41) She Is Mine

348K 20.9K 1.9K
                                    

Sean membatu saat melihat Ocha tengah berbincang-bincang dengan Pak Ardiaz dan Axel

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sean membatu saat melihat Ocha tengah berbincang-bincang dengan Pak Ardiaz dan Axel. Tangannya mengepal marah. Dan dia tak bisa berbuat apa-apa. Dia tidak bisa bertindak gegabah. Acara malam ini adalah acara yang sangat besar. Banyak kolega Pak Radeya yang juga hadir di acara tersebut. Mau tidak mau, ia harus menahan emosinya.

Pak Radeya tiba-tiba datang dan membuyarkan pandangan Sean yang tertuju pada Ocha. Dia kemudian mengajak Sean untuk berbincang-bincang pada rekan-rekan bisnisnya. Bagaimana pun juga, cepat atau lambat, Sean akan menjadi penggantinya sebagai CEO.

Sembari berkenalan pada rekan-rekan kerja Papanya, mata Sean sesekali memantau Ocha dari kejauhan. Ia mencari timing yang pas untuk mengajak Ocha pergi dari pesta dan meminta penjelasan mengapa Ocha bisa datang bersama Axel.

Tiba saat Pak Ardiaz mengakhiri perbincangannya dengan Ocha dan Axel untuk menyambut para tamu, Sean bergegas izin pada Papanya untuk ke toilet sebentar. Dan tepat saat Axel tengah sibuk menyapa tamu undangan, Sean menarik tangan Ocha dan membawanya pergi.

"Kak Sean apa-apaan sih?!" Ocha menghempaskan tangan Sean saat sampai di rooftop hotel.

"Kenapa lo bisa bareng sama Axel?" tanya Sean marah.

"Itu bukan urusan Kakak!" jawab Ocha ketus.

"Gue bakal cari tahu kenapa lo nurut banget ke Axel. Ada yang aneh sama lo. Gue tau siapa lo. Elo nggak bakal nurut ke orang lain yang bahkan sering nge-bully elo."

Ocha memanglingkan mukanya. Ia tidak bisa mengadu pada Sean kalau sebenarnya Axel telah mengancamnya. Jika Ocha tak menuruti Axel, maka Axel akan membully Arvind. Sungguh, Ocha tak mau mengatakan hal itu. Ia tak mau hubungan Sean dan Axel jadi memburuk gara-gara dia.

"Tatap gue, Cha." Sean memberanikan diri menangkup kedua pipi Ocha lalu mengarahkan wajah Ocha agar menatapnya. Di mata Sean, Ocha bisa melihat ada sebuah cinta di sana.

Ocha tak mengatakan sepatah kata pun. Ia hanya menatap Sean. Entah mengapa mata Sean terlihat teduh. Jantung Ocha lagi-lagi berdegup hebat saat ia dekat dengan Sean.

"Kenapa jantung gue bertindak sesuka hati gini sih?" Ocha memegang dadanya sendiri, merasakan detak jantungnya yang memang berdenyut tak sesuai dengan kemauannya. "Please, Cha! Dia homo. Kenapa jantung lo suka ke cowok homo?"

"Gue suka sama lo," ungkap Sean.

Mata Ocha melebar kaget. Dadanya seolah-olah ingin meledak mendengar pernyataan Sean barusan. Kemudian mata Ocha mengerjap sembari meneguk ludah, barangkali ia salah dengar.

"Apa gue nggak salah dengar? Kak Sean bilang suka ke gue? Demi apa? Dia kan homo! Mana bisa cowok homo suka sama cewek!" Ocha bertanya-tanya dalam hati.

"Awalnya gue nggak tau apa yang gue rasakan. Tapi ... setiap detik gue pengen dekat sama lo. Gue selalu mikirin lo. Gue kesel lihat lo sama cowok lain. Jadi please! Jangan siksa gue lagi, Cha. Berhenti jalan sama cowok lain," imbuh Sean. Perasaannya sudah tak bisa terlalu lama ia simpan sendirian. Ia memilih mengungkapkannya meskipun tahu kalau Ocha akan menolaknya.

Ocha melepaskan kedua tangan Sean yang masih menangkup pipinya. Lalu ia melangkah mundur dua langkah.

"Kak Sean suka sama gue? Apa gue nggak salah denger? Bukannya dia itu homo? Apa mungkin dia bilang suka ke gue hanya untuk menutupi identitasnya kalau dia itu gay," pikir Ocha suudzon.

"Lo mau kan, jadi pacar gue?" sambung Sean. Ada ketulusan dalam tatapan kedua bola matanya.

"Kak, kita temenan aja ya," kata Ocha tanpa berpikir panjang. Selain takut pada sosok Sean yang ternyata tukang bully, Ocha juga takut jika ia jatuh cinta terlalu dalam pada Sean. Padahal dia sudah memiliki Arvind. Bagaimana pun juga, ia tidak bisa menghianati Arvind begitu saja hanya karena jantungnya tidak bisa ia kontrol setiap kali dekat dengan Sean.

"Gue akan tunggu lo, Cha."

"Jangan tunggu aku, Kak."

"Gue bakal tetap nunggu meski lo larang gue. Karena gue yakin, lo bakal suka sama gue."

"Aku udah suka ke Kakak." Ocha membatin.

Ocha terlonjak kaget saat Sean melangkah maju satu langkah, menarik pinggangnya, lalu memeluknya erat-erat. Mata Ocha melebar. Tentu saja dadanya semakin berdebar tak karuan. Ocha bahkan bisa mencium betapa harum pakaian yang Sean kenakan. Pelukan Sean terasa begitu hangat dan begitu nyaman. Rasanya Ocha ingin berlama-lama di sana.

Sean kemudian menempelkan telinga Ocha ke dadanya. "Lo denger kan? Itu suara jantung gue saat gue dekat sama lo doang."

Ocha mendengarnya. Irama degupan jantung Sean terdengar sama cepatnya dengan degupan jantung yang ia miliki.

"Bagaimana mungkin seorang gay bisa deg-degan kayak gini saat meluk cewek? Apa Kak Sean bukan seorang gay?" Ocha mulai berpikir rasional.

Ocha perlahan mendorong pelan dada Sean, melepaskan diri dari pelukan hangat itu. Rupanya Ocha sudah dibuat kehabisan kata-kata karena pelukan itu. Otak jeniusnya mendadak menjadi bodoh dan membuatnya linglung.

"It's okay kalau lo nggak mau jadi pacar gue. Tapi untuk malam ini, gue mau antar lo pulang ke asrama. Gue takut lo dikenal sebagai tunangan Axel kalau lo terlalu lama berada di pesta. Ayo!" ajak Sean. Ia meraih tangan Ocha dan mengajaknya menuju tempat parkir.

Ocha terhipnotis. Semua ucapan Sean terdengar benar di telinganya. Ia bahkan lupa bahwa Sean bukan orang baik. Yang Ocha tahu saat ini, dia bahagia karena Sean menggenggam erat tangannya. Ocha tidak melawan dan hanya menurut. Rupanya cinta mulai menipiskan logikanya.

😊😊😊😊😊😊😊
Apakah Axel bisa membalikkan keadaan saudara-saudara?

Seberapa gregetnya elo ke Sean?

Vote dan komen biar author semangat terus

Oh iya. Mohon doanya ya... Besok author mau ikut ujian hehe

 Besok author mau ikut ujian hehe

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
I am in danger [TERSEDIA DI GRAMEDIA]Where stories live. Discover now