Ara menggigit bibirnya kuat berusaha mencari alasan yang cukup masuk akal untuk Febby. Pandangan matanya berusaha menghindari Febby. "Ara!" Febby memegang bahu Ara dan membawanya untuk menghadap ke arahnya.
"Gue nggak tau!" Ucap Ara menatap lurus ke arah Febby. "Gue refleks. Gemes aja gitu ngeliat dia ngobatin lukannya asal-asalan! Kaya gabisa ngobatin. Padahal waktu dia ngobatin gue...." ucapan Ara terhenti begitu saja, tersadar akan ucapannya yang kebablasan. Dilepaskannya tangan Febby yang sedari tadi berada dibahunya. Kemudian ia memutar badannya menghadap depan.
"Farel ngobatin lo?" Tanya Febby membeo. Febby baru saja mendengar satu fakta lagi yang disembunyikan Ara. Padahal tadi Ara bilang ia sudah menceritakan segalanya. Tetapi detik ini? Masih dihari yang sama setelah Ara menceritakan yang katanya 'semuanya' di kantin tadi.
Ara memejamkan matanya lagi. "Maaf. Gue nggak bermaksud apa-apa. Gue...gue cuma...."
"Lo nggak perlu cerita, mungkin gue sama Clarissa...."
Disebelahnya Ara menggeleng kuat. Ara kembali menghadap kearah Febby dan memegang bahu Febby persis seperti Febby memegang bahunya tadi. "Kemarin waktu istirahat. Waktu gue bilang gue bawa bekal."
"Gue tau kalo itu. Karena gue tau lo nggak pernah mau bawa bekal, Ra. Tapi gue pikir lo cuma males ke kantin makannya gue nggak maksa lo." Potong Febby cepat.
"Iya, maaf. Kemarin gue berdarah waktu paginya kedorong Farel. Gue nggak tau itu sengaja apa enggak. Intinya gue jatoh dan berdarah. Terus waktu istirahat itu Farel yang obatin gue. Dia beliin gue makanan. Udah Feb cuma itu, nggak ada lagi."
"Lo suka sama Farel?"
Mendengar itu Ara refleks menggeleng. Tidak, ia tidak suka Farel. Ia yakin itu.
"Terus apa namanya? Kenapa lo pake sembunyiin yang itu waktu cerita tadi. Kenapa lo nolongin Farel waktu gue tonjok dia? Padahal jelas-jelas gue tonjok dia ada alasannya. Kenapa lo mau obatin dia juga tadi?"
Ara diam mendengarkan apa yang diucapkan Febby. Ia tidak tahu. Ia tak mengerti.
Tak berapa lama pun pintu UKS terbuka. Farel keluar dengan muka yang jauh lebih baik. Ketiganya saling pandang dalam diam.
"Udah?" Ara mengarahkan pandangannya pada Farel.
Farel mengangguk. "Udah."
"Yaudah sekarang kita ke ruangannya Bu Tuti biar semuanya jelas." Ucap Ara kemudian meraih tangan Febby dan mulai melangkahkan kakinya.
Dibelakangnya diikuti Farel yang berjalan dalam diam memikirkan sesuatu hal yang menggangu pikirannya. Menatap salah satu punggung didepannya.
***
Saat ini mereka bertiga--Febby, Ara dan Farel-- tengah duduk berjejer dan berhadapan dengan Bu Tuti yang sedari tadi masih juga belum membuka suaranya. Ketiga dari mereka juga masih bungkam, enggan untuk berbicara atau menjelaskan apapun kejadian tadi.
Hingga akhirnya terdengar helaan napas diantara mereka, itupun menjadi satu-satunya suara yang ada. "Diantara kalian tidak ada yang mau menjelaskan pada ibu?"
Ketiganya nyaris bersamaan mendongakkan kepala yang tadinya menunduk. Satu persatu saling tatap hingga berhenti pada Bu Tuti di hadapan mereka.
"Saya nonjok Farel karena dia udah celakain Ara bu." Seketika pandangan mata Bu Tuti berhenti pada Febby yang membuka suara. "Ya saya nggak terima. Dia murid baru bu, tapi kelakuannya udah kaya gitu. Nggak cuma dorong tapi dia juga nabrak Ara sampai Ara masuk Rumah Sakit." Jelas Febby masih dengan napasnya yang memburu.
Kali ini tatapan Bu Tuti menjurus tepat didepannya, karena posisi Ara yang berada persis dihadapannya memisahkan jarak antara Febby dan Farel. Seketika pandangan mata Bu Tuti mengarah pada kening Ara yang terbalut kasa. Sungguh, Bu Tuti baru menyadarinya. "Nabrak? Ara, kapan kejadiannya kok ibu nggak tahu."
"Kemarin bu pulang sekolah. Ta-tapi udah nggak papa kok bu. Farel juga udah tanggung jawab."
Farel tak menyangka Ara akan berbicara sedemikian rupa. Pasalnya ia tadi telah menebak kalau Ara akan menjawabnya dengan kata-kata pedas seperti tempo hari. Tapi tidak dengan sekarang, ia merasa dibela?
"Saya nggak sengaja bu, waktu itu HP saya bunyi. Terus saya mau ambil ditas, tasnya ada di bangku samping kemudi. Jadi saya agak nggak ngeh kalo di depan ada orang." Ucap Farel karena ia merasa perlu untuk menjelaskan. "Saya benar-benar nggak sengaja bu. Dan untuk kejadian tadi, saya nggak masalah, mungkin kalo saya jadi Febby pasti juga akan melakukan hal yang sama --"
Bu Tuti memandang satu persatu wajah anak didiknya. Menyunggingkan sedikit senyum kecil. "Febby, walaupun niat kamu baik, tapi caranya bukan seperti ini. Kalau kamu seperti ini sama saja kamu memperbesar masalah. Coba kalau teman Farel juga ingin melindungi Farel seperti yang kamu lakukan. Semuanya pasti tidak akan selesai. Masalahnya akan bertambah besar kan? Ibu tau kamu anak yang baik, kamu nggak akan pernah menyalahgunakan kemampuan kamu untuk hal-hal buruk. Jadi sekarang kalian coba saling memaafkan, bicara baik-baik. Farel juga sudah minta maaf kan sama Ara. Ara juga sudah memaafkan Farel kan?"
Ara yang sedari tadi sibuk dengan pikirannya sendiri pun mendongakkan kepalanya saat mendengar namanya disebut. "Iya bu?"
"Kamu sudah memaafkan Farel kan?"
Ara refleks memandang ke arah Farel. Disana Farel juga lekat memandang Ara. Ada rasa aneh yang muncul lagi didada Ara ketika matanya beradu pandang dengan milik Farel. Rasa itu kembali hadir. Kemudian Ara kembali memandang bu Tuti, berusaha mengenyahkan sesuatu yang aneh itu dari dalam dirinya. "Iya bu saya sudah memaafkan Farel kok."
Bu Tuti lantas tersenyum. "Nah Febby, Ara saja sudah memaafkan Farel masa kamu belum? Ibu nggak minta kamu minta maaf sama Farel. Tapi seenggaknya kamu sama Farel saling memaafkan satu sama lain."
# # #
Hai-hai Farel sudah comeback nih, ada yang kangen? Ululu😄
Huft akhirnya masalah mereka udah kelar ye. Udah gabisa bayangin kalo Febby main tonjok-tonjokan lagi apalagi yang ditonjok Farel😔 makin nggak rela yekan.
Menurut kalian bakalan jadi baik nggak ya mereka? Emm atau jadi musuh-musuhan kek kucing sama tikus? Atau malah jangan-jangan mereka jadi deket kayak jempol sama telunjuk? Aish ngomong apaan sih gw :v
Eh btw Ara suka kali ya sama Farel. Ya gak?🙄 Pantengin terus ya mereka, jan kasih kendor😸
Kritik, saran, komentar dan teman-temannya ditunggu ya😚
Semoga suka❤
KAMU SEDANG MEMBACA
About YOU
Teen FictionPertemuan yang terjadi antara aku dan kamu, ku anggap bukan sekadar kebetulan. Aku tak menyesalinya, sungguh. Karena kupikir, semua itu adalah takdir yang telah digariskan Tuhan untukku. *Cuma cerita anak sekolahan yang udah banyak di dunia orange i...
Chapter 9
Mulai dari awal