Chapter 3 End Fall Of The Empire

367 29 1
                                    

"Maafkan aku Rianna."

Aku masih terbayang dengan kejadian itu. Peristiwa tragis yang masih saja membuat darahku bergejolak ketika mengingatnya. Peristiwa itu seperti baru saja terjadi kemarin. Bagaimana tidak, jika aku masih memimpikanya dalam tidurku. Mimpi buruk yang tidak pernah berhenti menghantuiku. Tapi tidak ada niatku sedikitpun untuk melupakanya. Sebelum aku berhasil menghabisi mereka.

Sejak sepuluh tahun yang lalu, aku tidak pernah melupakanya. Pertempuran yang menghabisi bangsaku. Pertempuran melawan bangsa Styr, parasit-parasit yang biadab itu. Dan di saat itulah aku merenggut nyawamu Rianna, istriku yang tercinta. Meskipun aku telah melepaskanmu dari jeratan parasit itu tapi dosaku ini tidak akan dapat dimaafkan. Tapi maukah kamu menunggu sebentar lagi sebelum aku bertemu kembali denganmu. Sejak sepuluh tahun inipun aku tidak pernah berhenti merencanakan saat-saat aku membersihkan planet ini dari parasit-parasit itu sampai ke akar-akarnya. Besok aku akan melaksanakan tugasku membunuh pemimpin bangsa ini, Raja Forste.

"Triiing"

Aku mendengar nada dering dari mesin penghubungku, nada ini adalah panggilan darurat.

"Ada apa?" Aku mengaktifkan mesin penghubungku.

"Aaaaah ..., aaah." Suara dari balik mesin penghubung ini terdengar gelisah dan cemas. "Raja ... raja

..." Suaranya pun terbata-terbata hingga tidak terdengar jelas olehku.

"Tenang Allita, katakan dengan jelas apa yang terjadi." Aku mencoba menenangkanya dengan suara lembut supaya bisa memberikan berita dengan jelas.

"Raja telah dibunuh ..."

Kata-katanya membuat diriku terdiam, apa yang sebenarnya terjadi?

...

Aku segera menuju ke markas pasukan, dan terasa hiruk pikuk suasana di tempat ini. Para petugas memonitor situasi dan para pasukan sudah bersiap untuk lepas landas menggerakkan mechanya. Meskipun ini adalah peristiwa yang tidak terduga, ini adalah situasi terburuk, kami sudah kecolongan.

"Selamat datang Komandan. " Seorang wanita berambut pirang menyapaku dan nadanya tetap tenang, tidak ada kegelisahan sedikitpun. Pakaian resmi yang lengkap dengan lencananya yang berbeda menunjukkan pangkatnya yang lebih tinggi dibandingkan prajurit-prajurit di sini. Dia adalah Letnan Nadeele, ajudan yang paling kupercayai. Dia yang bertugas menggantikan ruang komando ketika aku pergi. Dan tampaknya tugasnya telah dikerjakan dengan benar, meskipun hiruk pikuknya tempat ini mereka tetap dalam kontrol yang baik.

"Katakan situasinya Nadeele."

"Ya kami sudah memobilisasi pasukan sejak terbunuhnya raja di Singgasananya."

"Apa? Ruang singgasana?" Aku tidak percaya dengan katanya-katanya. "Apa yang pasukan kerajaan lakukan?"

"...." Dia agak terdiam sebentar sebelum membalas perkataanku. " Mereka semua sudah terbunuh bersama dengan raja."

Pasukan kerajaan, pasukan yang terbaik di sini. Bahkan aku sudah melakukan berbagai persiapan bertahun-tahun untuk melawan mereka. Hanya ada satu orang yang dapat mengalahkan mereka.

"Siapkan mechaku."

"Sudah komandan, anda bisa segera berangkat."

"Baiklah dimana posisi target sekarang?"

"Menurut radar yang kami pantau, posisi target sekarang sedang berada di blok 3A2S. Kami sudah mengatur GPS komandan untuk memantau pergerakan target."

"Bagus kamu memang bisa kuandalkan. Sekarang saatnya aku menuntaskan pertempuranku yang belum usai."

Aku segera menuju ke mechaku dan sebelum itu Nadeele mengucapkan salam keberangkatan.

The Lost ExistenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang