Part 11

99 12 0
                                    

Hesti masuk ke ruangan Putri. "Permisi... Hallo Putri, kak Hesti periksa dulu ya." Ucap Hesti seakan-akan tidak tau apa-apa.

"Apa kak Hesti seorang dokter Sp. Kanker?" Tanya Putri masih dengan tatapan yang kosong.

"Kata siapa?" Tanya Hesti balik pada Putri.

"Firasat aja, kan setiap hari kak Hesti ke sini periksa Putri. Sedangkan Putri sakit kanker." Jawab Putri mulai menangis karna membahas tentang penyakitnya.

Hesti sudah selesai mengganti infus Putri. Hesti melihat Putri menangis, dia juga sedih kalo liat Putri begini.

Hesti duduk di samping Putri, dia mencoba memegang tangan Putri yang lemah.

Hesti mengangkat wajah Putri untuk menatapnya. Hesti tersenyum "Putri tau kan, setiap manusia di dunia ini pasti menerima cobaan dari Allah. Dan Allah tidak akan memberikan cobaan melebihi kemampuan hamba Nya. Mungkin penyakit ini cobaan buat Putri, tapi Allah yakin Putri pasti bisa melewati cobaan ini. Apa Putri gak mau usaha untuk sembuh?" Ucap Hesti sambil mencolek hidung Putri dengan tersenyum.

Putri justru semakin menangis saat Hesti memperlakukannya seperti adiknya sendiri.

"Buat apa Putri usaha kalo ujung-ujungnya Putri gak akan pernah bisa sembuh dari penyakit ini kak??" Jawab Putri sambil menangis. Hesti menatap iba pasiennya yang satu ini.

Hesti melepaskan genggamannya dan berdiri.

"Gak ada yang gak mungkin di dunia ini put. Kalau Allah sudah berkehendak, yang gak mungkin bisa menjadi mungkin." Jelas Hesti hendak beranjak meninggalkan ruangan Putri.

"Putri tau gak, kak Fadil nangis loh liat Putri kayak gini. Kak Fadil gak pengen adik kecilnya ini ( Hesti mencolek hidung Putri) sedih. Putri gak kasihan apa sama kak Fadil? Putri gak boleh egois. Kak Fadil rela loh siang malam nungguin Putri sampai gak sempet tidur. Itu semua kak Fadil lakuin karna kak Fadil pengen Putri cepet sembuh. Tapi usaha kak Fadil itu akan sia-sia kalo dari Putri aja gak ada usaha." Ucap Hesti sembari meninggalkan ruangan Putri.

Sedangkan Putri menatap punggung Hesti sambil menangis.

"Bukannya Putri egois kak. Putri hanya belum bisa nerima kenyataan ini.... Putri belum bisa." Putri tertidur setelah Hesti keluar dari ruangannya karna efek obat yang disuntikkan pada Putri tadi.

Di luar R. VVIP 220.

Fadil menunggu di depan ruangan Putri cukup lama, dia tidak mau mengganggu Putri dan Hesti yang sedang bicara.

"Loh kak Fadil kok di sini? Kenapa gak langsung masuk aja?" Tanya Hesti pada Fadil yang sedang duduk sambil menatapnya.

"Gue gak mau ganggu lo sama Putri yang lagi ngobrol. Dia terlihat lebih nyaman sama lo daripada gue." Ucap Fadil.

Fadil memegang tangan Hesti dan menatapnya penuh harap. Hesti tercengang saat tau tangannya dipegang oleh Fadil "Gue mohon Hes.... kembaliin senyum adik gue. Gue yakin lo bisa ngelakuin itu, Gue mohon sama lo..." Fadil memegang tangan Hesti sangat erat, membuat Hesti merasakan apa yang Fadil rasakan.

"Insyaallah kak, Hesti akan bantu semampu Hesti." Jawab Hesti sambil melepaskan tangannya dari genggaman Fadil. Sontak Fadil melepaskan tangannya buru-buru pada Hesti.

"Ma-maaf Hes. Gue gak bermaksud." Ucap Fadil gugup. "Iya gak apa-apa kak... emmm Hesti permisi dulu kak. Assalamualaikum." Pamit Hesti canggung pada Fadil karna sikap Fadil tadi. "Wa'alaikumussalam." Jawab Fadil yang merasa tenang saat menggenggam tangan Hesti.

Saat Hesti di perjalanan menuju ruangannya, Hesti masih memikirkan sikap Fildan padanya tadi.

"Kenapa perasaanku jadi gini ya?? Gak mungkin aku suka sama kak Fadil... Hestii dia hanya kakak dari pasien kamu, gak lebih dari itu." Gumam Hesti sambil mengusap wajahnya kasar. Tiba-tiba...

Brukk...

Hesti menabrak seseorang di depannya.

"Aduhh.... maaf maaf ya!! Saya gak sengaja, saya gak liat ada orang di depan." Ucap Hesti minta maaf.

"Iya gak apa-apa." Jawab seorang yang sedang membereskan jas dokternya yang berantakan.

Hesti memandang wajah orang yang ditabraknya lekat-lekat. "Lutfi 2 ya?" Tanya Hesti yang membuat orang yang ditabraknya melihat Hesti.

"Hesti... Lutfi 2 siapa?" Tanya Lutfar bingung.

"Aku Lutfar Hes, bukan Lutfi 2." Lanjut Lutfar.

"Iya itu maksudnya." Jawab Hesti sambil tersenyum manis.

"Lagian kamu kenapa sih?? Sampai gak liat ada orang di depan kamu?" Pertanyaan Lutfar membuat Hesti teringat sikap Fadil padanya tadi.

"Ehh... gak apa-apa. Tadi gak fokus aja jalannya, Maaf ya!" Jawab Hesti.

"Lain kali jangan sampe gak konsen lagi jalannya." Ucap Lutfar.

"Siaapp Pak dokter ganteng!" Jawab Hesti sambil menepuk bahu Lutfar yang lebih tinggi dari dia dengan tersenyum.

Lutfar terpaku karna sikap Hesti, membuat pipi Lutfar merah.

"Dahhh...." pamit Hesti meninggalkan Lutfar yang masih mematung di tempat.

"Ya allah... kenapa aku deg-degan gini?" Ucap Lutfar sambil memegang dadanya yang deg-degan karna sikap Hesti.

"Dooorrr!!!" Lutfi mengangetkan Lutfar dari belakang.

"Astaghfirullah... lo mah ngagetin mulu dateng-dateng!" Sewot Lutfar.

"Yee lo sih ngelamun...gue cariin di ruangan kagak ada. Ternyata lo di sini!" Jelas Lutfi.

"Eehh tunggu deh... kok pipi lo merah sih?" Tanya Lutfi sambil memegang pipi Lutfar yang merah. Lutfar menepis tangan Lutfi.

"OMG... lo pake blash on ya!" Tuduh Lutfi pada Lutfar.

"Enak aja lo... lo pikir gue cowok apaan pake blash on." Jawab Lutfar membuat Lutfi tertawa.

"Hahaha... ya habis pipi lo merah banget. Apa jangan-jangan lo habis ketemu Hesti ya?? Lo habis diapain sama Hesti sampe pipi lo merah gitu?" Tanya Lutfi membuat Lutfar salting.

"Engg... enggak gue gak ketemu Hesti. Sok tau lo!" Jawab Lutfar salting.

"Halah... gak usah bohong! Gue tadi ketemu Hesti waktu nyariin lo dan dia bilang lo di sini." Ucapan Lutfi membuat Lutfar tidak bisa membela diri.

"Udah gak usah dibahas! Lo ngapain nyariin gue?" Tanya Lutfar mengalihkan pembicaraan.

"Bantu gue nyiapin alat CT scan buat periksa Putri." Jawab Lutfi.

"Ok. Ayo!!" Jawab Lutfar sambil berjalan menuju ruang CT scan.

R. VVIP 220.

Fadil duduk di samping ranjang Putri yang masih tertidur semenjak Hesti pamit tadi. Fadil menatap wajah Putri sendu, dia rindu kecerewetan adiknya, dia rindu wajah adiknya saat ngambek. Dia rindu semua itu.

"Maafin kakak put... Kakak gak bisa jagain kamu selama ini. Kakak gak bisa buat kamu selalu tersenyum. Maaf tadi kakak ninggalin kamu, kakak rasa kamu lebih nyaman dengan Hesti dibandingkan dengan kakak." Ucap Fadil menangis sambil menunduk.

Putri sebenarnya sudah bangun, tapi dia tidak membuka matanya. Dia mendengar semua ucapan sang kakak.

"Maafin Putri kak, Putri gak bermaksud buat kakak berpikir bahwa Putri gak butuh kakak. Tapi entah kenapa hati Putri lebih tenang saat mendengar nama kak Hesti. Putri hanya butuh waktu untuk nerima ini semua. Maafin Putri kak..." Ucap Putri dalam hati. Sebulir air mata Putri jatuh, namun mata Putri masih tertutup.

DOKTER ITU MOTIVATOR ADIKKU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang