Chapter 7: Pertemuan

192 18 2
                                    

Vera POV

Malam ini mataku terasa lebih berat dari biasanya. Bagaimana tidak, acara tangis menangis dengan Aldi membuat mataku sedikit membengkak. Aldi memang pandai membuat orang menangis.

Untung saja Bang Dani tidak menanyakan hal aneh-aneh padaku. Hari ini dia mengajakku makan malam bareng teman-temannya. Kata Bang Dani, mereka boleh mengajak keluarga mereka. Namun, Bang Dani hanya mengajakku.

Kadang, aku merenung, ini bukan salah mama-papa. Mereka pergi karena pekerjaan mereka. Mereka pergi demi menafkahi kedua anaknya. Ya, memang mama-papa terkenal. Namun, teman-temanku tidak tahu mereka, kecuali Aldi. Yang mereka ketahui aku tinggal dengan kakakku dan para pembantu.

"Bagaimana Bang?" tanyaku pada Bang Dani mengenai penampilanku. Aku memakai dress berwarna peach kesukaanku. Dan tidak lupa highheels setinggi 7 cm yang membuatku mendekati sempurna. Bang Dani hanya memberi tanggapan dengan mengacungkan kedua jempol tangannya.

"Bang, berarti Kak Reyna datang kesana ya?" tanyaku dengan berhati-hati. Aku takut abang marah lagi jika menyangkut Gevin.

"Khawatir ada Gevin? Aldi juga datang kok. Jangan takut." jawab Bang Dani dengan tenang.

"Aldi?!" tanyaku dengan histeris. Bang Dani menganggukkan kepalanya.

"Kan Aldi juga bagian keluarga kita." timpal abang yang membuatku kacau lagi.

***

Saat tiba di restoran itu, aku menggandeng lengan kiri Aldi. Ingat, dia tukang paksa. Jadi jangan berfikiran jika aku yang benar-benar melakukannya.

Aku baru tahu jika ternyata restoran ini telah di booking untuk acara reuni ini. Ya ini adalah acara reuni SMA Braga. Abang bersekolah disana 2 tahun lalu.

Belum kita duduk. Fakta lain pun datang. Gevin melambaikan tangan pada kami, dan dia sedang bersama Jihan. Dia sekarang memakai kerudung. Aku tersenyum tipis dan mengeratkan tanganku di lengan Aldi.

Aldi menatapku sebentar. Kurasa dia merasakan tanganku yang aku eratkan. Kami menghampiri mereka. Abang memutuskan untuk duduk dengan Kak Reyna.

Kak Reyna tidak datang dengan orang tuanya. Jihan melirikku sambil meringis pelan. Aku masih ingat, dulu apa saja yang pernah kulakukan padanya.

Sebelum kami duduk, Bang Dani sempat berbisik kepadaku dan Aldi, jika harus menghiangkan kata-kata lo-gue.

"Hai, apa kabar?" tanya Kak Reyna padaku setelah kami duduk. Aku tersenyum.

"Baik, Kak. Kak Reyna bertanya seperti lama tidak bertemu saja." ucapku sambil tertawa kecil.

"Memang begitu kan. Sudah berapa lama kamu tidak ketemu kakak. Sudah lama 'kan?" timpal kak Reyna sambil melirik ke arah Jihan. Aku yakin jika dia pasti tersiksa dengan keluaga Gevin yang keras.

"Haha, begitu ya, Kak." jawabku sambil tersenyum. Bahkan mungkin aku hanya bisa tersenyum saat ini.

"Hai, Ve." sapa Jihan.

"Oh, hai. Apa kabar kamu? Makin cantik nih pakai hijab." ucapku seraya berbasa-basi.

"Ah, kamu juga. Em, ini siapa, Ve? Kayaknya aku belum pernah lihat." ucap Jihan.

"Aldi. Aldi Hardiardjo. Pacarnya sekaligus calon tunangan. Ah, nanti kalian juga harus datang ke acara tunangan kami ya. Kak Reyna juga. Kayak gak kenal sama aku aja." ucap Aldi.

"Hehe, biasa, Di. Kan situasinya canggung gini. Oya, aku belum pernah bilang ya. Aku kenal Aldi. Almarhum kakaknya sahabatku." ucap Kak Reyna yang membuat mataku melebar.

Should I?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang