32) Is It Love?

357K 21.5K 1.2K
                                    

Semua mata terpana pada Ocha dan Sean yang berjalan memasuki ballroom. Mereka nyaris tak mengenali Ocha karena terlalu cantik. Dengan balutan gaun elegan berwarna hitam pekat, Ocha terlihat bak putri raja.

"Iiiih mereka cocok ya."

"Iya. Ganteng sama cantik."

"Idiiiih cantik dari mana coba? Si Ocha itu nggak cantik sama sekali. Kalaupun dia keterima main sinetron jadi peran figuran, paling-paling dia cuma jadi mangkok bubur."

"Waaah jadi iri deh."

"Itu si Sean matanya katarak kayaknya. Mendingan gue ke mana-mana."

"Aduuuh kayak Lee Min Ho gandeng pembantunya."

"Sean ganteng banget."

"Itu kan Ocha. Kok dia jadi cantik sih?"

Berbagai opini dari pujian hingga hinaan dapat Ocha dengar dengan jelas dan berhasil membuatnya gugup. Ia merangkul lengan Sean, sedikit mengerat saat kegugupan mulai mengintimidasinya.

Tak lama setelah itu, Axel datang bersama dengan Davina. Langkahnya tercekat saat memasuki ballroom, matanya tertuju pada seorang cewek bersanggul yang mengenakan gaun hitam elegan. Kemudian ia mengerjap, barangkali salah lihat. Iya benar! Itu Okalina Taruni, cewek yang membuatnya jatuh cinta dan membuatnya terlihat seperti orang bodoh akhir-akhir ini.

"Sial! Gue nggak boleh biarin ini terus-terusan. Pokonya Ocha tidak boleh dimiliki orang lain," batin Axel bertekad.

Semua orang sudah mengambil posisi setelah pembawa acara menginstrusikan bahwa acara selanjutnya adalah dansa. Sean mengulurkan tangannya pada Ocha dan disambut Ocha dengan senyuman. Ocha meraih tangan itu dan bersiap berdansa dengan Sean, mengikuti alunan musik yang membimbing langkah kakinya ke sana- ke mari. Mata mereka lagi-lagi saling bertatapan. Getaran aneh masih tak jenuh untuk datang di antara keduanya untuk yang kesekian kalinya.

"Please, Cha! Sadar! Lo udah punya Arvind. Lo nggak boleh terhipnotis dengan ketampanan Kak Sean," batin Ocha mengingatkan.

"Rasa apa ini? Terasa asing tapi menyenangkan. Jantung gue berdegup lebih kencang seolah usai berlari maraton," kata Sean dalam hati. Dan bodohnya, ia masih belum menyadari bahwa rasa itu disebut cinta.

"Please jantung! Bisa biasa aja nggak? Berhenti berdegup kencang!" pekik Ocha dalam batin.

Bola mata Axel selalu tertuju pada Ocha meskipun ia kini tengah berdansa dengan Davina. Ia kesal. Ia marah. Andai saja ia lebih cepat mengajak Ocha, pasti sekarang ia tak akan sekesal ini. Tapi mau bagaimana lagi? Tak bisa ia pungkiri kalau ia sudah kalah satu langkah dari Sean.

Sekitar 10 menit berlalu. Musik dansa pun selesai. Semua orang mengakhiri dansa mereka. Ada yang bercengkrama dengan pasangan, ada yang menyaksikan performance seorang penyanyi terkenal yang bernyanyi di atas panggung, ada pula beberapa pasangan yang memilih keluar dari ballroom untuk menghirup udara segar. Sementara Ocha lebih memilih mengambil piring dan menikmati hidangan. Ia mengambil sepotong kue stroberi dan melahapnya cepat. Ia sudah sangat kelaparan karena dari tadi siang belum makan apa-apa dan hanya meminum minuman yogurt saja.

Sean terkekeh. Ia selalu suka saat melihat Ocha memakan makanan dengan lahap, seolah semua menu terasa lezat di lidahnya. Ocha bahkan tak sadar bahwa Sean memperhatikannya sedari tadi.

Ocha mengambil sepotong kue lagi. Kali ini kue coklat. Ia kemudian memakannya cepat dan berhasil membuat Sean terkekeh lagi. Tanpa sadar tangan Sean menjulur menuju bibir Ocha, membersihkan sisa cream di sudut bibir Ocha dengan jemarinya.

Ocha tercekat dengan mata melebar kaget. Sekujur tubuhnya memanas dan membuatnya spontan cegukan. Wajahnya sudah merah padam, tersulut getaran-getaran yang terus membuatnya bingung. Ocha menggeleng kuat-kuat, mencoba menampik perasaan itu. Ia melangkah mundur menjauhi Sean lalu berlari menuju kamar mandi.

"Gue gila hek." Suara cegukan masih terdengar di setiap sela kalimatnya.

"Hek iya hek gue pasti sudah gila. Gue hek nggak mungkin jatuh cinta hek pada seorang gay hek."

"Tapi kenapa gue ngerasa hek panas?" Ocha berjalan mondar-mandir seraya mengipasi tubuhnya sendiri dengan kedua telapak tangan. Namun sayang, ia tak bisa meredam rasa panas yang menjulur di sekujur tubuhnya.

Ocha menepuk-nepuk dadanya, mencoba menghilangkan cegukan yang masih belum mau berhenti. Ia mendadak bingung seperti orang tolol yang tak tahu harus bagaimana. Ia bahkan tak berani keluar toilet, tak mau jika Sean melihat pipinya yang sudah memerah malu. So lame! Ia jatuh cinta.

😊😊😊
Apakah Ocha dapat menjaga hatinya untuk Arvind?

Vote dan komen yuk buat penyemangat author hehe

Vote dan komen yuk buat penyemangat author hehe

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
I am in danger [TERSEDIA DI GRAMEDIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang