3) Damn! He Knows me

Start from the beginning
                                    

"I ... iya. Maaf." Ocha segera membersihkan lokernya cepat-cepat sebelum Axel bertambah marah.

Axel menggeleng tak peduli, menutup pintu lokernya, lalu menguncinya rapat-rapat. Sebelum ia kembali ke kelas, ia sempat menendang pintu loker Ocha, sengaja membuat Ocha terperanjat kaget. Memang menyiksa adik kelas adalah hobinya sejak TK.

"Oi." Axel berhenti lalu berbalik. "Kalau gue ngomong, dengerin, terus respon. Ngerti?!" intonasinya seakan mengancam.

"I ... iya, Kak."

Ocha akhirnya bisa bernapas normal setelah Axel benar-benar pergi. Ia mengelus dadanya, menstabilkan irama napasnya yang tak beraturan. Berbicara dengan Axel ternyata lebih menegangkan daripada menjawab soal-soal olimpiade.

"Cepetan tata yang rapi!" Lisya baru berani mendekat ke Ocha setelah batang hidung Axel tak terlihat.

***

Sean memijit pelipisnya yang terasa agak pusing. Pak Darmono rupanya sangat senang memberinya soal-soal yang setara dengan jenjang S2 jurusan Matematika.

Pak Darmono adalah guru yang dibayar khusus untuk membimbing siswa-siswa yang akan mengikuti olimpiade Matematika. Dia merupakan dosen dari salah satu Universitas ternama. Selama ini, dia selalu sukses membimbing siswa-siswa Delton dalam menjuarai berbagai olimpiade Matematika tingkat Internasional.

"Payah! Gue kayaknya butuh waktu 15 menit buat ngerjain soal ini," batin Sean jengah, kesal karena Pak Darmono semakin gemar memberinya soal-soal sulit.

Sean mengacak rambutnya, melangkah keluar perpustakaan, dan membiarkan bukunya terbuka begitu saja. Ia berencana menjawab soal-soal itu setelah ia buang air kecil di toilet.

Ocha sangat bersemangat memasuki perpustakaan Delton yang terkenal lengkap dan nyaman. Area full wifi, komputer siap pakai, digilib yang tersedia di setiap sudut ruang, CCTV, dan tentunya lengkap dengan beberapa AC yang bertengger di dinding, membuat Ocha merasa bahagia seperti di surga.

Maklum, setelah pulang sekolah, Ocha tidak memiliki waktu untuk belajar. Ia harus bekerja sebagai tukang antar makanan sampai jam 9 malam. Terlebih lagi, ia harus bangun jam setengah lima untuk shalat subuh dan menyiapkan sarapan bagi keempat anggota keluarganya yang terdiri dari ayah, ibu tiri, seorang kakak tiri, dan seorang adik kandung yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Itulah sebabnya Ocha lebih memilih mengerjakan PR di jam istirahat agar ia tak perlu memikirkannya lagi saat pulang sekolah.

"Ha? Buku siapa nih?" Ocha menoleh ke kanan, ke kiri, lalu ke belakang. Dilihatnya sekumpulan soal-soal yang memicu ardenalinnya.

Ocha menengok ke sekeliling lagi, memastikan bahwa tidak ada seorang pun yang peduli dengan buku tipis tersebut. Tangan Ocha mulai meraba kagum pada soal-soal yang nampaknya baru rampung setengahnya. Ia membalik buku tersebut, mencari identitas si pemilik. Namun tak ada. Sampul buku itu masih bersih tanpa coretan.

Ocha pun mengeluarkan bulpoin dari dalam saku seragamnya, menjawab soal-soal itu tanpa permisi, lalu tersenyum bahagia. Kemudian ia tinggalkan buku itu begitu saja untuk mengerjakan PR nya di sudut ruangan tanpa mengetahui bahwa pemilik buku itu adalah Sean.

Sean berjalan memasuki perpustakaan, duduk kembali ke singgasananya setelah mengacak rambutnya sendiri. Ia gemar terlihat berantakan.

Mata Sean sedikit terangkat mendapati soal-soal di bukunya telah terisi lengkap dengan benar tanpa cara. Sean meneliti kembali, barang kali ada orang iseng yang menjawab asal. Tapi dugaannya salah! Semua jawaban memang benar setelah ia koreksi dengan baik. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling, mencari seseorang yang mungkin lebih pintar dari dirinya. Sean takjub karena orang itu mampu menjawab soal-soal itu kurang dari lima menit.

Sean bukanlah sembarang orang. Dia manusia berotak super. Dan dia tidak suka dibuat penasaran untuk hal sekecil apa pun. Ia cepat-cepat menutup bukunya dan pergi menemui operator CCTV sekolah.

"CCTV nomor dua jam sepuluh lewat tiga puluh dua," ujar Sean.

Pak Joyo selaku operator langsung menuruti permintaan Sean, memperlihatkan rekaman CCTV pada kamera nomor dua perpustakaan. Namun sayangnya, CCTV nomor dua ternyata tidak bisa merekam apa pun karena terhalang sarang burung.

Sean tak kehabisan akal. "CCTV nomor lima," pintanya kemudian. Ia tak bisa menyebutkan waktu yang pasti.

"Damn! Kenapa wajahnya tidak kelihatan?" Sean mengumpat saat melihat gadis berambut pendek terlihat bersin-bersin saat tertangkap kamera CCTV nomor lima, di depan perpustakaan.

Sean masih belum kehabisan akal. "CCTV nomor tujuh jam sepuluh lebih lima puluh." Itulah prediksi Sean setelah melihat gadis berambut pendek itu tampaknya akan menuruni tangga.

Namun sayangnya, saat itu Ocha berhenti sejenak untuk membetulkan tali sepatunya di area yang tak tertangkap kamera CCTV. Tak hanya itu, ia juga tidak jadi melewati tangga dan memilih menghirup udara segar di balkon sebelum bel berbunyi. Itulah sebabnya prediksi Sean salah besar.

😁😁😁😁

Siapa ya yang cocok jadi Sean?

Author bingung nih haha

Tunggu terus kelanjutannya ya gaes emmmuaaacch. 😘😘

Apakah Sean akan tahu bahwa Ocha lah yang menjawab soal-soal miliknya?

I am in danger [TERSEDIA DI GRAMEDIA]Where stories live. Discover now