12) Without Formality

401K 25.9K 2.9K
                                    

Penolakan Ocha membuat Axel marah besar. Dia menggebrak meja, melempar piring hingga pecah, lalu menumpahkan sup buatan Ocha hingga membasahi seluruh lantai ruang makan. Axel begitu marah karena sebelumnya, tidak ada yang berani menolak perintahnya. Ocha benar-benar cewek lancang, batin Axel.

Untuk meredam amarahnya, Axel melangkah ke kamar mandi, melepas pakaian, memutar tuas untuk menyalakan air, lalu berdiri di bawah shower agar rambutnya terbasahi. Ia memejamkan mata, sekelebat bayangan punggung mungil Ocha muncul begitu saja. Axel membuka matanya cepat, heran mengapa bayangan punggung kecil Ocha mengacaukan pikirannya.

"The next target, Okalina Taruni." Axel tersenyum miring, bersumpah dalam hati akan membully Ocha selama 100 hari ke depan. Ia tak terima jika Ocha resign sebagai manager Band-nya dan menolak menjadi tukang masak untuknya.

Setelah selesai mandi, Axel mengambil handuk kering dan melilitkan ke pinggangnya. Bau sup daging semerbak di seluruh ruangan saat ia keluar dari kamar mandi. Ia baru ingat, ia sengaja menumpahkan sup tersebut. Tak berpikir panjang, Axel menyuruh salah satu korban bully-nya untuk datang ke apartemennya dalam waktu 15 menit untuk membersihkan sisa sup yang tumpah di ruang makan.

***

Ocha berkacak pinggang, mencari Faril yang sedari tadi tak bisa ia temukan di rumah yang begitu besar itu, rumah keluarga Radeya. Di rumah itu, ada dua kamar yang tak pernah Ocha lihat di dalamnya. Yang pertama adalah kamar Pak Radeya, dan yang kedua adalah kamar Sean.

Ocha menggeleng kuat, tak mungkin jika Faril berani lancang memasuki kedua kamar tersebut. Sebelum tinggal di rumah keluarga Radeya, Ocha selalu menghimbau Faril agar tak memasuki dua kamar itu.

"Apa jangan-jangan si gendut ke kamar Bu Liana? Bu Liana kan sangat suka sama Faril. Mungkin saja beliau mengajak Faril main ke kamarnya," tebak Ocha.

Ocha mulai memutar otak untuk menemukan Faril. Tak mungkin rasanya jika ia berani mengetuk kamar Pak Radeya dan Bu Liana. Ia takut dianggap tidak sopan. Satu-satunya cara adalah meminta bantuan Lisya.

"Sya, boleh ganggu bentar nggak?" Ocha menghampiri Lisya yang asyik belajar memasak untuk praktek besok.

"Iya. Boleh." Lisya mematikan mixernya.

"Boleh minta tolong carikan Faril? Gue udah cari dia ke mana-mana tapi nggak ketemu."

"Aduh maaf ya, Cha. Ini gue lagi sibuk bikin kue dan belom berhasil. Oh iya. Karena rumah ini emang terlalu besar, elo cari aja Faril dari ruang CCTV. Pasti ketemu kok. Minta Pak Amnan bantuin."

Ocha mengangguk dan segera bergegas menuju ruang operator CCTV. Dia meminta Pak Amnan untuk membantunya mencari keberadaan Faril.

Mata Ocha melebar sempurna saat melihat rekaman di mana Faril memasuki kamar Sean. Ocha bingung mengapa adiknya berani memasuki kamar itu padahal sudah berulang kali ia melarangnya.

"Pak terima kasih ya," kata Ocha pada Pak Amnan.

Ocha berlari menuju kamar Sean, mengetuknya pelan, lalu membuka sedikit pintunya setelah terdengar suara Sean yang memperbolehkan. Ocha melihat Sean dan Faril sedang asyik main video game.

"Gendut, ngapain kamu di sini?" tanya Ocha heran.

"Aku diajak main sama Kak Sean," jawab Faril yang meletakkan stick game ke atas meja, takut jika Ocha marah padanya karena ia melupakan jam belajarnya.

"Kamu enak-enakan main game dan nggak belajar?" Ocha berkacak pinggang dengan mata melotot marah, seperti ibu-ibu rumah tangga yang memarahi anaknya.

"Maaf, Kak." Faril menunduk lesu penuh penyesalan.

"Yaelah. Nggak belajar sehari, nggak bakal bikin bego kok." Sean membela.

I am in danger [TERSEDIA DI GRAMEDIA]Where stories live. Discover now