28) Damn!

343K 21.1K 1K
                                    

Ocha tersenyum saat mencicipi kue kering buatan Atika. Rasanya enak, tidak terlalu manis, dan sensasi coklat dapat memanjakan lidah siapa pun yang memakannya. Ocha sangat bersyukur, mempunyai teman sekamar sebaik Atika.

"Enak banget kue kering bikinan Kakak. Jadi pengen makan terus deh," puji Ocha. Mulutnya tak bisa berhenti makan.

"Makan aja semua. Kapan-kapan aku bikinin lagi," kata Atika dengan senyumnya yang merekah, memperlihatkan deretan gigi putih berbehel. Ia kini asyik melihat-lihat hasil jepretan di kameranya.

"Aku dengar, Kakak menang lomba fotografi di Hongkong. Aku boleh lihat hasil jepretan Kakak, nggak?"

"Ha?" Atika terperanjat kaget. "Hasil jepretanku yang ada di kamera ini kurang bagus. Lain kali aja ya."

"Jangan-jangan ada foto pacarnya ya?" tebak Ocha setengah menggoda.

"E ... enggak!" sahut Atika gugup. "Pokoknya kamu nggak boleh lihat. Kapan-kapan aja ya."

Ocha mengangguk paham. Ia tak ingin memaksa. Jika Atika tak memperkenankan, ya sudah. Ocha tak begitu penasaran dengan hasil jepretan Atika. Ocha kurang tertarik di dunia fotografi.

"Eh bukannya ini malam minggu ya? Kamu nggak kencan?" tanya Atika mengingatkan.

"Aduh!" Ocha menggeprak keningnya sendiri. "Aku lupa! Aku ada janji sama Arvind. Kok bisa aku lupa ya? Mungkin karena aku sangat menikmati kue buatan Kakak hehe."

Ocha bergegas membuka lemari pakaiannya, mengambil asal salah satu baju lalu mengenakannya di dalam kamar mandi. Ia tak terlalu menghiraukan penampilan karena memang ia tak paham dengan fashion.

***

Mata Ocha membulat sempurna saat melihat wajah Arvind babak belur. Sedangkan mulutnya menganga tak percaya. Sepertinya Axel tak main-main dengan ancamannya.

"Ya ampun! Kenapa muka kamu jadi babak belur kayak gini?" dahi Ocha berkerut cemas, tangannya membelai lembut pipi Arvind.

"Nggak tau, Cha. Tadi pagi pas aku mau beli makanan, aku dihadang oleh beberapa orang yang nggak aku kenal. Terus mereka pukulin aku," jelas Arvind.

"Ini nggak bisa dibiarin! Gara-gara aku, Arvind jadi terluka kayak gini," batin Ocha.

Arvind mengeluarkan setangkai bunga mawar merah dari belakang punggungnya lalu memberikan bunga itu pada Ocha, membuat mulut Ocha menganga takjub. Arvind sengaja menanam bunga mawar sejak SMP, berharap tumbuh subur dan bermekaran, sehingga ia bisa memberi Ocha bunga mawar setiap mereka bertemu.

"Di saat kamu babak belur kayak gitu, kamu masih mikirin aku?" alis Ocha terangkat, menerima dengan enggan bunga mawar pemberian Arvind.

"Apa pun buat kamu, Cha."

Ocha tersentuh sekaligus merasa bersalah pada Arvind. Di saat Arvind begitu peduli padanya, ia malah sering terbawa perasaan dengan perhatian yang diberikan Sean. Selain itu, Arvind terluka juga karena Ocha yang tak mau menuruti Axel. Seharusnya, Ocha lebih teguh menjaga hatinya untuk Arvind bukan malah terlena dengan ketampanan dan perhatian Sean.

***

Ocha memencet bel apartemen Axel. Tak lama menunggu, Axel membukakan pintu untuknya. Axel mengulum tawa sambil berjalan menuju ruang televisi, duduk di sofa, mematikan televisi yang masih menyala, lalu bersiap mendengarkan tujuan Ocha datang ke apartemennya.

"Kak, aku langsung ngomong aja. Aku-" ucapan Ocha terpotong.

"Eh iya. Kalau mau masuk apartemen gue, masuk aja. Passwordnya 14122003." Axel menyela.

"Eh itu kan tanggal lahirku!" protes Ocha.

"Jangan ge-er mentang-mentang baru gue tembak. Emangnya di dunia ini, cuma elo doang yang lahir tanggal segitu?"

Ocha menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya, menahan amarahnya sebisa mungkin. Sejak awal, Axel memang membuatnya jengkel setengah mati.

"Semoga aja, Ocha mau jadi pacar gue. Please pilih jadi pacar gue!" batin Axel berharap.

"Aku nggak suka basa-basi, Kak. Jangan bully Arvind lagi! Ini harus jadi yang pertama dan yang terakhir kalinya Kak Axel bully Arvind. Jangan pernah menggunakan Arvind untuk memperalatku lagi. Aku bakal milih salah satu opsi Kak Axel tempo hari kalau Kak Axel mau janji ke aku. Kakak harus janji kalau Kakak nggak bakal bully siapa pun yang aku sayang."

"Iya-iya. Bacot lu! Gue nggak bakal ganggu Arvind lagi kalau lo milih antara jadi vocalist atau pacar gue. Puas?"

"Aku..."

"Please pilih jadi pacar gue. Ayo ngomong! Ayo ngomong kalau lo mau jadi pacar gue. Ayo! Gue bakal kasih lo apa pun yang lo mau," batin Axel penuh harap. Bahkan otot-ototnya menegang, melebihi saat ia menonton film horor.

"Aku mau jadi vocalist di Band Kakak."

Sekujur tubuh Axel melemas tak bersemangat setelah mendengar jawaban Ocha. Harapannya pupus. Secara tidak langsung, Ocha telah menolak cintanya. Memang benar Axel butuh vocalist band karena suara Karin tak semerdu dulu. Tapi Axel lebih membutuhkan seorang pacar seperti Ocha.

"Sepulang sekolah jangan lupa datang ke ruang ekstra band metafora. Kita langsung latihan." Axel memijat pelipisnya yang terasa pusing, kecewa berat dengan pilihan Ocha.

"Tapi aku harus ngelesin Lisya jam 7 malam." Ocha mencari-cari alasan.

"Eh lo itu bego atau gimana sih? Kita kan pulang jam setengah lima. Masih ada waktu 2,5 jam buat latihan."

"Berarti nggak mandi sore dong. Bau ketek dong."

"Orang ganteng mah nggak pernah bau ketek. Elo kali yang bau ketek."

"Ogah ah. Aku mah nggak pede kalau nggak mandi sore."

"Ya gini aja, lo bawa baju ganti dari asrama, terus lo mandi di sekolah. Terus kita latihan jam lima. Beres kan?"

"Ya udah deh. Selesainya jam enam tapi. Soalnya sholat maghrib dulu terus aku mau siap-siap ke rumah Lisya."

😊😊😊😊😊

Wowowowow

Bagaimana jadinya jika Ocha jadi vocalist band ya?

Bagaimana jadinya jika Ocha jadi vocalist band ya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



I am in danger [TERSEDIA DI GRAMEDIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang