Part 8

2.7K 224 7
                                    

Beberapa saat setelah Reza, Lutfi, dan Hesti keluar dari ruangan Putri.
"Kak Fadil ke depan dulu ya, kalian silahkan ngobrol." Pamit Fadil untuk keluar menemui sahabatnya. Namun saat sudah di luar ruangan Putri, ternyata sahabatnya sudah kembali ke ruangannya bersama Hesti dan Lutfi.

Di dalam ruangan Putri.

"Gimana keadaan lo put?" Tanya Nabila pada Putri.
"Gue gak kenapa-napa kok. Gue cuma kecapean aja." Jawab Putri sambil tersenyum lemah.
"Loh sih dibilangin jangan banyak tingkah juga!" Ucap Rara sambil mencolek hidung Putri.
"Iya iya bawelll." Jawab Putri.

"Put, lo udah gak apa-apa kan?" Tanya Rafli khawatir.
"Santai aja kali raf, gue gak apa-apa kok." Jawab Putri sambil menonjok lemah lengan Rafli.

"Lo tau gak sih put, Rafli khawatir banget waktu lo pingsan. Sampe-sampe dia gak konsen waktu pelajaran bu Weni..." Cerocos Rara yang membuat Rafli tersipu.

Sedangkan Putri memasang wajah santai sambil berkata "ya wajarlah Rafli khawatir, kan dia sayang sama gue. Ya kan Raf?" Ucap Putri sambil menatap Rafli.

"Iya... gue sayang sama lo put." Jawab Rafli sambil menatap Putri penuh arti, namun Putri tak sadar itu. Maksud Putri sayang itu, sayang sebagai sahabat.

Akhirnya mereka melanjutkan obrolan mereka untuk menghilangkan rasa rindu di antara mereka.

Saat di perjalanan menuju ruangan Reza, tiba-tiba ada yang memanggil Lutfi dari arah belakang.

"Lutfi!!" Panggil seseorang sambil berlari kecil ke arah Reza, Lutfi, dan Hesti.

Reza, Lutfi, dan Hesti membalikkan badan ke sumber suara.
"Ada apa far??" Tanya Lutfi sembari menghampiri seseorang yang memanggilnya itu. Sedangkan Reza dan Hesti masih tetap berdiri di tempat yang tadi.

Reza yang melihat adik kakak itu tidak heran jika ada kemiripan wajah diantara keduanya seperti pinang dibelah dua.

Hesti menyipitkan mata memandang ke arah adik kakak itu.

"Gak usah seserius itu juga Dr. Hesti liatnya." Ucap Reza yang melihat Hesti menyipitkan mata.

Hesti mengalihkan pandangannya ke arah Reza.

"Itu Lutfi ada dua?? Kapan dia membelah diri??" Tanya Hesti yang membuat Reza tertawa.
"Hahaha.... emang Dr. Hesti pikir Lutfi itu amoeba apa bisa membelah diri! Lutfi itu punya kembaran namanya Lutfar dan mereka sama-sama dokter Sp. Syaraf di rumah sakit ini. Lutfi itu adik dari Lutfar..." Jelas Reza pada Hesti yang dijawab anggukan.

"Terus cara bedain mereka?" Tanya Hesti sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Sini! biar lebih jelas bedainnya." Ajak Reza sambil menggandeng tangan Hesti ke arah adik kakak yang sedang bicara itu.

"Hai far," sapa Reza pada Lutfar.
"Hai kak... itu siapa? Ceweknya kakak ya?" Jawab Lutfar sambil mengira kalau Hesti adalah kekasih Reza.
"Ya bukanlah... dia ini dokter baru di sini pindahan dari Bandung." Jawab Reza.

"Ohhh... Hai, kenalin namaku Lutfar Syarafuddin dokter Sp. Syaraf di rumah sakit ini sama seperti Lutfi." Lutfar mengulurkan tangannya pada Hesti.
"I-iya. Hesti Andryana dokter Sp. Kanker. Panggil aja Hesti!" Jawab Hesti sambil membalas uluran tangan Lutfar dengan senyum.

"Apa saya bisa bedain kalian?" Tanya Hesti dengan pertanyaan yang sama, yang diberikan pada Reza sebelumnya.
"Bisa lah. Nih perhatiin! gue gak punya gingsul sedangkan Lutfar punya." Sahut Lutfi sambil menunjukkan giginya dan gigi Lutfar.

"Lutfi lebih tinggi daripada gue." Lanjut Lutfar.

Hesti hanya manggut-manggut.
"Ohhh.... aku bisa bedain kalian dengan caraku sendiri. Yang Lutfar punya wajah ganteng, kalo yang Lutfi punya wajah manis." Ucap Hesti dengan polosnya.

Hesti tidak sadar bahwa omongannya membuat dua pria yang ada dihadapannya ini tersipu malu. Reza hanya belum percaya kalau Hesti bisa bicara seperti itu.

"Yaudah... saya kembali ke ruangan dulu. Assalamualaikum." Pamit Hesti sambil meninggalkan ketiga dokter yang masih kaget itu.
"Wa'alaikumussalam." Jawab ketiga dokter itu dengan bengong.

"Woy far!!! Gak usah malu gitu kaliii dibilang gantenggg... apa jangan-jangan lo suka ya sama Dr. Hesti??" Ejek Lutfi yang sudah tersadar lebih dulu.
"Cantik" spontan Lutfar yang membuat Lutfi semakin ingin mengejek abangnya ini.

"Tuhhh kannn... gue bilangin Dr. Hesti lo!" Ejek Lutfi.
"Apaan sih fi! Kan emang bener cantik orangnya." Jawab Lutfar.
"Udah-udah.... gue balik ke ruangan dulu." Ucap Reza sambil meninggalkan dua dokter kembar itu.

Keesokkan harinya.
Di ruangan Reza.

Fadil berada di ruangan Reza karena Reza yang memintanya untuk ke ruangan Reza.

"Kenapa lo gak bilang ke adik lo tentang penyakitnya?" Tanya Reza.
"Lo gak mungkin gak tau kenapa gue gak bilang ke adik gue." Jawab Fadil.

"Terus nyokap bokap lo udah tau?" Tanya Reza lagi yang dibalas gelengan oleh Fadil.
"Tapi dil..." omongan Reza terpotong karena ada suara ketukan pintu.

"Masukk!!" Reza sedikit berteriak.
"Maaf Dr. Reza, tadi saya tidak sengaja mendengar pembicaraan Dr. Reza dan kak Fadil tentang ketidaktauan Putri terhadap penyakitnya." Ucap seorang yang ternyata Hesti.

"Itu sih lo denger semuanya!" Sahut Fadil tanpa melihat Hesti. Sejak bertemu Hesti, Fadil selalu bersikap cuek.

"Aku tau kak Fadil bersikap seperti itu karna dia ingin menutupi kesedihannya." Gumam Hesti dalam hati sambil memandang Fadil. Dan beralih memandang Reza.

"Begini Dr. Reza, saya kemari karna saya pikir assistent Dokter Sp. Kanker dan Dokter Sp. Anastesi yang akan membantu saya sudah datang. Ternyata belum, maaf Dr. Reza kalo saya mengganggu di sini. Saya Permisi." Ucap Hesti.
"Iya tidak apa-apa. Silahkan!" Reza mempersilahkan Hesti untuk keluar dari ruangannya.

Saat Hesti sudah berada di ambang pintu, dia membalikkan badannya dan menatap Fadil sambil berkata "ohh iya kak Fadil... lebih baik Putri tau penyakitnya dari mulut sang kakak walaupun dia harus sedikit tersakiti, daripada dia harus tau dari orang lain itu akan lebih menyakitinya."

Fadil POV.

Aku mendengar semua yang Hesti katakan meskipun aku terlihat mengacuhkan omongannya.

"Benar kata Hesti... Putri akan lebih tersakiti kalau dia tau penyakitnya dari orang lain. Tapi aku gak mau Putri sedih, aku gak mau senyum di bibirnya hilang, dan aku gak mau Putri yang periang berubah menjadi Putri yang pemurung. Aku gak mau itu terjadi." Gumamku dalam hati.

"Yaudah deh za. Gue balik dulu ke ruangan Putri, takutnya dia udah bangun." Aku beranjak dari dudukku dan akan meninggalkan ruangan Reza.

Samar-samar ku dengar Reza berkata "pikirkan omongan Hesti tadi dil!"

Koridor ruangan Sp. Kanker
Author POV.

Saat Fadil melewati ruangan anak Sp. Kanker, langkahnya terhenti karena mendengar suara seorang yang dikenalnya. Fadil mencari sumber suara dan menemukannya di sebuah ruangan anak penderita kanker.

DOKTER ITU MOTIVATOR ADIKKU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang