Chapter 4 Part 3

247 20 4
                                    

Linda

Sudah 12 tahun sejak aku bertemu denganya, tapi meskipun sudah selama ini aku sama sekali tidak merasakan kedekatan denganya. Ketika dia dikenalkan oleh kakakku, atau ketika dia selalu datang ke rumah bertemu dengan kakakku. Aku tetap menganggapnya seperti orang asing. Orang yang dekat bagiku hanyalah mesin-mesin yang kuciptakan dan kakakku. Dan kejadian 10 tahun lalu yang telah merenggut satu-satunya manusia yang dekat denganku. Siapakah yang harus disalahkan? Apakah aku marah kepadanya? Tidak, bahkan rasa kecewa atau sedihpun tidak ada. Hanya rasa pasrah yang tersisa pada diriku. Satu-satunya pegangan hidupku telah direbut dan membuat diriku menjadi kosong. Senyumku selama ini hanya sebagai topeng emosi. Bahkan kemarahan yang membara pada diriku hanya menutupi diriku yang sudah pasrah, pahlawan yang dijanjikan pun tidak akan dapat menolong bangsa kami.

Bahkan saat ini ketika aku menenangkan anak buahku, aku menggunakan topeng palsuku itu.

"Jangan khawatir tetap semangat, jika kita terus berusaha dan mensupport mereka semua masalah ini pasti dapat kita lewati."

"Iya bu kita tetap semangat, kita semua pasti dapat melewati masalah ini bu." Mereka membalasku dengan semangat, tapi aku tahu mereka juga memakai topeng yang sama seperti diriku. Tubuh mereka yang gemetar ini menunjukkan bahwa mereka hanya membalas karena itu tugas dari mereka tanpa kesungguhan pada hatinya.

Aku tahu mereka semua seperti diriku juga. Tidak ada harapan lagi pada diri mereka, hanya menjalankan tugas yang telah dibebankan tanpa kesungguhan sama sekali. Ya kalau tahu sudah akan mati, kerjakan sajalah apa yang kita bisa, meskipun tahu tidak ada gunanya.

Sudah ada 300 mecha yang sudah kami luncurkan, dan sekarang tinggal 100 mecha lagi. Meskipun mereka mendapat tekanan yang besar seperti ini, kerja mereka tetap cepat, diri mereka tetap tenang menjalankan prosedur-prosedur penanganan mecha. Tidak ada yang lolos dari pengecekan mereka dan perbaikan dari mecha-mecha itupun dijalankan dengan tepat. Akupun mengembangkan senyum bangga terhadap mereka, mereka yang mencuri pandang terhadapku pun tersenyum kembali. Mereka pun bekerja dengan lebih semangat lagi melihatku mengawasi mereka.

Namun, ini semua tidak berguna. Mereka bermalas-malasan pun tidak masalah karena akhirnya pun kita semua akan mati. Senyum yang kukembangkan tadi pun jugalah topeng, perasaan aku sebenarnya adalah kasihan terhadap mereka, bertahun-tahun bekerja tanpa arti, hanya menjalankan tugas yang dibebankan tanpa guna sedikitpun. Meskipun begitu aku tetap menggunakan topengku ini, tersenyum melihat anak buahku yang bekerja dengan penuh semangat.

"Rina sudah sampai mana progress persiapan mecha?" Aku bertanya kepada asistenku, gadis berambut merah panjang yang memantau persiapan mecha di sini.

"Baik bu sisa mecha yang sedang dikerjakan sekitar 80 lagi, perkiraan persiapan mecha untuk selesai diluncurkan kira-kira 30 menit lagi."

"Bagus, tetap pertahankan kinerja kalian." Aku mengembangkan senyum lagi terhadapnya senyum yang palsu.

"Oh ya Rina apakah ada masalah yang ingin kamu sampaikan?"

Dia melihat ke layar benda elektronik berbentuk kotak yang di senderkan di lengan kirinya. Bentuknya seperti miniatur dari layar kontrol di ruang utama tapi memiliki fungsi yang hampir sama tapi lebih kecil dan praktis di bawa jalan.

"Tidak ada masalah bu, tapi ...."

"Ada apa? Ada yang aneh?"

"Sistem security di ruangan A2 tampaknya tidak berfungsi tapi kamera tidak menampilkan hal yang janggal, hah bentar... sistem pengamanan di depan gerbang tiba-tiba mati."

"Zrassh"

Aku melihat ke arah suara tebasan itu. Sebuah pintu baja yang dapat menahan serangan bom dengan kekuatan besar terbelah dengan gampangnya seperti tidak ada ketahanan sama sekali. Gerbang itu bagaikan kertas dibelah oleh pisau yang terus berlanjut menebasnya hingga terbentuk sebuah lubang yang cukup besar.

The Lost ExistenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang