Chapter 8: Tak Terduga

186 20 5
                                    

VERA POV

"Dan lo ninggalin dia pulang?" tanyaku sambil menatapnya. Aku tidak berusaha mencari jawaban di matanya, kerena aku tahu dia berbicara dengan mulutnya.

"Sorry, gue udah nyariin Gevin. Tapi dia gak ketemu. Sampai di rumah, gue dapet telfon dari Radit kalo Gevin ada di gang deket club. Lo tau kan? Gue langsung kesana dan nemuin dia babak belur. Disana juga ada Yoga. Yoga suka sama Jihan, makanya dia mukul Gevin sampai kayak gitu." jelas Aldi.

"Maksud lo? Yoga suka sama Jihan? Ngapain dia bisa mukul Gevin? Gevin 'kan gak ngapa-ngapain." timpalku. Aldi terdiam. Kulihat raut wajahnya berubah. Aku tidak tahu kenapa, tapi dia terlihat menahan amarahnya.

"Gevin... Dia..."

"Apa, Di? Ngomong aja susah. Kenapa sih lo?" tanyaku.

"Dia make out sama Jihan." ucapnya pelan namun masih bisa ku dengar.

Aku melebarkan mata. Rasa rindu, rasa marah, rasa kecewa, bercampur menjadi satu. Kemelut di otakku tidak bisa kutahan lagi.

"Gak perlu nangis. Gue tau lo kuat. Gak perlu nangisin Gevin. Gak perlu lo nangis karena cowok brengsek kayak dia!" ucap Aldi yang membuatku mengusap air mataku yang hampir saja terjatuh.

"KENAPA LO GAK TOLONGIN DIA? KENAPA LO GAK TEMENIN DIA? LO BRENGSEK DI!" seruku dengan air mata yang kutahan.

"Karena Yoga ngancem Gevin kalo Yoga bakal lakuin itu sama lo. Dia ngelarang gue buat nolongin! Dia sayang sama lo! Tapi sekarang apa?" ucap Aldi sambil menggeleng.

"Dia ngelepasin lo buat gue. Gevin tau tentang perjodohan ini. Meskipun gue sering berantem sama dia, gue masih chatting sama dia. Tapi saat gue tau mereka udah nikah. Gue rasa dia khianatin gue." jelasnya.

"Maksud lo apa, Di! Gak jelas!" seruku.

"Jihan mantan gue, puas?! Gue bohong kalo gue gak kenal Jihan. Dan lo pasti tau alasan gue, kenapa gue nurutin dia agar gue gak nolongin dia. Gue putus karena Gevin! Gue sakit, Ve! Gue sakit! Meskipun lo lihat gue baik-baik aja, tapi gue sakit!" serunya.
Baru pertama kali ini aku melihat air mata keluar dari mata hazelnya. Aldi menangis.

"Gue sakit, Ve. Meskipun gue udah ketemu lo, tapi setiap gue lihat dia, gue masih sakit." lirihnya.

Aku bisa merasakan apa yang dia rasakan. Aku juga mengalami hal itu. Aku mengusap air matanya. Sebelum aku melepaskan kedua pipinya, dia memegang tanganku.

"Bukannya gue mau balas dendam. Gue tulus sayang sama lo. Gue pengen kita bahagia. Kita bisa bahagia lebih dari mereka. Kita harusnya bangkit dari keterpurukan ini." ucapnya yang kemudian melepaskan tanganku. Aku hanya diam tanpa mengucap satu kata pun.

"Ve, please, gue sayang sama lo. Ngertiin gue, Ve. Yoga. Gue bisa atasin dia. Denger. Kalo Yoga nyentuh lo seujung kuku aja, telfon gue." ucapnya dengan yakin.

"Di," ujarku pelan.

"Ya, sayang?" tanyanya merespon panggilanku.

"Yo-yoga, dia..tadi nemuin gue. Dia..dia ngomongin lo, Di." ucapku.

"Selamat siang sayang!" ucap Yoga, temanku, tidak maksudku musuhnya Aldi.

"Gimana kabar kamu, sayang? Ah aku lupa, kamu kan mainan barunya Aldi," ucapnya sambil membelai pipiku. Aku langsung menghempaskan tangannya.

Should I?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang