40) A Difficult Question

355K 20.6K 482
                                    

Axel tersenyum senang setelah memikirkan cara untuk lebih dekat dengan Ocha. Kebetulan nanti malam ia harus menghadiri acara ulang tahun perusahaan Ardiaz group. Tentu saja ia harus datang ke acara tersebut. Dia adalah pewaris tunggal. Pak Ardiaz sudah mulai mengenalkannya pada rekan-rekan bisnisnya. Dan Axel berencana untuk membawa Ocha ke acara tersebut.

"Sorry. Aku telat lagi," kata Ocha saat memasuki ruang band.

Axel kembali tersenyum senang saat melihat Ocha. Ia kemudian meraih pergelangan tangan Ocha, menggandengnya erat-erat menuju tempat parkir. Lalu ia mendorong pelan punggung Ocha agar masuk ke dalam mobilnya, tak peduli dengan Ocha yang maronta ingin kembali ke ruang band.

"Iiiih aku nggak mau ikut sama Kakak." Ocha mencoba membuka pintu mobil Axel.

"Eiiiits." Axel menutup rapat-rapat dari luar, membuat Ocha tidak bisa meloloskan diri.

"Kita mau ke mana sih?"

"Bawel!" tegur Axel lantas duduk di kursi kemudi.

"Kakak tuh pemaksa banget sih? Heran deh." Ocha mencebikkan bibirnya, kesal dengan perlakuan Axel yang selalu semena-mena.

Ocha melihat-lihat area yang tak asing baginya. Daerah yang dituju Axel adalah pertokoan elite. Ada banyak butik di sana. Dan seperti yang Ocha duga, Axel berhenti di salah satu butik ternama, membuka pintu mobil, menyuruh Ocha keluar, lalu meraih pergelangan tangan Ocha dan mengajak Ocha memasuki butik tersebut.

Si pemilik butik dan semua pegawai mengangguk sopan saat Axel dan Ocha memasuki butik, membuat Ocha keheranan. Axel adalah pelanggan tetap di butik itu. Ia sering membelikan pacar-pacarnya pakaian mahal dan menghabiskan uang ratusan juta dalam sekali pembelian. Wajar jika dia menjadi tamu VVIP.

"Gaun pesta yang terbaru sebelah mana?" tanya Axel.

"Sebelah sana." sang pemilik butik mengarahkan Axel pada sisi timur ruangan, memperlihatkan deretan gaun mewah yang harganya rata-rata di atas 8 jutaan.

Axel mulai memilih gaun, mencocokkannya dengan warna kulit Ocha. Biasanya, ia tak suka memilihkan pakaian untuk cewek-cewek yang pernah ia kencani. Ia membiarkan cewek-cewek itu memilih sesuka hati. Tapi Ocha berbeda. Cewek satu ini selalu berhasil mendapatkan perhatian khusus dari Axel.

"Lo itu kenapa pendek sih? Jangan-jangan pas bayi, lo itu kurang kalsium." Axel berdecak kesal. Beberapa gaun yang ia pilih terlihat kepanjangan, tak cocok jika Ocha kenakan.

"Enak aja kalau ngomong!" protes Ocha jengkel.

Axel masih sibuk memilih. Ia tak mau harga gaun yang ia belikan untuk Ocha lebih murah daripada gaun yang dibelikan Sean. Pokoknya, ia harus membeli gaun yang lebih cantik dan tentunya lebih mahal. Dalam hal apa pun, ia tak mau kalah dari Sean.

"Bu, mana gaun pesta yang paling mahal di sini?" tanya Axel.

"Tunggu sebentar." Si pemilik butik berjalan ke boneka manekin yang memakai gaun berwarna hitam. "Yang ini, Tuan."

"Hiasan di gaun ini dari mutiara terbaik

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Hiasan di gaun ini dari mutiara terbaik. Dan kainnya di datangkan langsung dari Paris," imbuh si pemilik butik.

Mata Axel memicing, memperhatikan dengan seksama gaun tersebut. Memang benar gaun itu terlihat sangat cantik. Tapi gaun itu terlalu terbuka, tidak cocok dengan karakter Ocha yang cukup galak. Axel ingin membuat Ocha terlihat sexy tapi dengan mengenakan gaun yang tidak terlalu terbuka.

"Lupakan! Gaun itu nggak cocok buat cewek kerdil ini." Axel menunjuk Ocha dengan telunjuknya.

Axel kembali memilih gaun dan pilihannya tertuju pada gaun hitam brokat. Ia menyuruh Ocha agar segera memakainya di ruang ganti. Walau Ocha tidak mau, Axel tetap memaksa. Ia menyuruh para pegawai butik tersebut untuk menyeret Ocha menuju ruang ganti dan membantu Ocha berganti pakaian.

Tak berapa lama menunggu, Axel dibuat tercengang oleh Ocha. Mata Axel enggan berkedip, melihat Ocha yang cocok mengenakan gaun tersebut. Axel bahkan berdehem untuk menghilangkan degupan jantungnya yang mendadak beritme cepat.


***

Axel menyiapkan lengannya untuk Ocha gendeng sebelum memasuki ballroom. Tapi Ocha tak peka, membuat Axel melotot marah dan menggeram kesal. Akhirnya Ocha mengangguk paham dan cepat-cepat merangkul tangan Axel meskipun sedikit malu.

Mata Ocha terbelalak lebar ketika memasuki ballroom. Acara yang ia datangi kali ini jauh lebih mewah daripada pesta ulang tahun Delton. Berbagai macam hidangan tersedia di atas meja. Di sana juga tersedia wine dan kue tart yang menjulang tinggi. Pesta tersebut juga diiringi dengan musik klasik yang terdengar indah. Ocha benar-benar tidak tahu sedang berada di acara apa.

"Xel, lo berani banget ngajak Ocha," kata Bima mengingatkan.

"Berani kenapa?" Axel bertanya-tanya. "Dia kan calon istri gue. Dia berhak mengenal kolega-kolega Ardiaz group."

"Idiiiih." Ocha bergidik jijik, spontan melepaskan tangannya dari Axel. Namun Axel dengan cepat langsung merangkulnya kembali.

"Sean diundang bokap lo ke sini," kata Bima lagi.

"Emangnya kenapa? Ocha kan bukan pacarnya Sean. Dia pacarnya Arvind. Tapi dia calon istri gue," kilah Axel, membuat Ocha semakin kesal. Kata 'istri' yang sering diucapkan Axel selalu terdengar menjijikkan di telinga Ocha.

Axel tak memedulikan peringatan Bima. Ia malah mengajak Ocha menemui Papanya, Pak Ardiaz, yang tentu saja hal itu membuat Pak Ardiaz begitu terkejut karena Axel tak pernah mengenalkan seorang teman wanita sebelumnya.

"Kenalkan, Pa. Namanya Okalina Taruni. Biasa dipanggil Ocha," kata Axel penuh percaya diri.

"Malam, Om." Ocha mengangguk sopan.

Pak Ardiaz hanya membalas dengan anggukan singkat. Lalu ia mengamati penampilan Ocha dari bawah hingga ke atas. Wajah Ocha tidak tampak familiar di mata Pak Ardiaz. Sudah jelas bahwa Ocha bukanlah putri dari keluarga terpandang karena Pak Ardiaz sudah mengamati banyak putri dari keluarga konglomerat untuk dijodohkan dengan Axel.

"Kamu sekolah di mana?" tanya Pak Ardiaz. Setidaknya ia ingin melihat kualitas Ocha, cewek yang disukai putra tunggalnya.

"Saya sekolah di Delton, Om," jawab Ocha sopan.

"Kelas apa?"

"Kelas X-A."

Pak Ardiaz mengangguk. Meski bukan dari keluarga terpandang, setidaknya Ocha memiliki kecerdasan. Tidak terlalu buruk, batin Pak Ardiaz.

"Di kelas, kamu ranking berapa?" imbuh Pak Ardiaz.

"Satu, Om."

Alis Pak Ardiaz terangkat. Menarik! Kebetulan, Pak Ardiaz membutuhkan calon menantu yang cerdas untuk mengendalikan pemikiran Axel yang biasanya terlalu kekanak-kanakan.

"Apa pekerjaan ayah kamu?" Pak Ardiaz melontarkan pertanyaan yang terakhir.

"Papa!" tegur Axel.

"Ayah saya seorang tukang bangunan," jawab Ocha apa adanya.

Axel terperanjat setelah mendengar jawaban Ocha yang begitu jujur. Sejak awal, Ocha tak berniat berbohong untuk hal-hal yang menurutnya tidak patut disembunyikan. Memang kenyataannya, dia adalah seorang putri yang terlahir di keluarga miskin. Cepat atau lambat, Pak Ardiaz akan tahu siapa Ocha sebenarnya. Jadi, kebohongan tidak Ocha butuhkan sama sekali. Dan kejujuran itu membuat penilaian Pak Ardiaz turun drastis. Padahal Pak Ardiaz pikir, Ocha adalah putri dari pengusaha baru yang tak terlalu terpandang. Namun ternyata Ocha jauh dari perkiraannya.

😊😊😊😊😊😊😊

Jeng jeng

Dag dig dug nih

Sean yang ganteng belum datang ke pesta

Apa yang terjadi selanjutnya?

Btw, seberapa gregetnya elo pada Axel?

I am in danger [TERSEDIA DI GRAMEDIA]Where stories live. Discover now