4) I Am Not Cinderella

552K 31.1K 6.4K
                                    

Ocha menyantap makanan dengan begitu lahap. Sengaja ia mengambil nasi sedikit dan lauk yang banyak. Kapan lagi bisa makan makanan enak dan gratis, batinnya senang. Ia tak peduli dengan beberapa pasang mata yang memandangnya rendah karena makan terlalu rakus.

Ocha membuka bekal makanannya, mengeluarkan isinya ke atas piring, lalu menggantinya dengan lauk pauk yang disediakan kantin sekolah. Ia teringat adiknya yang selalu mendambakan daging dan sepasang paha ayam lengkap dengan sambal. Keluarga Ocha terlalu miskin untuk membeli makanan-makanan seperti itu.

Sebelum pulang ke rumah, Ocha mematikan ponsel androidnya, melapisinya dengan kertas dan memasukkannya ke dalam kresek hitam, lalu menyelipkannya di sela buku binder miliknya. Kalau sampai Kakak tirinya tahu, Ocha yakin 100% Kakak tirinya akan merebut ponselnya dengan paksa. Ocha tidak cukup baik untuk terus mengalah.

Kring kring

Suara bel sepeda Ocha disambut senyum sumringah seorang anak kecil berusia 9 tahun. Faril namanya.

"Kak, hari ini Kakak masak apa?" Faril membuntuti Ocha yang berjalan memasuki rumah.

"Tempe goreng dan sayur kangkung." Ocha meletakkan tas ranselnya di atas kasur dan beranjak menuju dapur. Di belakangnya, masih ada Faril yang setia membuntutinya.

"Kak, yang agak asin ya. Soalnya kalau lauknya dikit, suka nggak kerasa kalau nasinya banyak."

"Iya, ndut, gendut." Ocha mengulum tawa, tak sabar rasanya membuat tawa Faril semakin melebar saat tahu ia membawa rendang daging dan sepasang paha ayam.

Setelah selesai memasak, Ocha meletakkan menu sederhana yang ia masak ke atas meja makan, menutupinya dengan tudung, mengajak Faril memasuki kamar, lalu menguncinya agar ibu dan kakak tirinya tidak tahu apa yang ia bawa dari sekolah.

"Kak, ayo kita tungguin Mama sama Kak Bella selesai makan. Setelah itu, kita bisa makan deh. Kenapa kita malah masuk kamar?" Faril bertanya-tanya.

Jika Pak Suyono sedang tidak ada di rumah, Bu Dinar bertindak seenaknya pada Ocha dan Faril. Ia tidak memperbolehkan Ocha dan Faril makan sebelum ia dan Bella selesai makan. Maklum, saat ini Pak Suyono ikut proyek salah satu apartemen di Jakarta Selatan. Ia bekerja sebagai kuli. Wajar jika ia jarang pulang.

Ocha mengeluarkan kotak bekal dari dalam tas, membukanya perlahan, dan membuat mata Faril berbinar senang. Mata Faril bahkan masih belum berkedip, mengamati rendang daging dan sepasang paha ayam yang dibawakan Kakaknya.

"Kak, apa aku boleh makan ini?" mulut Faril menganga takjub, air liur bahkan hampir tumpah dari mulutnya.

"Iya. Tentu saja. Awas kalau kamu nggak bisa habisin!"

Faril dengan cepat melahap makanan yang dibawakan Ocha. Selama ini, Faril hanya bisa memakan daging saat idul adha saja. Itu pun kalau Bu Dinar dan Bella sudah terlalu kekenyangan daging sapi. Jika belum, Faril tak berani berharap bisa memakan setusuk sate pun.

"Makannya pelan-pelan aja, ndut. Nanti keselek!" Ocha terkekeh pelan, mengacak gemas rambut Faril.

"Kak, Kakak beli di mana? Enak banget." Faril bertanya dengan mulut yang masih penuh.

"Kakak nggak beli. Kakak dapat makanan gratis dari sekolah. Makanya belajar yang pinter, biar bisa sekolah gratis, makan pun gratis. Kayak Kakak."

"Iya." Faril mengangguk semangat.

Setelah selesai menunggui Faril makan, Ocha bersiap untuk berangkat bekerja seusai membereskan meja makan dan mencuci piring.

"Eh lo mau ke mana?" tanya Bella ketus.

I am in danger [TERSEDIA DI GRAMEDIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang