Chapter 38: Amal dan Ice Cream

98 3 1
                                    

Aldi dan Vera kini sudah berada di ruangan papa Aldi. Benar perkataan Aldi sewaktu di aula. Vio sedang duduk di sofa merah yang berada di samping kanan ruangan.

"Kak Ve!" teriak Vio sambil berlari ke hadapan Vera dan Aldi. Vio memeluk kaki Vera dan kemudian Vera menggendong kedalam pelukannya.

"Loh, kalian ngapain kesini?" tanya Rama yang susah berdiri di depan meja kerjanya.

Selama beberapa detik tak ada satupun dari mereka yang berbicara. Hening. Atau bahkan mungkin canggung. Ditambah Rama yang mengenakan setelah jas berwarna hitam dengan dasi dan juga kemeja berwarna putih.

Akhirnya beberapa detik keheningan itu terpotong oleh sautan dari Aldi yang henya mengatakan jika ia dan Vera ingin bertemu dengan Vio.

"Kami akan mengajak Vio, Om. Mungkin Om Rama bisa meyelesaikan masalah dengan kertas-kertas itu." ucap Vera pelan dan tertawa dalam diam.

"Ya ya ya, aku tau maksudmu, nak. Jaga Vio baik-baik. Jangan membuat adikmu menangis lagi, Di!" seruan Rama membuat Aldi menaikkan bahunya. Ia tidak terlalu peduli jika Vio akan menangis. Apalagi ada Vera yang siap menenangkan Vio jika ia benar-benar manangis.

"Mikir apaan sih? Gak guna banget tau gak?" tanya Vera setelah mereka keluar dari ruang kerja Rama.

Aldi membalas Vera hanya dengan menggelengkan kepalanya. Ia merebut Vio dari gendongan Vera. Vio pun menurut dengan memeluk leher Aldi yang sedang menggendongnya.

"Kenapa sih? Ujian juga udah selesai. Ada masalah dirumah?" tanya Vera yang berjalan beriringan dengan Aldi.

"Ngerasa ada yang aneh aja. Kayaknya acara ini gak akan berhasil." jawab Aldi sambil menatap lekat mata gadis didepannya.

"Ya usaha dulu. Kalo nggak ada usaha mana bisa berhasil." gumam Vera pelan.

"Guys!" teriak Lion dari arah berlawanan.

"Ngapain? Dikejar sama dedek emes lo?" tanya Aldi sambil menyipitkan matanya, menatap Lion yang menetralkan detak jantungnya.

"Anak-anak 'kan udah pada pulang. Anak kelas kita balik lagi bawa barang yang mau di amalin. Nah, barangnya hanyak banget. Gue bingung kudu di taroh mana," jelas Lion yang masih terengah-engah.

"Taroh dalam kelas aja deh, Le. Di masukin dalem kerdus abis itu di tumpuk rapi." jawab Vera.

"Yaudah kamu disini aja sama Vio. Biar aku sama Lion yang beresin." lanjutnya sambil menatap Aldi.

"No! Gak akan. Kamu yang disini. Aku sama Lion yang beresin."

"Perfect. Lebih cepet kalo Aldi yang bantuin, Ve. Okedah. Yok, Di!" seru Lion.

Aldi menurunkan Vio dari gendongannya dan mendudukkannya di bangku keramik di depan salah satu kelas di Braga.

"Vio jangan nakal, ya? Abang tinggal sebentar." ucap Aldi sambil mengelus kepala Vio. Gadis cilik itu mengerucutkan bibirnya.

"Vio sendirian lagi dong?" tanyanya.

"Vio sama Kak Veve, ya?"

"Tapi Vio pengen beli es krim, Bang. Vio mau makan es krim." ujar Vio sambil memegangi tangan Aldi.

"Anjir. Cepetan, Di." ujar Lion yang masih menunggu Aldi.

"Bacot! Eh, Vio belinya sama Kak Veve, ya?" akhirnya Vio pun menganggukkan kepalanya.

Aldi beralih menatap Vera, "Ini. Jangan turutin Vio kalo mau es krim rasa coklat."

Aldi memberikan kunci mobilnya pada Vera. Gadis itu mengambil kunci mobil yang berada di tangan kanan Aldi dan mengangguk, mengiyakan perkataan Aldi.

Vera dan Vio pun melihat kepergian Aldi dari hadapan mereka. Vio menarik tangan Vera hingga mereka sampai di parkiran di bagian kiri sekolah. Ternyata Vio tahu dimana Aldi selalu memakirkan kendaraannya.

Vera tersenyum kepada Vio dan berlutut utuk mensejajarkan tubuhnya dengan tinggi tubuh Vio. Ia meraih pipi chubby Vio dan mencubitnya pelan.

"Kita belinya di tempat teman kakak ya? Enak loh es krimnya. Banyak warna." jelas Vera.

"Berapa warna kak? Vio cuma tau tiga warna." ucapnya sambil cemberut. Terlihat sekali wajah sedih dan imutnya menjadi satu seperti saat ini.

"Ada banyak. Ayo." Vera membuka pintu kiri mobil Aldi dan mendudukkan Vio di kursi penumpang. Tak lupa, Vera juga memasangkan sabuk pengaman di tubuh Vio.

Sementara itu, Aldi dan Lion sudah berada di tengah teman-temannya. Aldi pun melebarkan matanya menatap teman-teman sekelasnya.

"Taroh mana, Di? Dari tadi tuh si pak ketu gak jelas benget." seru Franda.

"Tau tuh orang. Nyebelin banget sih." kini giliran Nana yang mengeluh.

"Oke. Oke. Jak, bantu gue nyatuin delapan meja di depan." ucap Aldu sambil menata delapan meja di dalam kelasnya menjadi satu.

"Turoh diatas sini aja, guys. Yang mau nyumbang uang bisa ke gue." ucap Aldi.

Dia beralih duduk di kursi temapat guru yang biasanya mengajar di dalam kelasnya. Lion sibuk dengan barang-barang yang diletakkan teman-temannya di meja yang sudah di satukan oleh Aldi yang di bantu dengan Jaka.

Mulai tampak beberapa siswa-siswi kelas XII MIPA 1 meninggalkan kelas. Suasana di dalam pun cukup sepi. Aldi tertawa pelan dan mengingat-ingat event tahun lalu dimana acara amal malah berubah menjadi acara musik dan pelelangan.

Ia menyadari bahwa hal itu juga berdampak terhadap keuangan sekolah dan kesenangan duniawi. Ia juga terkejut setelah mengetahui total biaya dari event yang bisa dibilang cukup fantastis.

Meskipun acara amal saat itu sukses, tapi ia berfikir jika itu terlalu menonjolkan kesan Braga yang dianggap sekolah elite dan sekolah mewah. Dan ia berhasil menggunakan caranya sendiri untuk membuat acara amal tahun ini.

Saat ini Vio dan Vera berada di sebuah kedai es krim di dekat sekolahnya. Ia menggandenga tangan Vio saat memasuki kedai ini. Mereka memilih tempat di sudut kedai agar bisa melihat keramaian jalan.

"Vio mau yang rasa apa?" tanya Vera setelah menunjukkan daftar menu kepada Vio. Gadis cilik itu tersenyum dan menunjuk pilihannya.

"No, no. Vio nggak inget kata abang? Nanti Vio bisa sakit, batuk-batuk gimana?" tanya Vera sambil menggelengkan kepalanya.

"Vio mau yang rasa ini, Kak. Coklat 'kan enak."

"Beli rasa coklatnya lain kali ya? Hari ini Vio pilih yang lain aja oke?"

Akhirnya Vio pun mengangguk. Meskipun dengan wajah yang cemberut, ia kembali memilih es krimnya. Ia menunjuk es krim rasa stroberi dengan hiasan ceri diatasnya.

"Stroberi sama green tea ya mas. Masing-masing satu," ujar Vera kepada pelayan yang dari tadi menunggunya.

Vio menatap Vera. Ia mengerucutkan bibirnya lalu tersenyum tipis.

"Jangan cemberut dong. Vio keliatan jelek kalo cemberut. Nanti kakak beliin boneka, gimana?"

"Beneran kak? Vio suka boneka." ucap Vio dengan gembira. Vera mengangguk pelan dan tersenyum.

Tak lama kemudian, es krim keduanya pun datang. Vio tersenyum senang menerima es krimnya. Ia langsung menyendok es krimnya dan memasukkannya kedalam mulutnya.

Vera tersenyum dan teringat bagaumana dia dulu yang menyukai es krim. Setiap dia marah, papanya pasti akan membelukannya es krim dan kemarahannya pun hilang. Ia selalu saja menyukai es krim green tea setelah Daniel menyuruhnya memakan es krim itu karena ia tidak menyukai es krim. Es krim itu adalah pemberian dari neneknya.

Ia tersenyum sambil menikmati es krim dihadapannya. Ia akhirnya bisa kembali ke masa-masa dimana dia tidak pernah merasa bersalah atau bahkan merasakan cinta. Ia sangat ingin kembali ke masa-masa itu.

***

To be continue...

Should I?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang