekstra Band. Tikus-tikus itu menyebar dan bahkan ada yang memasuki loker pakaian Axel. Dari jendela, Ocha mengintip dan kembali terkikik.

***

Axel memasuki ruang latihan bersama Bima dan Satria. Ketiganya langsung berjingkrak kaget saat melihat beberapa tikus dengan lancang berlarian di dalam ruangan. Axel langsung naik ke atas sofa sambil berteriak karena jijik. Sementara Bima dan Satria langsung berlari memanggil petugas kebersihan untuk menangkap tikus-tikus itu.

Pipi Axel berkedut jijik melihat tikus-tikus itu. Bulunya hitam, baunya menyengat, sementara suaranya menggelikan. Mungkin Axel sudah terbiasa dengan kecoa. Tapi kalau tikus, Axel benar-benar geli.

"Ini pasti ulah Okalina Taruni. Dasar cewek jelek!" geram Axel.

Tak lama setelah itu, petugas kebersihan datang dan dengan gesit menangkap 4 ekor tikus yang berkeliling di ruang latihan Band. Pak petugas kebersihan tidak tahu bahwa ada seekor tikus lagi yang bersembunyi di dalam loker pakaian dan pergi begitu saja setelah membersihkan kotoran-kotoran tikus.

Axel bernapas lega. Ia akhirnya bisa merebahkan tubuhnya di atas sofa, menghirup udara tanpa tertekan. Bima mulai berlatih drum. Sedangkan Satria asyik bermain ponsel, membalas chat-chat dari beberapa cewek yang dikencaninya.

Setelah menenangkan diri, Axel membuka lokernya untuk mengambil jaket. Kepalanya menunduk, melihat jaketnya ada di bawah, mungkin terjatuh dari hanger. Dia segera memakai jaket tersebut tanpa tahu ada seekor tikus kecil yang masuk ke dalam saku jaket.

"Eh bro, gue ke apartemen dulu. Ada yang ketinggalan soalnya. Entar gue ke sini lagi," pamit Axel.

"Iya-iya. Pergi sana!" jawab Satria malas, terlalu asyik membalas chat-chat dari banyak pacarnya.

Sementara Bima tak menjawab, terlalu fokus membolak-balikkan stick drumnya. Axel mengedikkan bahu, keluar dari ruang latihan, lalu berjalan santai menuju tempat parkir.

"Selamat sore, Kak Axel," sapa dua orang siswi cantik dengan senyuman manis mereka.

"Selamat sore, cantik." Axel membalas senyuman mereka dengan seringai nakal.

Beberapa siswi melihatnya dengan tatapan kagum. Di mata mereka Axel tampak sempurna. Rambut gondrong, alis tebal, hidung mancung, bibir tipis merah jambu, deretan gigi rapi, kulit putih bersih, Axel memang terlahir tampan. Apalagi penampilannya yang keren semakin menambah ketampanannya.

Axel memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket untuk menambah kekerenannya di hadapan para siswi yang menggilainya. Namun Axel terhenti ketika merasakan ada sesuatu yang bergerak di dalam salah satu saku jaketnya.

"Aaaaaaah!" teriak Axel panik. Ia langsung melepas jaketnya, membuangnya jauh-jauh, lalu melihat seekor tikus kecil keluar dari dalam saku jaket tersebut.

Axel melihat ke sekeliling, beberapa siswi yang tadi melihatnya dengan tatapan kagum, kini berubah seolah menatapnya jijik. Tidak mereka sangka, Axel si raja kelas IPS ternyata takut pada seekor tikus kecil.

"OKALINA TARUNIIIIIIIII!!" teriak Axel geram.

Ocha tertawa puas di balik pagar sekolah. Ia cepat-cepat menaiki motor tukang ojek online yang ia pesan sebelum Axel mengetahui keberadaannya.

***

Mobil Sean terhenti saat melihat Ocha turun dari boncengan tukang ojek berseragam hijau. Ocha menolong kucing kecil yang tercebur ke dalam got, mengambil tisu dari dalam tas, lalu membersihkan tubuh kucing itu.

"Cewek itu benar-benar tidak higienis." Sean berpendapat sambil bergidik jijik. Kemudian ia kembali menjalankan mobilnya.

Sean tidak pernah jatuh cinta pada seorang gadis sama sekali. Dia tidak tertarik menjalin hubungan apa pun dan berniat tidak akan menikah sampai kapan pun. Membayang kontak fisik saja, dia sudah bergidik ngeri, memikirkan betapa banyak kuman yang akan ditransferkan oleh orang lain. Satu-satunya kontak fisik yang pernah ia lakukan adalah berjabat tangan. Itu pun ia langsung mencuci tangannya sebanyak tujuh kali basuhan. Saking terobsesinya dengan kebersihan, Sean bahkan membuat toilet khusus di sekolah.

Mengapa tidak? Delton international high school didirikan oleh keluarga Radeya dan keluarga Ardiaz. Dulu, almarhum kakek Sean, Radeyasa Diningrat adalah seorang konglomerat yang sangat kaya, pemilik pabrik tembakau dan pemilik beberapa stasiun televisi swasta yang ternama. Beliau memiliki seorang sahabat yang bernama Ardiazid Lazuardi yang tak kalah kaya dari beliau.

Ardiazid Lazuardi adalah pemilik sebuah pabrik konveksi terbesar di Bandung, beberapa hotel bintang lima, dan sebuah mall ternama di Surabaya. Karena kecintaan mereka berdua terhadap pendidikan, mereka berdua akhirnya mendirikan Delton International High School sebagai upaya untuk memajukan pendidikan di Indonesia agar anak-anak Indonesia bisa bersaing di kanca Internasional. Mereka bahkan membayar banyak profesor hanya untuk mengajar di Delton dan membuka link agar lulusan Delton dapat diterima di Universitas-universitas terbaik yang tersebar di seluruh dunia.

Sebelum Pak Radeyasa dan Pak Ardiazid meninggal, mereka berpesan pada anak cucu mereka agar tetap menjaga hubungan baik dengan masing-masing keluarga. Itulah sebabnya, meskipun Sean tidak menyukai Axel sejak awal, dia tidak pernah mencari gara-gara dengan Axel. Begitu pula sebaliknya! Meskipun Axel sangat membenci Sean, dia sebisa mungkin tak mengganggu Sean. Semua itu mereka lakukan untuk menjaga janji mereka pada kakek masing-masing.

Sesampainya di rumah, Sean melihat Ocha mencuci tangan di kran yang biasa digunakan tukang kebun untuk menyiram tanaman. Dahi Sean berkerut heran lalu menggeleng jijik, menganggap Ocha sebagai orang yang tidak higienis karena mencuci tangan tanpa sabun, mengingat Ocha sempat mencelupkan tangannya ke dalam got demi menolong seekor kucing.

"Eh, pendek! Cuci tangan yang bener! Jorok banget jadi cewek!" tegur Sean mengingatkan.

"Dasar orang alay!" cibir Ocha pelan, sengaja agar Sean tak mendengar perkataannya.

Ocha memutar malas kedua bola matanya, heran kenapa banyak orang tampan yang memiliki karakter aneh di sekolahnya. Sejauh ini, Ocha menemukan dua orang cowok tampan paling aneh di sekolahnya. Yang pertama Sean, karena terlalu higienis dan galak. Yang kedua Axel, karena memang jahat dan sombong. Dan keduanya sama-sama terkenal sebagai tukang bully di sekolah.

😊😊😊😊😊
Selain tidak suka cewek karena ribet, ternyata Sean juga memiliki alasan lain, yaitu karena dia terlalu menyukai kebersihan.

Uuuuuh

Apakah di sekolah kalian pernah ada cogan yang tukang bully??
A. Iya
B. Tidak

I am in danger [TERSEDIA DI GRAMEDIA]Where stories live. Discover now