Epilogue.

372 7 2
                                    

Should I go?
Should I love you the same?
Should I stay with you?
Then, What Should I Do?
This is the reason why I have to stay in our relation. That because my heart choose you

~~

Awan putih menghiasi langit yang biru. Ditambah dengan sinar matahati pagi yang mengahangatkan. Tak akan ada pengganti dari semua itu. Pengganti dari cinta yang didapatkannya. Cinta yang di pujinya. Tiada kala Tuhan memberi nikmat.

"Ngelamun lagi? Ya Tuhan, kamu kenapa sih ngelamun terus?" tanya pria itu. Ia menatap seseorang didepannya dengan sendu.

"Gak tau. Akhir-akhir ini aku jadi suka ngelamun. Banyak yang bilang gitu," jawabnya sambil menatap pria itu.

Wanita didepannya menjawab pertanyaannya dengan santai. Ia masih sama seperti lima tahun yang lalu. Angun, menarik, cerewet, dan pastinya cantik. Yah cantik. Ia seorang wanita.

"Mikirin apaan sih?" tanya pria itu.

"Biasalah, masalah rumah. Aku juga gak perlu bilang sama kamu kan, Di. Eleh." jawab wanita itu dengan pelan.

"Rumah kamu kan rumah aku juga," ujar Aldi. Ia kini tumbuh menjadi seorang pria yang sukses dan semakin tampan. Tubuh kekarnya juga masih sama seperti dulu. Apalagi sifatnya, masih suka menggoda wanita. Itu sekarang menjadi hobinya.

"Aldi Alexander! Masih suka gombal ya?!" seru wanita lain dari samping Aldi dia berjalan dan duduk di sofa sebelah Aldi.

Ia mencubit perut Aldi dan menatapnya tajam. Lagi-lagi gadis itu bisa menatap mata hazel Aldi dari dekat. Mempesona. Itu kata yang terlintas di pikirannya.

"Aku gak gombal, sayang." jawab Aldi sambil merengkuh pinggang wanita yang duduk di sampingnya.

"Aldi kok mesra-mesraan di depan aku sih?!" seru wanita lain yang duduk di depannya.

"Baby, tuh kan dia jadi marah-marah." ujar wanita di sampingnya.

"Dia kan hamil sayang, udah biasa ibu hamil kayak gitu. Kamu sabar aja ya," bisik Aldi tepat di telinga wanita di sampingnya.

Tiba-tiba pintu rumahnya terhempas kasar dan berdenting cukup keras. Ada wanita lain yang datang dengan kemarahannya. Wajahnya memerah.

"ALDI! LO APAIN TUNANGAN GUE?! KAN GUE BILANG! DIA GAK ADA HUBUNGAN APA-APA SAMA WANITA DISEBELAH LO ITU!" serunya.

"Astaga, Angel. Ngapain cobak? Baru dateng malah marah-marah?" tanya Gevin yang baru saja datang dari dapur sambil membawa jus jambu di tangan kanannya.

"Noh, si Aldi. Nonjok tunangan gue." jawab Angel sambil menghampiri mereka.

"Lah, ngapain juga Aldi nonjok tunangan lo? Sok ganteng aja tuh tunangan lo, hahaha." ujar wanita disamping Aldi.

"Rasain lo. Sini tante, duduk sama dede imut." ucap wanita di depan Aldi sambil menggosok-gosok perutnya yang sudah membesar.

"Jihan! Gak usah belain Vera knp?! Di, tanggung jawab gak lo?!" teriak Angel.

"Ngel, please. Dia bisa ngulang dari awal lagi kalo dia mati. Itu cuma game, Ngel." jelas Aldi dengan santai.

"Lagian Vera pakek sok bikin gue cemburu. Yaudah sih, gue lampiasin kemarahan gue buat nonjok Putra." lanjut Aldi.

Dan lagi-lagi datang dua orang pria dengan nafas tersenggal-senggal. Mereka menghela nafas lega.

"Lah lo berdua ngapain?" tanya Vera sambil menatap dua orang pria di depan pintu rumah Aldi.

"Nih. Ngejar nenek lampir. Dia kalo maen game gak mau kalah. Sekali kalah kayak gini." jawab Radit.

"Gila. Cepet bange kamu larinya, Ngel." kini giliran putra yang angkat bicara.

"Wah, Jihan sama Gevin disini juga?" lanjutnya.

"Iya nih. Tadi kebetulah aku sama Gevin lewat sini. Yaudah mampir."

"Nah sekarang kan udah ngumpul kalian, gimana kalo kita rencanain liburan kita? Sekalian mengenang kelulusan kita. Udah lima tahun gengs." ujar Vera.

"Nah. Gitu kek dari tadi. Gimana kalo ke pantai?" tanya Angel.

"Gak. Gak. Istri gue hamil. Gak." jawab Gevin.

"Gue juga gak! Di lengan gue ada bekas jahitan kecelakaan waktu itu. Gak. No!" ujar Vera sambil berdiri.

"Gue juga no. Kagak ada pasangan gue kalo ke pantai." ujar Radit.

"Terus gimana?" tanya Angel sambil duduk di sofa.

"Ve, lo yang milihan aja deh. Lo kan udah sering ke luar negeri." ujar Putra.

Vera menatap mereka satu per satu. Mereka semua menganggukkan kepalanya. Mereka setuju dengan usulan Putra.

"Should I?" tanyanya sekali lagi. Mereka kembali mengangguk.

"Korea? Ehm, gue kira itu tempat yang pas. Nah, Dit, gue juga punya temen disana. Cakep, kali aja lo suka. Lagian gue juga mau ada acara disana. Lumayan, tas buatan gue dilirik sama departement store disana." jawab Vera.

"Kesempatan dalam kesempitan lo."

"Bisnis mulu. Tapi gak apa sih. Gue juga pengen ke Korea hahaha."

"Jadi?"

"Korea!" teriak mereka bersama-sama.

Tapi, lag-lagi ada pria yang datang. Ia mengenakan kemeja dan jeans dengan sepatu kets berwarna hitam. Rambutnya yang di cat coklat pun tartata rapi.

"Gue ketinggalan banyak nih." ujar pria itu sambil meletakkan kopernya di dekat meja. Kemudian dia duduk di sofa.

"Banyak banget, Nath." jawab Aldi sambil tersenyum.

"Long time no see bro." ujar Gevin seraya menyambutnya. Dan kembali tersenyum.

"Kemana aja lo? Baru masuk sekolah sebulan. Udah ngilang lagi. Welcome again, Nath." ujar Angel sambil menyalami Nathan.

"So, kita jadi kemana?" tanya Nathan. Mereka saling berpandangan.

"KOREA!"

Nathan tertegun dan akhirnya tetsenyum. "Korea!" teriaknya.

-END-

Should I?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang