21) I Look After The Bad Boy

370K 23K 898
                                    

Kepala Axel semakin pusing, badannya tiba-tiba terhuyung ke arah Ocha, membuat Ocha gelagapan menangkap Axel. Ocha bisa merasakan suhu tubuh Axel yang begitu panas.

"Kak, Kakak nggak apa-apa kan?" Ocha menepuk-nepuk punggung Axel, tidak ada respon, hanya suara Axel yang meracau tak jelas.

Ocha memapah tubuh Axel ke dalam apartemen dan merebahkannya ke atas sofa. Tangan Ocha merambat, menyentuh kening Axel. Ocha terperanjat.

"Ya ampun, Kakak harus dikompres!" Ocha cepat-cepat mencari baskom, mengisinya dengan air es, lalu mengambil handuk bersih dari dalam kamar mandi.

Axel kembali meracau tak jelas, kepalanya pusing bukan main, baru kali ini ia sakit cukup parah sehingga berdiri pun sulit. Tubuhnya yang lemas rupanya tak membiarkannya beraktivitas seperti biasa.

"Kak, sepertinya Kakak harus ke dokter deh." Ocha memeras handuk yang baru saja ia celupkan ke dalam air es, menaruhnya di kening Axel, lalu mengambil handuk yang lain untuk mengelapi keringat Axel. Ia terbiasa merawat Faril, berperan sebagai ibu bagi adiknya itu.

"Aku nggak butuh dokter," sahut Axel.

"Btw, Kakak udah makan belum?"

"Belum. Emangnya lo mau bikinin gue makanan kayak di drama korea?"

"Idiiiih aku nggak sebaik itu keles. Aku tuh mau pesenin Kakak makanan lewat aplikasi online. Kakak yang bayar tapi."

Axel memutar kedua bola matanya, dengan sisa tenaganya, ia berusaha mengambil dompet dari dalam saku celananya, memberikan dompet tersebut pada Ocha seolah tak ada rasa takut dompet itu hilang atau diambil.

"Pesan sesuka elo," kata Axel tak peduli.

Ocha mengedikkan bahu, menyalakan ponselnya, lalu memesan bubur ayam. Ocha membuka dompet Axel, matanya spontan terbelalak lebar mendapati banyak sekali uang bergambar soekarno-hatta di dalamnya. Selain itu, berbagai macam kartu juga melengkapi wadah-wadah yang tersedia di dompet tersebut.

"Waduh, uangnya seratus ribuan semua. Entar kalau Abang tukang antar makanan nggak punya kembalian gimana?" tanya Ocha bingung.

"Ya udah. Pesen lagi aja. Di pasin pembelian seratus ribu," jawab Axel tanpa berpikir panjang.

Ocha tak mau berpikir. Ia memesan bubur ayam lagi beserta minuman, menuruti perintah Axel yang meminta agar pembelian dipress dengan jumlah uang seratus ribu. Tak lama kemudian, terdengar suara bel berbunyi. Ocha segera membuka pintu, membayar pesanan, lalu kembali duduk di dekat Axel.

"Nih buburnya udah datang, makan gih!" Ocha menaruh kembalian tiga puluh ribu di atas meja, membukakan bubur pesanannya dan menaruhnya di mangkuk.

"Suapin," pinta Axel.

Ocha langsung bergidik takut. "Idiiih ogah."

"Ya udah. Kalau gitu, gue nggak mau makan."

"Emang aku pikirin?"

Axel tak kehabisan akal. "Kalau nggak elo suapin, gue bakal bully pacar lo."

"Ish nih orang bikin gregetan deh," geram Ocha. Terpaksa, ia mengangkat sendok dan menyuapkannya ke mulut Axel.

"Nah gitu dong, nurut. Gue kan jadi nggak perlu pakek kekerasan."

Axel cukup lahap memakan bubur ayam walaupun sebenarnya rasa bubur ayam tersebut kurang sesuai di lidahnya. Tapi ia senang karena Ocha mau menyuapinya.

Axel mengambil dompetnya, mengeluarkan semua uang, lalu mengayunkan uang itu pada Ocha, berharap Ocha mau menerima uang itu. Axel berdecak kesal melihat Ocha yang masih kelihatan bingung dan enggan menerima uang tersebut.

I am in danger [TERSEDIA DI GRAMEDIA]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon