Part 10

151 14 0
                                    

"Mungkin sudah saatnya aku beritahu Putri... Kakak harap kamu kuat put." Gumam Fadil dalam hati.

Fadil menatap adiknya dengan mata berkaca-kaca, dia menggenggam erat tangan Putri.

"Maaf kalo kakak selama ini nyembunyiin ini dari kamu... tapi kakak lakuin ini karna kakak gak pengen kamu sedih put. Kakak harap kamu kuat nerima kenyataan ini... sebenarnya kamu terkena penyakit Ependymomas/kanker." Ucap Fadil dengan tangan yang masih menggenggam tangan mungil adiknya.

Seketika itu hati Putri seperti tertusuk beribu benda tajam, sakittt itu yang dirasakan Putri.

Putri tersenyum miris dengan mata yang berkaca-kaca. "Tidakkk... kakak bohong kan? Kakak mau ngerjain Putri ya kan?? Gak lucu tau kak bercandanya.." Ucap Putri tidak percaya sambil berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Fadil.

Fadil menggelengkan kepalanya yang membuat air mata Putri jatuh. "Kakak gak bohong Put!" Kata itu berhasil membuat Putri menangis histeris.

"Gak... gak mungkin...hiks...hiks... Kak Fadil bohong!! Kakak bohong!!" Teriak Putri sambil melepas infusnya dengan paksa yang membuat tangan Putri berdarah.

Putri berlari keluar ruangannya, dia benar-benar hancur. Kenyataan itu membuatnya hancur, emosinya tak terkendali, bukan senyum yang hadir namun tangisan yang datang.

"Gak mungkin....hiks...hikss... kak Fadil bohong!!" Teriak Putri sambil berlari tak tentu arah.

Hesti keluar dari ruangan anak Sp. Kanker, tiba-tiba....

Bruukkk....

Hesti terjatuh karna ditabrak Putri yang tak terkendali emosinya.

Hesti kaget saat melihat siapa yang menabraknya sampai terjatuh.

"Putri?? Kenapa dia berlari?? Dia menangis?" Tanya Hesti dalam hati sambil melihat Putri yang mulai berlari gontai. Hesti berdiri dan membenarkan bajunya yang berantakan karna jatuh tadi.

Fadil melewati Lesti dengan berlari, mata Fadil masih tertuju pada sang adik.

"Lohhh kak Fadil juga..??" Gumam Hesti sambil memasang wajah bingung.

Hesti memutuskan untuk pulang karna pasiennya sudah ditanganinya.

Kaki Fadil berhenti berlari karna melihat sang adik yang sudah tak sadarkan diri.

"Putriii..." teriak Fadil dan membawa Putri ke UGD untuk segera ditangani.

Skip malam hari

Kost.an Hesti

Air mata Hesti jatuh, dia rindu pada Ayah Bundanya.

"Bunda... Ayahh... Hesti rindu kalian." Ucap Hesti sambil menatap kedua foto orang tuanya.

"Ya Allah... sampaikan rinduku pada mereka! Lindungi dimanapun mereka berada." Doa Hesti untuk kedua ortunya.

Hesti menangis sampai tertidur dengan tetap memeluk bingkai foto kedua ortunya.

Keesokkan harinya.

Hesti seperti biasa mengerjakan tugasnya sebagai seorang dokter, namun mulai hari ini dia dibantu Aulia (Assistent Dr.Sp. kanker) dan Rani (Dr. Sp. Anastesi) sedangkan Lutfi membantu Hesti hanya saat menangani Putri.

Di ruangan Hesti

Tokk...tokk...tokkk

"Masuk!!" Hesti sedikit teriak, dengan masih fokus pada tumpukan kertas yang ada di mejanya.

"Permisi... Dr. Hesti, sudah saatnya memeriksa pasien dokter." Ucap Aulia mengingatkan Hesti untuk memeriksa pasiennya.

"Ohh.. Dr. Aulia, iya sebentar saya bereskan berkas-berkas ini dulu." Jawab Hesti sambil membereskan berkas-berkas yang dipelajarinya tadi.

DOKTER ITU MOTIVATOR ADIKKU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang