Chapter 4 Part 17

97 13 0
                                    

Gildo

Tubuhku telah runtuh, tulang yang sudah terurai, dan darah yang tidak lagi mengalir dalam nadi. Tapi aku tetap berjalan dan bergerak dipompa oleh semangat dan harapan yang terkandung dalam tubuhku.

"Gildo, kamu kenapa? Apa yang terjadi.. tubuhmu..., Aaaakh" Aku telah bertemu dengan Reina, dia menangis histeris melihat keadaanku, tapi aku hanya membalas dengan senyum melihat dia baik-baik saja. Dia kemudian menggopohku masuk ke salah satu ruangan yang memiliki tempat peristirahatan yang cukup.

"Aku tidak apa-apa sayang, kamu bagaimana kabarnya?"

"Maksudmu apa sayang, lihat lukamu ini, cepat berbaring. Aku akan mengobati lukamu."

"Aku tidak apa-apa Reina, aku tidak akan pulih meski memakai formula Hijau Z-N, tubuhku sudah mencapai ambang batasnya."

"Tidak, kamu tahu aku tidak akan berdiam saja melihat kondisimu ini. Ayo cepat berbaring akan kubuat kamu kembali pulih."

Hah, aku tidak akan pernah menang jika adu mulut denganya. Pendirian dia sangat keras, aku segera berbaring di salah satu kasur di sini dan merasa jika bersama dia rasanya semua masalah akan bisa teratasi.

Dia memberi obat pada luka-lukaku kemudian dibalutnya dengan rapi dan beberapa dijahitnya. Aku meminum obat yang diberikan olehnya, meskipun tidak efektif karena sel-sel pada tubuhku hampir mati karena aku memakai formula penyembuh secara berlebihan. Aku tetap senang karena istriku merawatku disampingku. Sudah berapa lama yah aku seperti ini yah, pulang dengan luka di sekujur tubuh dan Reina sudah bersiap merawatku. Senyumku mengembang melihatnya, dia makin cantik saja.

"Ihh kamu kok ngeliat kayak gitu sih, orang sakit gak usah tingkah aneh-aneh."

"Tidak apa-apa kamu makin cantik saja Reina."

"Ih dasar, selalu saja tiba-tiba ngomong seperti itu."

Beberapa tulangku sudah remuk dengan saraf nadi yang sudah rusak. Tapi aku masih dapat menggerakkan tangan kananku menyentuh kepalanya. Mengelus rambutnya dengan lembut.

"Aku masih ingat ketika kita pertama kali bertemu Reina, aku ditugaskan menyerbu sarang monster dan kamu bertugas sebagai koordinator lapangan."

"Ya, dan kamu sangat brutal waktu itu, tidak mengindahkan perintah komando pangkalan, berperang semaunya."

"Tapi kita menang kan, aku malu juga mengingat diriku yang dahulu, hahaha. Meski begitu aku senang karena itu aku bisa dirawat olehmu, aku masih ingat kata-katamu. Katamu jika aku terluka seperti ini lagi, kamu akan membiarkan aku mati." Aku tersenyum kecil mengingat masa laluku.

"Gimana enggak, overdosis obat penguat, luka sekujur tubuh, tulang-tulang patah. Kalau telat pengobatan kamu bisa mati tahu enggak, untung saja tubuhmu tidak ada yang sampai putus."

"Haha, maafkan aku Reina." Aku kembali mengelus rambutnya, kami saling bertatapan dan tersenyum kecil mengingat masa lalu.

"Tapi setelah itu kita selalu bertempur bersama, aku bertempur di garis depan dan kamu memberi perintah di pangkalan komando."

"Terus kamu selalu menang pertempuran, mendapatkan berbagai penghargaan, sampai diangkat menjadi komandan tertinggi pasukan"

"Dan kamu selalu menemaniku, Reina."

Kami terdiam saling berpandangan dengan senyum yang melebar, ingin rasanya waktu berhenti.

"Setelah pertempuran melawan monster-monster itu aku melamarmu, berharap semoga Forste tetap damai."

Kemudian aku meletakkan tanganku ke perut Reina.

"Bagaimana, kabar buah hati kita Reina?"

"Tidak usah khawatir sayang, dia baik-baik saja."

The Lost ExistenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang