sunday morning

700 122 77
                                    

"Semalam kamu pulang jam berapa?" Tanya Papa disela-sela sarapan, "kayaknya jam 12 kurang pa hehehe." Kataku yang membuat acara gigit sarpan terhenti sebentar.

Kami memang memakai bahasa Indonesia jika berada dirumah. Papa itu adalah keturunan Australia-Indonesia, dan Nenekku itu adalah orang Indonesia yang dapat jodoh orang Australia. Jadi, ya gitu deh.

"Kamu dianterin balik sama temen kamu itu kan?" Tanyanya lagi yang membuatku tidak jadi menyuap rotiku lagi. "Iya, sans aja ama mereka, Pa." Jawabku yang ingin melanjutkan makan roti lagi.

"Kemarin dari mana aja emangnya? Kok bisa sampe jam segitu?" Tanyanya lagi.

Kepo anedh

"Kemarin itu abis dari kandang tirek pa, terus ke tebing gitu bawahnya laut, trus kita ngejelajahin minimarket yang udah ga kepake, udah ditinggalin trus maen ketempat arcade gitu deh." Sengaja aku detailkan semua, karena kalau sedikit sedikit pasti dia bakalan nanya lagi. "KANDANG TIREK? T-REX KALI AH." Katanya yang membuatku menyembur isi makanan didalam mulutku.

"Kamu jorok ya, ga sopan." Katanya sembari memberiku selembar tisu. Iya, selembar doang. "Ya, abisnya Papa ngomong kayak kesamber geledek gitu." Ucapku mengelap mulutku yang udah ambruladul. "Ya, sorry sorry, abisnya kamu bilang ke kandang t-rex, emang disini ada jurassic world ya?" Tanya nya sungguh kepo. Kalau diingat-ingat cerewetan Papa dari pada Nenek. Ehh, sama aja deng.

"Ga ada, cuman menurut imajinasi temen-temen aku doang." Ucapku yang mengingat bagaimana Michael , Luke, dan Calum berhenti hanya untuk foto-foto didepan pagar kebon orang.

"Nenek kemana, Pa?" Tanyaku karena dari tadi belum melihatnya. "Ada didepan, lagi nyiramin bunga-bunga." Kata Papa yang sudah selesai dengan sarapannya. Hanya roti dan segelas susu, standar memang. "Kamu nanti bantuin ya. Papa mau kedepan juga bantuin." Papa pun meminggatkan kakinya dari ruang makan.

Usai selesai makan sarapan, aku merasa perutku bergas dan ga enak.

Mau kentut.

"Ahh lega." Ucapku sehabis membuang gas beracun. "Bau banget, asu!" Pekikku sendiri lalu berlari ke pintu depan.

Saat pintu rumah terbuka, cahaya matahari pun berlomba-lomba masuk. "Silau, man." Ucapku sembari menetralkan pandanganku.

"(Y/n)! Bantuin nenek sini!" Teriak Nenekku dengan sangat lantang. Nenekku ini bukan nenek yang biasa, walaupun udah tua dan umurnya udah hampir 60an tapi terlihat seperti umur 50an. Lumayan lah ya muda sepuluh tahun, mungkin efek dia pake produk kecantikan dulu kayak di iklan.

"Bantuin apaan nek?" Tanyaku yang melihat dia tengah menggali-gali tanah untuk ditanami tanaman baru. "Nyiramin tanaman ya?" Tanyaku yang mengambil ancang-ancang untuk meraih selang. "Bukan, tadi nenek mah udah nyiramin." Katanya.

"Nyari harta karun ya, nek?" Tanyaku yang sehabis itu langsung dipeperin tanah.

Nenek bangsul.

Nenek durhaka.

"Nenek, ini jadi kotor, nenek. yaampun nenek." Ucapku yang membuat Nenek dan Papa ku tertawa. "Biarin, orang kamu aja juga belum mandi kan?" Kata Nenek yang ada benarnya juga. Aku pun hanya tertawa malu-malu, "yang pentingkan masih wangi."

"Iya wangi kambing." Ucap Nenek sembari menirukan suara kambing.

Sabar, sabar, sabar.

"Ahh, ngeledek mulu. Bantuin paan nih nek?," aku pun ikut berjongkok bareng Nenek, "bantuin doa aja ya." Ucapki seraya mengambil posisi untuk berdoa.

Hi or Hey // 5SOSOù les histoires vivent. Découvrez maintenant