Chapter 31: Rahasia pun Perlahan Terbongkar

105 2 1
                                    

Pagi ini cuaca begitu cerah. Bahkan awan putih yang menyerupai salju yang lembut pun tidak nampak di langit yang biru ini.

Gevin mengeluarkan mobil Audi A5-nya yang baru saja di belikan oleh kakaknya. Ia turun dari mobil itu dan masuk kedalam rumah.

"Ma! Sepatu Gevin yang kemarin kemana? Kok nggak ada di lemari sepatu." teriak Gevin dari depan lemari sepatu di ruang keluarga.

"Mana mama tau! Tanya aja sama istri kamu itu!" ujar mamanya dari dalam dapur.

Gevin menghela nafas berat. Ia berjalan perlahan menuju kamar Jihan di sebelah kanan ruang keluarga.

Tok Tok Tok

"Han, kamu tau sepatu aku yang kemarin?" tanya Gevin tanpa masuk ke kamar Jihan.

"Eh? Itu di rak belakang, Gev. Kamu ambil sendiri ya, aku masih mandi nih." sahut Jihan.

Gevin berjalan menuju teras belakang rumah lalu mengambil sepatu nike flyight warna biru dari rak sepatu. Kemudian dia memakai sepatu itu.

Jihan berjalan kearah Gevin yang duduk di kursi sebelah rak sepatu. Ia menatap Gevin sambil tersenyum kecil.

"Han, hari ini kamu ada acara kemana? Kayaknya hari ini mama lagi libur. Kalo kamu dirumah tak—"

"Gak papa, Gev. Aku coba ngedeketin diri sama mama kamu. Lagian 'kan gak baik, mertua dirumah aku malah gak ada." sahut Jihan dengan cepat.

Gevin memejamkan matanya sebentar lalu membukanya. Ia salut dengan Jihan yang sabar menghadapi mamanya. Meskipun mereka dalam satu keyakinan atau agama yang sama tapi mamanya masih belum bisa menerimanya dengan baik.

Namun, jika dibandingkan dengan Vera, meskipun mereka berbeda keyakinan, mamanya malah menyukainya. Memang sikap Vera dalam suatu kata kekeluargaan, ia bisa menjaga apa yang namanya kekeluargaan. Ia begitu baik pada keluarganya.

Tapi hal itu pula yang membuat mamanya tidak merestui jika mereka menikah. Mamanya akan merestui jika Vera mau berpindah keyakinan.

Mamanya pun pernah mengatakan itu kepada Vera secara terang-terangan. Tapi Vera membalas dengan kata-katanya, "Saya tidak tahu siapa jodoh saya, jadi saat ini saya masih belum bisa memutuskan itu. Memang saya serius dengan hubungan ini. Tapi masalah agama lebih serius dari apapun."

Itu adalah salah satu alasan yang membuat mamanya luluh. Begitu pula dengan Gevin. Ia tahu jika sikap Vera terkadang egois. Itu karena dia tidak ingin apa yang sudah dimilikinya diambil oleh orang lain.

"Gev? Kok malah ngelamun?"

"Eh iya. Aku berangkat ya?" ujar Gevin. Jihan mengamit tangan Gevin dan mencium punggung tangannya.

***

"Gev? Kenapa sih? Dari tadi ngelamun mulu?" tanya Vera yang duduk di depannya.

"Tau nih. Mentang mentang udah ada yang nungguin di rumah." sahut Aldi yang duduk disebelah Vera.

"Gue mau cerita. Tapi gue gak tau harus gimana. Ini masalah serius. Gue gak mau mama gue makin gak suka sama Jihan." ujar Gevin.

"Whats wrong, bro? Ayolah, disini ceritanya lo masih sahabat gue. Lo takut bocor? Gak akan lah."

"Bukan gitu, Di. Gue juga gak mau lo makin gak suka sama dia. Gue jadinya gak enak."

"Gini Gev. Okelah, kamu punya alasan sendiri. Paling gak kita bisa bantu masalah kamu. Kita juga gak mungkin diem ajakan?" kini giliran Vera yang angkat bicara.

Aldi menganggukkan kepalanya dengan cepat. Gevin tersenyum lalu menghela nafas.

"Gue pernah denger, kalo dalam agama gue 'kan gak dibolehin nikah kalo lagi hamil, gue curiga dong ya." ujar Gevin.

Should I?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang