2) A Cruel Boy Beside Me

614K 38.7K 2.5K
                                    

Mata Ocha masih tertuju pada Axel, cowok berambut agak gondrong yang sebagian rambutnya diikat ke belakang itu tampak memilih-milih makanan untuk sarapannya. Setelah puas memilih, alisnya berkerut marah melihat seorang anak laki-laki berkacamata duduk di tempat kesukaannya. Tanpa basa-basi, dengan dagu terangkat, ia menghampiri anak laki-laki berkacamata itu lalu menuangkan sepiring makanan yang telah ia pilih tadi ke atas kepala si anak laki-laki berkacamata tersebut.

Mulut Ocha dan Lisya menganga tak percaya. Belum lima menit mereka masuk ke dalam kantin, mereka sudah mendapatkan bukti bahwa Axel adalah Bad Boy yang benar-benar harus mereka hindari. Ternyata semua informasi itu bukan hanya bualan semata.

"Raditya Ciano." Axel membaca pelan name tag anak laki-laki cupu yang saat ini sedang kelabakan membersihkan wajahnya dengan tisu.

"Dia pasti anak baru sama seperti kita. Dan dia pasti nggak tahu kalau tempat duduk itu adalah singgasana Kak Axel," bisik Lisya ke telinga Ocha.

Ocha kembali meneguk ludah. Entah sudah berapa kali ia meneguk ludahnya sendiri karena ketakutan. Mulutnya kini terasa mengering.

Axel duduk di depan Radit. Ia tersenyum miring menikmati ekspresi Radit yang terlihat sangat ketakutan. Puluhan pasang mata hanya bisa melihat dan enggan untuk menolong. Mereka semua tidak mau berurusan dengan Axel, ketua geng dari kelas XI IPS-A.

"Sebutkan satu kesalahan yang lo lakukan ke gue!" tanya Axel sembari menatap sinis ke arah Radit.

"Sa ... ya saya nggak tahu, Kak," jawab Radit terbata.

"Baiklah. Karena gue baik, gue akan kasih tahu lo kenapa gue marah."

Semua orang menyimak. Ocha dan Lisya masih berdiri kaku di dekat pintu. Sama seperti yang lain, mereka pun tidak mempunyai niatan menolong anak laki-laki yang bernama Radit itu. Mereka juga tidak mau berurusan dengan Axel.

"Lo sudah mencuri tempat duduk gue. Sekarang, sebagai hukumannya, lo harus makan nasi yang belum lo habiskan ini." Axel menunjuk sepiring nasi milik Radit yang sudah tidak layak dimakan karena kotor terkena tumpahan makanan Axel.

"I ... iya, Kak." Radit mengangguk, mengangkat sendok dengan tangan gemetar, lalu memakan nasi tersebut sambil menahan tangis.

"Bagus. Good boy!" Axel menyeringai puas melihat Radit mengikuti perintahnya.

Selama ini, Axel memang gemar membully siswa-siswa yang membuatnya kesal. Dia membuat hukuman seenaknya sendiri sesuai apa yang keluar dari pikirannya. Jika ada yang tidak mau melaksanakan hukuman, jangan harap bisa bersekolah dengan tenang di Delton International High School.

"Lo benar, Sya. Gue harus menghindari Kak Axel," ujar Ocha pelan. Ia mengangguk penuh tekad.

Saat Ocha dan Lisya memberanikan diri melangkah menuju deretan hidangan, kaki mereka lagi-lagi terhenti saat semua mata tertuju pada seorang gadis yang tak sengaja terpereset di dekat tempat Sean duduk. Membuat Sean melepaskan headset di telinganya, menutup buku, lalu mengamati seragamnya yang sedikit terciprati es teh yang tumpah di lantai.

"Kak Sean? Saya nggak sengaja, Kak. Saya minta maaf," ucap gadis bernama Gisel itu. Sama seperti Radit, wajahnya juga tampak ketakutan bukan main.

Sean menatap datar ke arah Gisel yang masih terduduk di atas lantai. Ia mengambil buku dan headsetnya, lalu menghela napas.

"Untung lo cewek. Kalau enggak, gue bakal menenggelamkan lo di kolam renang," kata Sean tanpa ekspresi. Ia memasukkan salah satu tangannya ke dalam saku celana kemudian berlalu pergi.

I am in danger [TERSEDIA DI GRAMEDIA]Where stories live. Discover now