Chapter 9: Permintaan Maaf

107 15 4
                                    

VERA POV

Akhirnya, kami pun sampai di tempat yang akan kami gunakan untuk bertemu dengan Jihan.

Kami berada di sebuah Coffee Shop di daerah Jakarta Barat. Aku juga tidak tahu kenapa Aldi mengajakku kesini.

"Tempat favorit kita dulu," bisik Aldi tepat di telingaku.

Aku mengangguk pelan. Kami turun dari mobil yang kami tumpangi. Aku bisa melihat Jihan sudah duduk di dekat jendela.

Kami pun masuk ke dalam Coffee Shop. Aldi menggandeng tanganku menuju ke meja yang telah ditempati oleh Jihan.

"Maaf, kami terlambat," ucap Aldi seraya duduk. Aku duduk tepat didepan Jihan. Jihan tersenyum ramah kepadaku.

"Ya, tidak apa-apa. Oh ya, sebelumnya aku minta maaf jika sebelumnya aku tidak mau kesini." ujar Jihan yang membuatku mengerutkan kening.

"Ya. Jadi begini, aku tahu masalah kalian berdua. Aku sudah tahu semuanya. Kamu, bisa melanjutkan perkataanku, sayang." ucap Aldi lalu menggenggan tanganku dibawah meja.

Aku menelan ludahku dengan susah payah. Aku menggenggam tangannya kuat lalu menatap Jihan. Dia tersenyum kepadaku.

"Maaf," liihku.

"Ya?" tanyanya.

"Lo tau yang gue omongin, Han. Ah ya, gue minta maaf juga buat masalah Gevin. Dan sekarang gue gak bisa ganggu hubungan kalian. Hubungan ini sangat serius bukan? Jadi, mungkin gue terlalu percaya diri atau apa, gue ehm, gue akan melepaskan Gevin buat lo. Jaga dia, Han." ucapku.

Aku bisa melihat Jihan dengan matanya yang berlinang. Matanya berkaca-kaca. Entah apa yang dia rasakan. Hanya saja, aku merasa jika aku benar-benar jahat selama ini.

"Gak papa, Ve. Aku tau kok kalo kamu masih sayang sama dia. Aku juga mau bilang makasih karena sudah menyadarkanku." ucapnya.

Aku kembali mengerutkan dahiku. Kupandang Aldi dalam waktu singkat. Dia terlihat tersenyum padaku.

"Ve, jaga diri kamu. Kamu harus hati-hati. Aku tahu kamu kuat, aku tahu kamu bisa, tapi, aku juga tahu kalo kamu tidak sekuat itu. Aku cuma mau kamu hati-hati. Kamu pasti tahu maksudku." ujarnya sambil menatapku, lalu menatap Aldi.

"Di, kamu harus jagain dia. Aku gak mau kalo kamu nyakitin cewek lagi, karna aku tahu gimana rasanya. Satu lagi, kamu tahu kan apa yang harus kamu lakukan?" tanya Jihan.

Aldi mengangguk dengan senyuman menghiasi wajahnya. Senyuman ini. Senyuman tulus dari seorang Aldi yang sangat langka. Meskipun aku pernah melihatnya, tapi aku bisa melihat jika senyuman itu sangat langka.

Saat aku menatap mereka, hatiku bergerumuh. Entah apa ini. Aku tidak bisa mendeskripsikannya. Tapi aku rasa, aku sedang cem.. Tidak! Tidak mungkin.

"Sayang? Ngelamun lagi?" tanya Aldi yang membuyarkan lamunanku. Aku langsung menatapnya.

"Ehm, tidak." timpalku cepat.

"Oya, kita kan udah disini, kamu mau makan atau gimana? Kamu pasti belum dinner kan?" tanya Aldi.

Tanpa sengaja aku menatap Jihan dengan senyuman diwajah cantiknya. Mereka benar. Jihan tidak seperti yang ku lihat. Bahkan aku yakin jika Aldi sangat mencintainya.

Dia sangat baik. Sangat sangat baik.

"Kamu aja, Di. Aku gak lapar," timpalku. Aldi menganggukkan kepalanya.

"Han? Kamu mau bareng kami?" tanya Aldi yang membuatku melebarkan mata. Namun, aku langsung menetralkan raut wajahku seperti semula.

"Ah, tidak. Aku bisa pulang sendiri. Lagi pula aku bawa mobil kok. Kalian duluan aja." jawab Jihan.

Should I?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang