Chapter 2: Salah Paham

504 33 2
                                    

(a/n) yang di mulmed itu Vera Wayne

Kantin hari terasa lebih ramai dari biasanya. Apalagi alasannya, jika bukan karena laki-laki badboy serta playboy sok keren yang pindah ke kelas XII MIPA 1 itu.

Hari ini Vera merasa sangat sial. Pertama, hari ini ia telat lagi. Kedua, cowok badboy sok keren kayak Aldi bisa masuk kelas unggulan. Ketiga, kejadian di perpus yang tidak ingin ia ingat. Keempat, papa tahu kemarin ia clubbing.

"Argh." erangnya pelan setelah menyesap jus jeruk yang tersisa setengah gelas ini.

"Kenapa?" tanya Dinda sambil menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa ia artikan.

Vera menggeleng pelan. Tidak mungkin kan jika gadis itu menceritakan semuanya ke Dinda. Bahkan Angel yang notabennya adalah sahabatnya dari SMP saja tidak diberi tahu, apa lagi Dinda.

Diarahkan pandangan matanya ke depan. Ia bisa melihat Bella sedang bergelayut manja di lengan Radit. Bella adalah salah satu perempuam sok hitz di Braga. Memang bisa dikatakan jika ia hitz, dan juga terkenal karena ia adalah ketua Cheerleaders.

Sebenarnya Bella menyukai Aldi. Namun, aldi tidak menghiraukannya dan dia beralih ke Radit. Bahkan Vera juga sering mendapatinya sedang bersama dengan Radit.

Ah, kenapa aku jadi memikirkan cowok sok keren itu, batinnya.

"Ve, gak makan?" tanya Dinda dengan bakso yang sudah ada di depannya. Bahkan ia tidak menyadari bahwa semangkuk basko itu sudah ada di depannya.

"Mood gue lagi buruk, jadi gak napsu makan." jawabnya. Ditatapnya Dinda yang sedang menikmati bakso dengan es teh itu. Dinda yang mendengar itu pun hanya mengendikkan bahu dan kembali menikmati makanannya.

"Boleh gabung?" tanya seseorang. Saat Vera menoleh pada pemilik suara lembut itu, ternyata Bella sudah berdiri di sampinnya. Dia seperti sedang menahan tangisnya.

Gadis itu mengangguk dan menggeser tubuhnya untuk memberi Bella tempat duduk. Vera dan Dinda menatap Bella dengan pandangan penasaran. Vera pun bertanya, "Ada masalah apa lo?"

Bukannya bercerita, ia malah menangis. Ditumpahkannya kristal-kristal bening dari mata sipitnya.

"Huaa.. Ve, kenapa Tuhan gak adil? Gue juga kan pengen dekat sama mereka. Aldi, jauhin gue. Radit, nyuruh gue manjauh. Kenapa harus gue?" tanyanya dengan suara parau akibat tangisannya.

Tuhan adil kok, maka dari itu Tuhan melakukan ini, batin Vera.

"Em, paling gak lo harus berubah, Bel. Gue ngomong gini bukannya gue sok suci. Tapi lo emang keterlaluan, Bel. Derina udah gak masuk tiga hari gara-gara lo bully. Gue juga bukan cewek baik, Bel. Tapi gue juga masih punya hati, masih punya etika. Berhenti, Bel. Berhenti ngelakuin hal-hal seperti itu." ucap Vera dengan santai.

Bella terdiam karena ucapannya. Dia menatap Vera dengan tajam. Bahkan lebih tajam dari tatapan singa.

"Lo kok nyalahin gue sih? Kan gue minta saran, bukan minta nyalahin gue." timpal Bella masih menatapnya tajam.

Vera mengedarkan pandangannya. Seisi kantin telah memperhatikan mereka bertiga. Termasuk Aldi dan teman-temannya.

"Kita gak nyalahin lo, Bel. Tapi emang bener kalo cowok nyari pacar itu dilihat dari bebet bobotnya. So, cuma itu saran gue sih." jelas Dinda lebih pelan.

Should I?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang