Chapter 3 Part 10

257 26 0
                                    

Heinz melihat ke arahku dengan ekpresi yang serius dan penuh dendam. Dia tidak meremehkanku lagi, aku tampaknya sudah menjadi objek yang harus segera di habisi.

"Serang!!" Dia memberi perintah ke lima mecha itu untuk menyerangku. Tubuh mecha yang besar itu tidak mengurangi kecepatan mereka bergerak. Akupun menghindarinya dengan susah payah. Dalam sekejap akupun terdesak. Aku bergerak lebih cepat untuk lepas dari kepungan mereka dan berhasil menjaga jarak. Tapi mereka mengganti seranganya dengan menyerang melalui rudal ke arahku. Aku terhempas terkena rudal yang mereka lancarkan. Luka dari ledakan roket itu tidak berpengaruh kepadaku, karena dalam sekejap aku dapat meregenerasi lukaku. Tapi keseimbangan tubuhku menjadi terganggu sehingga terlambat menghindari ancaman yang sesungguhnya. Mecha itu menyusul menyerangku dengan tombaknya yang tidak dapat kuhindari dengan sempurna. Tangan kiriku terluka, luka yang tidak dapat segera sembuh.

Aku mencoba menjaga jarak kembali tetapi mereka melanjutkan serangan menggunakan laser dan rudal. Sudah jelas posisiku terdesak dan tinggal menunggu waktu untuk kalah. Luka-lukaku pun bertambah banyak dan darahku mengalir deras.

Tetapi ini belum cukup. Trik apapun yang dikeluarkan Heinz, tidak akan dapat mengalahkanku. Mecha-mecha yang dia kerahkan tidak dikendalikan oleh pilot, tapi bergerak otomatis dikendalikan mesin. Perlu cukup waktu untuk mengetahui polanya, dan sekarang mecha-mecha ini tidak akan dapat menyentuhku lagi.

Mereka kembali melancarkan serangan brutal kepadaku. Rudal, laser dan tombak. Tetapi tidak ada satupun serangan mereka yang mengenaiku. Aku seperti bermain melawan anak kecil. Heinz terlihat gelisah melihat pasukan yang dikirimnya tidak efektif melawanku.

"Cepat habisi dia!!" Nada amarah dan putus asa terdengar pada suaranya.

Salah satu dari mecha itu menerjang dengan cepat menyerangku. Aku sudah tahu apa yang mecha ini akan lakukan. Aku menghindari serangan tombaknya dengan rapi kemudian menyerang menggunakan pedangku ke bagian yang tidak terlindungi pada tubuh mecha itu, yang membuat mecha itu terbelah menjadi dua. Sekarang mecha itu tersisa 4, mereka bergerak dengan hati-hati melawanku, meskipun akan mudah bagiku melawan mereka.

"Apa lagi yang akan kau tampilkan Heinz? Mecha tanpa awak ini tidak akan dapat mengalahkanku."

Heinz hanya diam tidak membalas kata-kataku, biasanya dia membalas dengan emosi yang menggebu-gebu.

"Haah, tampaknya kau sudah pasrah. Baiklah akan kuhabisi kau tanpa terasa sakit sedikitpun"

Aku bersiap menyerangnya tapi tiba-tiba dia tertawa kencang, histeris seperti orang gila.

"Ahahahahaha, wuahahahahaha"

"Ada apa dengan kau Heinz. Apakah kau sudah gila?!!" Dia tetap tertawa tanpa menghiraukan kata-kataku.

"Ahahahahahahaha, tampang percaya dirimu itu aku sudah muak melihatnya. Aku ingin melihatnya berubah menjadi keputusasaan. Aku ingin melihat dirimu berteriak kesakitan, berlutut kepadaku memohon ampun, sebelum akhirnya kucincang-cincang dengan menggenaskan"

Sekarang dia benar-benar gila. Tidak ada ketenangan atau wibawa tersisa dalam dirinya. Apakah karena sudah pupus harapanya maka dia menjadi seperti ini. Namun mengapa aku merasakan firasat yang sangat buruk.

"Semua unit, Force Mode."

Teriakan terakhir dari dia membuat bulu-kudukku bergidik. Kabut terang berwarna hijau menyelimuti tubuh mecha-mecha itu. Teknologi yang sama yang kuterapkan pada mecha Allita. Memaksimalkan energi dari Kristal Eden yang membuat performa mecha menjadi berkali-kali lipat. Meskipun mecha itu tidak berawak aku tidak dapat melawan mecha dengan performa maksimal sebanyak ini. Maksimal dua tapi aku harus melawan empat sekaligus.

Apa yang harus kulakukan? Apa yang harus kulakukan? Apa yang harus kulakukan? Sial, sial, sial. Tidak ada satupun jawaban yang muncul untuk melawan mereka. Hanya dalam beberapa detik, sedetikpun tidak sampai, bahkan sebelum mengedipkan mata. Setelah dia memberi perintah untuk membunuhku.

"Aaaaaah" Aku melancarkan serangan keputusasaan dan dalam sekejap itu juga mecha-mecha itu mengepungku. Tidak ada waktu untuk diriku menghindar, aku akan segera terkoyak-koyak.

...

...

...

"Apa yang terjadi? Kenapa kalian berhenti? Bunuh dia, bantai, cepaaat!!!"

Aku melihat ke sekitarku, ujung tombaknya sudah menyentuh kulitku sebelum sempat mengoyaknya. Mecha-mecha itu berhenti, dan kabut hijau yang mengelilinginya pun sirna. Bahkan tidak terlihat aktifitas sedikitpun. Aku menyadari apa yang sebenarnya terjadi.

"Terima kasih Linda."

Aku segera menebas tubuh Heinz sebelum dia sempat menyadari apa yang terjadi.

"Sialan kau Radit."Aku lanjut menebasnya menjadi beberapa bagian-bagian kemudian aku menembaknya dengan sinar energi sehingga tidak ada sisa dia lagi. Dia tidak akan beregenerasi lagi dan muncul di hadapanku. Dan pertempuran berdarah ini telah usai.

...

Aku melihat ke ujung ruangan ini. Ke arah seseorang yang sedang duduk di singgasana megah yang ditemani penasehat di sampingnya. Pemimpin utama dari bangsa ini serta penghubung utama bangsa Styr. Target utamaku malam ini.

Dirinya tetap tenang, tidak gentar melihatku. Meskipun semua pasukan khususnya telah aku bantai.

"Katakanlah wahai Radit. Ada gerangan apa engkau datang ke hadapanku." Tidak ada nada kecemasan dalam kata-katanya, tetap berwibawa, tenang dan bijaksana.

Aku tidak segera membalas perkataanya. Aku mengarahkan tanganku ke arah penasehat yang di sampingnya. Dirinya dari tadi gelisah dan sekarang dia berteriak histeris melihat arah tanganku. Sebuah sinar terpancar dari tanganku ke arah penasehat itu, yang membuat dirinya terpental. Cara sama yang kuterapkan terhadap prajurit-prajurit tadi. Rasa sakit tak tertahankan yang tidak kunjung habisnya, hingga otaknya pun tidak mampu berpikir bersamaan dengan berhentinya teriakanya. Sekarang tinggal aku dan Raja yang tetap tenang menunggu balasan dari pertanyaanya.

Aku melihat serius terhadapnya, mengintimidasinya. Meski begitu dirinya tetap bergeming seperti tidak memikirkan semua hal yang baru saja terjadi. Pembicaraan ini akan stagnan jika aku tidak melanjutkanya.

"Bagaimana jika aku bilang, aku punya kekuatan untuk menghabisi kalian semua."

"Hmm, ternyata kau hanyalah makhluk kecil yang tidak tahu tempatnya." Sekarang nadanya berubah menjadi angkuh, nada yang sama seperti perkataan Heinz.

"Ini hanyalah permainan kecil, kau tidak tahu seberapa besar kekuatan kami. Dirimu bagaikan batu kerikil yang seenaknya saja kami buat untuk bermain. Dan jika kami sudah bosan, kamu akan hilang dan terlupakan." Nada angkuh dan sombong sesuai dengan cara dia memandangku dengan sebelah mata.

"Hahahahaha, konyol sekali. Kalian yang lari terbirit-birit karena tembakan sinar laser yang tidak dapat kalian ketahui berkata seperti itu."

Dirinya kaget dengan kata-kataku, aura wibawanya pun mulai sirna.

"Dan sekarang kalian ke tempat terpelosok seperti ini mencari keajaiban yang tidak pernah kalian temui. Ketahuilah aku mengetahui dimana keajaiban itu berada. Dan aku juga memiliki kemampuan untuk menggunakanya"

Dia terkejut mendengar perkataanku, ekspresinya berubah serius tidak percaya dengan apa yang kukatakan.

"Hahaha, lihatlah ekspresimu. Wajah sombongmu berubah menjadi takut dan gelisah, seperti murid yang akan diberi hukuman oleh gurunya."

Raja itupun berdiri mengancamku.

"Katakan Radit, dimana sebenarnya Kristal Eden itu berada. Kamu jangan mencoba-coba bermain-main dengan kami. Kekuatan kami jauh dari yang kamu bayangkan."

Aku hanya tersenyum sedikit mendengar kata-katanya. Dengan cepat aku segera berpindah ke sampingnya. Berbisik kecil kepadanya. " Kristal Eden berada di..." tetapi sebelum aku menyelesaikan kata-kataku aku melancarkan serangan dengan sinar kepada raja itu. Raja itu berteriak kesakitan seperti penasehat dan prajurit-prajuritnya. Tubuhnyapun tidak sanggup menahan rasa sakit yang dideritanya hingga tubuhnya berhenti bergerak sebelum sempat mendengarkan lanjutan dari kata-kataku.

...

The Lost ExistenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang