"Saya sendiri kok mas. Nggak ada pacar saya."

"Yang itu tadi? Ohh atau si mbaknya ngode saya nih?"

Mulut Ara terbuka lebar. Ini apaan sih tukang parkirnya nggak jelas bener. Bukanya tadi dia nanya pacarnya nggak ditemenin? Lah Ara kan disini sendirian, ga punya pacar pula. Terus apa hubungannya sama ngodein mas-mas parkir sih?

"Okedeh mbak, saya itu orangnya peka kok. Mbaknya mau jadi pacar saya?" Mata Ara semakin melotot.

"Tapi maaf mbak saya udah punya istri di rumah, udah punya anak juga. Saya nggak mau mbak menduakan istri saya. Saya tu udah cinta--" Nah-nah kok nggak nyambung sih. Yang enggak nyambung siapa coba, masa sampai kesana obrolannya.

"Ehm... maaf mas saya permisi." Ara langsung berlari memasuki cafe. Merinding lama-lama dijagongin sama mas-mas parkir tadi. Pede gila lagi. Siapa juga yang ngode. Cuih!

Mata Ara mengitari seluruh penjuru cafe, mencari keberadaan Farel yang seenaknya meninggalkannya tadi. Kemudian matanya menemukan Farel yang tengah asik makan. Ara melangkah dengan lebar kearahnya. Setelah sampai, ia langsung menarik kursi dan duduk. Membuat Farel berjenggit kaget dengan mulut penuh burger dan mata yang melotot.

"Ho-ho...hapain...hi..sini?!"

"Telen dulu bego!"

Farel buru-buru mengunyah dan menelannya. Memperhatikan Ara sekali lagi yang ada di depannya itu.

"Lo sinting apa gimana sih?" Ara melotot, "Saking sayangnya sama helm sampe nggak dicopot gitu? Ra! Didepan ada tukang parkir. Gausah malu-maluim gue napa."

Tangan Ara buru-buru hinggap di kepalanya. Setelah menyadari kebodohannya, ia langsung melepas helmnya dan diletakkannya di kursi kosong samping tempatnya. Tangannya ia lipat di meja, bibirnya mengerucut sebal. Apa Farel tidak penasaran dengan kejadian tadi? Dilihatnya Farel yang masih saja terus memakan burger bignya. Nggak ditawarin lagi! Gue kan juga laper gara-gara ngeladenin tukang parkir agak gila tadi!

Jari-jari Ara mulai mengetuk-ngetuk meja, berusaha mengode Farel yang begitu tidak peka. Pasalnya kali ini Ara lupa tak membawa dompet, kalo bawa mah udah dari tadi ia pesan. Dan untungnya ia tadi tak jadi naik taxi, kalau jadi gimana nasibnya?

Ditempatnya Farel terkekeh. Gengsi digedein sih lo! Jadi laper kan. Dengan rakusnya ia kembali makan dengan gerakan yang slow, berusaha menggoda Ara. "Duhh saosnya ampe luber-luber gini." Ucapnya diikuti jilatan pada jari-jarinya yang terkena lelehan saos.

Alah bodo amat sama gengsi!

"Rel!" Ara menyentak diikuti pukulan keras di mejanya. "Gue juga mau." Ucapnya begitu lirih.

Farel menaikkan sebelah alisnya. "Hem?"

"Itu, mau." Tunjuk Ara pada burger milik Farel yang berada ditangannya.

Pandangan Farel beralih pada burgernya, kemudian menatap Ara disertai senyuman miring. "Gue kan mau pulang! Gue tuh nggak laper, Rel. Gue ngantuk-tuk-tuk! Nggak usah dipaksa makan deh." Ucap Farel menirukan persis apa yang diucapkannya tadi. Tetapi memang dari nada suaranya terdengar lebih lebay dari yang diucapkannya tadi.

"Ish! Itukan tadi sebelum gue ketemu sama mas-mas tukang parkir!"

"Aradella yang uun, apa hubungannya coba laper sama tukang parkir?"

Ara menarik napas dalam-dalam kemudian mengeluarkan dengan kasar. Setelah berkali-kali ia kemudian menceritakan kejadian tadi pada Farel.

"Hahahah.....lo?....hahahah tukang parkir? Hahaha bininya? Lo mau jadi bini keduanya?"

"Bodo!" Ketus Ara. Kemudian ia mengangkat tangan, memanggil pelayan cafe. Bodo amat sama tingkah Farel yang saat ini belum juga menghentikan tawanya.

"Permisi, ada yang bisa saya bantu."

"Minta menunya dong mas." Ara masih saja memandang Farel kesal. "Lo tuh diem deh! Nyesel gue cerita!"

Ara kemudian mengalihkan pandangannya ke buku menu yang sudah ada di depannya. Membalik-balikkan mencoba mencari makanan apa yang akan dimakannya. "Saya pesan burger yang super big 1, kentang gorengnya 1 juga, sama milkshake strawberry."

"Maruk amat lo."

Ara mendelik. "Sewot amat sih, orang yang makan gue, yang bayar juga--" Ara kemudian tersadar. Menggigit bibir bawahnya. "Rel, lo ganteng deh, gue--"

"Alah pasti ada maunya! Apa?" Ucap Farel tahu.

"Traktir yaaa, gue lupa gabawa dompet. Hehe,"

Farel mendengkus kasar. Menjitak kepala Ara hingga rambutnya keluar dari kunciran. "Ishh... lo tuh ya!"

Ehm! Terdengar suara deheman dari sebelah mereka. "Ada lagi yang mau dipesan?"

Kompak Ara dan Farel menoleh ke arah pelayan cafe itu.

"Kak Revan!"

***

Hai hai semua👋

Gimana? Gimana?
Ada yang mau ditanyakan?

Haha absurd banget ya chapt ini, lah bodo amat ya :v

Oh iya ada yang bisa tebak Revan siapa?
Hayoloh siapa hayo

Tunggu di chapter selanjutnya ya😙 Jumpa lagi

Semoga suka❤

About YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang