30) Latecomer

351K 21.5K 1.1K
                                    

Axel berjalan mondar-mandir di ruang Bandnya, menunggui kedatangan Ocha yang sudah terlambat 4 menit 23 detik. Bahkan Axel sudah beberapa kali melihat arlojinya yang entah sejak kapan bergerak sangat lambat.

"Maaf. Aku terlambat." Ocha membuka pintu sambil menyengir khas.

"Okalina Taruni, karena lo terlambat, maka lo harus jadi pasangan dansa gue." Axel melempar surat undangannya ke arah Ocha. Untung Ocha bisa menangkap surat undangan tersebut dengan sigap.

Alis Ocha terangkat. Undangan tersebut sama persis dengan undangan yang diberikan Sean tadi siang. Ia cepat-cepat mengembalikan undangan itu pada Axel, membuat Bima, Satria, dan Karin menahan tawa. Ini pertama kalinya dalam sejarah bahwa Axel di tolak!

"Kenapa lo balikin?" tanya Axel emosi.

"Aku udah diajak orang," jawab Ocha. Kakinya mundur satu langkah, takut dengan mata Axel yang melotot padanya.

"Siapa yang berani ngajak lo? Sean?"

"Kok tahu?"

"Sialan si Sean!" umpat Axel kesal.

"Kurang gercep lo, Xel!" tegur Bima lantas tertawa bersama Satria dan Karin.

Ocha mengedikkan bahu, tak paham dengan apa yang ditertawakan Bima, Satria, dan Karin.

***

Ocha berjalan menuju rooftop sekolah. Di sana sudah ada Sean yang menunggunya. Ocha tidak terlambat. Hanya saja Sean yang terlalu bersemangat datang lebih awal, tak sabar latihan dansa dengan Ocha.

"Aku terlambat ya?" tanya Ocha lalu mengecek jam di ponselnya, barangkali dia terlambat.

Sean hanya menggeleng.

"Ya udah. Ayo kita latihan! Di mulai dari mana?" tanya Ocha lagi.

Sean mengeluarkan ponselnya lalu memperlihatkan video waltz, salah satu tata cara berdansa di ballroom. Ocha mengamati langkah-langkah dalam waltz. Di video itu dijelaskan bahwa langkah-langkah tersebut dinamakan box step. Seperti biasa, Sean tak suka menjelaskan panjang lebar. Ia lebih memilih instan, download dari youtube, dan membiarkan Ocha belajar sendiri terlebih dahulu.

"Gue yakin kalau lo udah hafal dalam sekali lihat. Ayo kita praktekkan!" Sean berdiri, mengulurkan tangannya untuk Ocha.

Ocha meraih tangan Sean dan mereka mulai berdansa seperti instruksi pada tutorial waltz dari youtube. Mata mereka saling bertatapan. Getaran-getaran aneh mulai menjalar di antara keduanya. Sean suka getaran itu, terasa asing namun menyenangkan.

"Ocha, sadar, Cha. Lo nggak boleh jatuh cinta sama Kak Sean. Dia gay. Lagian, lo udah punya Arvind. Ayo jaga hati!" batin Ocha.

Ocha meneguk ludah kemudian menggeleng kuat-kuat, mencoba menampik getaran aneh yang terus ada setiap kali ia dekat dengan Sean. Ocha tahu betul apa itu. Ocha menyebutnya dengan perasaan suka.

***

Axel memasuki kelas X-A, tak peduli dengan deretan adik-adik kelas yang jingkrak-jingkrak senang saat melihat kedatangannya. Bahkan beberapa di antara mereka ada yang memotret Axel untuk dijadikan wallpaper di ponsel mereka. Axel sungguh tak peduli. Ia hanya ingin bertemu Ocha.

"Di mana Ocha?" tanya Axel pada Lisya yang tadinya sedang asyik mengerjakan latihan soal.

Lisya mendongak. "Ha?" Ia masih kaget dengan kedatangan Axel.

"Ocha di mana?" ulang Axel geram.

"Ocha ada di rooftop."

Axel langsung bergegas menuju rooftop. Langkah kakinya panjang, tak perlu waktu lama bagi Axel untuk tiba di rooftop sekolah. Tapi ia langsung tercekat setelah membuka pintu. Dilihatnya Ocha dan Sean sedang berdansa. Mata mereka bahkan terus bertatapan, membuat tangan Axel mengepal marah. Dan hal yang paling membuat Axel kesal adalah karena ia tidak bisa menegur Sean. Ia sudah berjanji pada almarhum Kakeknya untuk tidak mencari masalah dengan keluarga Radeya.

Axel akhirnya memutuskan kembali ke kelasnya, menendang bangku-bangku, dan kursi-kursi saat ia sampai. Ia marah besar. Ia bahkan melempar barang-barang yang ada di atas meja-meja milik beberapa teman sekelasnya, membuat semuanya menjadi porak poranda.

"Oi ada apa sih? Baru dateng langsung ngamuk-ngamuk." Bima memegang lengan Axel lalu mendudukkan Axel di kursi agar berhenti berbuat onar karena teman-teman sekelasnya mulai ketakutan bukan main.

"Berani-beraninya Sean menyentuh Ocha. Tangan mereka saling berpegangan, sedangkan mata mereka saling bertatapan. Nyebelin banget!" jelas Axel emosi lalu memukul meja dengan kepalan tangannya.

"Oooh gara-gara Ocha lagi rupanya." Bima mengangguk paham.

"Gue nggak suka lihat Ocha disentuh cowok mana pun kecuali gue."

"Xel, kalau lo bener-bener cinta sama si Ocha, berhenti jahatin dia. Lo kan jago bikin cewek jadi baper. Ingat, sebelum Sean berhasil bikin dia baper, lo harus gerak cepat."

"Gimana caranya, Bim? Ocha itu spesial. Gue nggak bisa melakukan rayuan-rayuan yang mainstream ke dia. Gue pengen yang antimainstream."

"Ya udah. Pertama, baikin dia dulu. Terus bikin dia nyaman sama lo. Lalu bikin dia baper. Terus tembak dengan cara yang antimainstream, cara teromantis yang ada di dunia. Gimana ide gua?" Bima menaik turunkan alisnya, merasa idenya begitu hebat.

"Tumben lo pinter!" Axel tersenyum senang, tak sabar menjadikan Ocha miliknya sehingga ia tak perlu bersaing dengan Sean yang merupakan bagian dari keluarga Radeya.

😊😊😊😊😊
Waaaah bergetar

Axel cemburu nih

Ini ekspresi Axel saat ngomong "Tumben lo pinter!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ini ekspresi Axel saat ngomong "Tumben lo pinter!"

Ini ekspresi Axel saat ngomong "Tumben lo pinter!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sean Aurelliano Radeya

Sean Aurelliano Radeya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Okalina Taruni

I am in danger [TERSEDIA DI GRAMEDIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang