Chapter 12: Problem (1)

151 14 1
                                    

Vera POV

Aldi Alexander Hardiardjo

Nama itu. Nama itu yang membuatku seperti ini. Bahkan aku sering meminta kepada teman-temanku hanya memanggilku sebagai Aldi saat ini. Bukan Aldi putra dari keluarga Hardiardjo yang terhormat.

Aku juga harus berterima kasih kepada Vera yang telah membatuku menjadi saat ini. Aku tahu. Aku bisa melihat. Pemikirannya lebih dewasa dari yang kubayangkan. Bagaimana tidak. Hampir setiap sabtu malam, dia pasti datang ke club.

Sebelumnya aku tidak peduli dengan keberadaannya. Namun, setelah aku mengenalnya, aku bisa merasakan jika pengaruh bisa berteman dengannya adalah besar. Dia 'bad' tapi bisa mengubah seorang 'bad'.

Bahkan aku tidak sadar jika sudah hampir 3 minggu ini aku tidak clubbing. Dan ini pertama kalinya setelah 3 minggu itu aku minum. Wine dengan kadar alkohol yang cukup tinggi. Bahkan hanya dua gelas aku minum, aku sudah pusing seperti ini.

Awalnya aku sangat ingin mabuk saat ini. Namun, wanita itu melarangku. Wanita yang sangat peduli kepadaku, selain keluargaku.

Aku mencintainya. Mencintai wanita itu. Dia sangat berharga bagiku. Bahkan sebelumnya aku belum pernah mengenalnya. Aku melihatnya pertama kali pada saat dia menabrak tubuhku ketika dia ingin ke toilet.

Saat kedua kali bertemu, didalam kelas, aku sangat familiar dengan wajahnya dan langsung ingat jika dia adalah wanita yang menabrakku.

Mungkin aku mengalami love at first sight. Baru kali ini seorang playboy sepertiku mengalami hal ini.

Hari ini kami menginap di rumah sahabatku, Radit. Setelah aku mengantarnya tidur, aku lengsung ke bawah dan berkumpul dengan yang lain.

Aku memasukkan daging kedalam mulutku. Ku kunyah pelan daging ini. Kurasakan bagaimana empuknya daging sapi yang ada di mulutku ini.

Pluk

Seseorang menpuk bahuku. Ku toleh orang tersebut. Ku lihat matanya yang merah. Aku tidak tahu apa arti merah di matanya.

"Mau di?" tanyanya sambil mengangkat botol wine di tangan kanannya. Rupaya dia mabuk.

Bau alkohol lagsung menyeruak dari mulutnya. Aku menatapnya tajam dan menggeleng. Kurengkuhkan tubuhku di karpet merah yang tadi kuduki.

Aku mencoba memejamkan kepalaku sebentar. Bulum 5 detik aku memejamkan mata, seseorang menimbrukku dengan bantal.

"What are you fucking doing?!" tanyaku sambil membuka mata. Terkejut. Aku sagat tekejut melihatnya ada disini.

"Hallo, Aldi Alexander!" serunya sambil tersenyum ringan.

"Gevin fucking Falentino! Are you crazy huh?!" seruku kesal. Bagaimana tidak. Bahkan aku hanya menutup mataku selama 5 detik. Harus kah ku pertebal? 5 DETIK.

"Slow down, baby. Ah, kayaknya ini waktu pas banget ya buat marahin lo." ucapnya.

"What?"

"Noh, Jihan. Baru dateng langsung nangis. Bilang lo brengsek lah, jahat lah, gila lah. Pusing gue!" serunya.

"Makanya, lo sih, make out pakek keluar di delem. Sok pengen jadi yang pertama sih lo!" seruku.

"Gue yang pertama kok. Mulai dari first kiss Veve, sampai Jihan. Lo tau kan maksud gue?"

"Gue yang bakal masuk ke dalemnya Veve. Lihat aja." ujarku langsung memejamkan mataku lagi.

"Gimana hubungan lo sama Veve?" tanyanya yang membuatku membuka mata.

"Bukan urusan lo." jawabku sambil duduk dan bersender di sofa.

"Ya jelas urusan gue. Veve udah gue anggep adek sendiri. Ya gue harus tau."

"Terserah lo." jawabku.

"Kemarin Veve nangis-nangis ke gue. Dia bilang lo jahat. Lo apain dia?" tanya Gevin. Aku lagsung berfikir sebentar. Kemarin?

"Shit! Mampus gue! Kemarin dia minjem hp gue, katanya mau buka instagram. Shit! Vera pasti baca DM gue sama Kenny. Shit!" seruku.

"Anjir. Lo masih ada contact sama cewek bule itu?" tanya Gevin sambil mendekatiku. Duduk disebelahku dan menyenderkan tubuhnya di sofa.

"Bodoh! Dia sepupu gue bro!"

"Tapi dia menderita brother complex! Dia suka sama lo bukan karena kagum! Dia sayang sama lo bukan karena saudara. Tapi cinta!" seru Gevin.

"Bulshit!" seruku

"Terserah lo, Di. Gue cuma mau ngejelasin aja. Gue terlalu sayang sama Veve. Gue gak mau dia disakiti sama orang yang dia cintai." ujar Gevin.

Aku menyipitkan mataku. 'Orang yang dia cintai' maksud Gevin aku kan? Ku pejamkan mataku lalu mengacak rambutku sehingga menjadi berantakan.

"Kenapa? Lo baru tau kalo Veve cinta sama lo? Di, oke, gue tau awalnya ini hanya sebuah lelucon dari Putra. Gue tau lo lakuin ini biar dapet mobil baru Putra. Intinya, kalo lo beneran suka sama dia, lo gak perlu berharap sama mobil barunya Putra kan?

"Gue gak mau dia terluka. Kalo lo masih berharap sama mobil barunya Putra, tinggalin dia, Di. Gak perlu sok nerima pertunangan kalian. Dan lo, selamat. Lo udah bikin dia suka sama lo, ah bahkan dia udah bisa bedain yang namanya cinta." ujar Gevin.

"Kalo gue tinggalin dia gimana?"

"Gue cerai sama Jihan, dan nemenin Veve gue. Bahkan kalo perlu gue nikahin dia." jawab Gevin menantang.

Aku yang tak tahan pun menonjok pipi kanannya. Dia pun menonjok pipi kiriku.

'Sial, pukulannya masih berasa juga'

"STOP WOY!" teriak Radit.

Putra menarik tubuhku kebelakang. Aku masih kesal dengan Gevin. Aku memberontak dan berusaha melepaskan cekalan Putra.

'Plak'

Satu tamparan melayang di pipi kiriku. Aku menatapnya tajam. Siapa dia, berani menamparku.

"Bodoh! Udah seneng lihat Vera hancur? Seneng lo, Di?! Lo tau kenapa akhir-akhir ini Vera berubah jadi romantis gini?" tanya Angel. Aku diam menunggu jawabannya.

"Karna dia udah tau lo mainin perasaannya. Lo samain dia sama sebuah mobil, Di?! Lo gak punya otak, Di?! Lo itu cowok apa bukan?! Apa lo udah gak bisa beli mobil yang lebih mahal, Di?!"

"L-lo tau da-dari-"

"Lo gak perlu khawatir, Di. Bukan temen-temen lo yang kasih tau, bukan Gevin juga. Dan jangan salahin mereka semua. Karna gue yang bakal jamin kalo Vera itu kuat. Bahkan lebih kuat dari baja. Asal lo tau, Di. Dia udah berusaha baikin lo, berusaha ngerubah lo dari yang sebelumnya.

"Tapi apa? Ternyata lo tetep Aldi yang dulu. Lo juga, Put. Gue gak habis pikir lo ngelakuin ini. Gue ikut sakit hati tau sahabat gue kalian mainin. Dan jangan hubungi gue lagi, kita putus!" ucap Angel sambil pergi ke lantai dua.

"ARGH! DAMN!" tetiakku dengan keras. Aku merosot dari pegangan Putra. Aku mengusap wajahku yang memerah.

"Di," panggil seseorang dengan lembut. Suara itu. Suara yang selalu memenuhi pikiranku.

"Kamu gak papa?" tanyanya.

"Ve kamu-"

"Stt! Aku tau kok. Maaf, Di. Tapi aku rasa, aku harus batalin pertunangan kita. Maaf, Di." ujarnya.

Aku langsung mencekal pergelangan tangannya sebelum dia pergi. Aku menatapnya. Menatap mata yang sangat indah.

"Ve, kamu harus percaya sama aku, Ve. Aku mencintaimu. Ve, aku mohon."

To be continue...

Should I?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang