part 12

5.2K 283 3
                                    

edited.
--
Manurios.

Sekarang sudah pukul dua dini hari, seperti biasa aku belum tertidur karena ingin merasakan tenangnya dunia.

Aku duduk di kursi yang aku tempatkan di balkon kamarku, menaikkan kedua kaki ku lalu menekuk dan memeluknya menggunakan satu tanganku yang tidak memegang secangkir cokelat panas.

Rasanya sangat tenang dan damai, hembusan angin yang tidak terlalu kencang juga membuatku merasa sangat nyaman duduk berlama-lama disini..

Melepaskan penat juga beban pikiran di waktu seperti ini memanglah sangat tepat.

Aku menatap pintu balkon yang berada tepat di depan ku, ya, itu pintu balkon kamar Gwen. Aku tersenyum saat mengingat hal-hal bodoh yang sering kami lakukan disana, seperti aku melompat dari balkon kamarku ke balkon kamarnya, bertukar buku dengan melemparkan satu sama lain, ataupun mengobrol dengan jarak yang lumayan tetapi tetap membuat kita senang.

Gwen, gadis itu.. sukses membuatku jatuh cinta dari saat pandangan pertama ku dengannya.

| FLASHBACK |

Saat itu, setelah kepindahan ku dari New Orleans kesini, ayah memperkenal kan ku pada keluarga Charles -- keluarga Gwen.

Aku di bawa ke rumahnya dan di perkenalkan dengan Adora juga Garfield, hari itu kami berbincang cukup lama dirumahnya sampai terdengar teriakan seorang anak perempuan dari luar.

"daaaaaaaddddd, moooooommmmm!!!" teriaknya sambil berlari.

"look, i made new scores for math exam, i'm smart right?" tanya nya sambil tersenyum dan memberikan kertas yang aku tau itu adalah hasil ujian matematikanya di sekolah pada Adora.

"really? waaah, i'm so proud of you honey." jawab Adora sambil memeluk tubuh mungil gadis itu.

"Gwen, perkenalkan dirimu pada teman ayah.." kata Charles.

"hallo, my name is Gwen Laysford Gilton, you can call me Gwen." ujarnya sambil bersalaman dengan ayah dan juga ibuku.

Setelah dia bersamalam dengan kedua orang tua ku, akhirnya dia berjalan menuju kursi yang aku duduki dan mengulurkan tangannya sambil tersenyum,

"hai, i'm Gwen, let's be friends."

Aku mengangguk, menjabat tangan Gwen lalu menyebutkan nama ku.

Senyum Gwen sangat manis dan dengan pipi yang tembam membuatnya terlihat sangat menggemaskan.

Setelah perkenalan itu, aku dan Gwen menjadi semakin dekat. Dia sering berkunjung ke rumahku, sama hal nya denganku yang sering berkunjung ke rumahnya.

Pada awalnya kamar Gwen tidak bertempat di depan balkon kamar ku, karna seharusnya kamar itu menjadi milik Garfield. Tetapi Gwen meminta agar kakak nya mau berpindah kamar, alasannya hanya satu; "aku ingin bersebelahan dengan Manu!"

Setelah itu benar saja, Garfield mengalah dan Gwen pindah kamar.

Seiring berjalan nya waktu, aku semakin mengenal Gwen, satu hal yang sangat aku kurang nyaman adalah Gwen sering memperhatikan ku dari dalam kamarnya diam-diam.

Entahlah, kau tau kan rasanya jika sedang di perhatikan? Walaupun orang itu tidak terlihat, tetapi kita tau kita sedang di perhatikan.

Aku hanya diam dan pura-pura tidak tau akan hal itu, ya mungkin dia memang senang mengintai ku dari dalam kamarnya.

Beberapa tahun setelah aku pindah, aku mendapat cobaan yang membuatku sangat terpukul. Ayah ku meninggal dunia karena kecelakaan, beliau meninggal saat sedang di bawa ke rumah sakit.

Aku sangat terpukul akan hal itu, ayah adalah orang yang sangat dekat dengan ku, dia yang mengajarkan ku banyak hal disaat ibu tidak bisa mengajariku. Banyak hal tentang nya yang membuatku tidak bisa menerima kepergiannya.

Setelah kepergiannya, aku sering berdiam diri di kamar. Ibu sering mendatangiku, dia memberikan ku makanan setiap harinya walaupun itu terlihat sia-sia saja karna aku sama sekali tidak memakan makanan yang diberikannya.

Ayah pergi meninggalkan luka yang begitu dalam untuk ku dan juga ibu, bagaimana tidak? Disaat ayah pergi, disaat itu juga ibu tau kalau dia sedang mengandung adikku.

Kejadian itu membuatku menjadi seseorang yang pendiam dan tidak peduli pada siapapun. Aku sudah berusaha untuk memberikan perhatian ku pada ibu yang sedang mengandung, tapi hasilnya sama saja. Aku tidak bisa.

Malam itu aku duduk di kursi yang berada di balkon kamarku, aku menutup mataku dan merasakan hembusan angin malam, aku merasa sangat tenang.

Tapi kemudian...

"Manu.." panggilnya.

Aku hanya menoleh tanpa menjawab panggilannya.

"kau tau sudah berapa lama kau seperti ini? aku mencoba berbicara padamu setiap hari nya tapi kau selalu menolak ku. apa kau tau semua orang mulai mengkhawatirkan mu?"

Ya memang benar, setelah kepergian ayah, seseorang yang selalu mengajakku berbicara adalah Gwen. Bahkan ibu saja terlihat takut untuk memanggil namaku.

"aku tau kau mengabaikan ku saat ini, sama seperti hari-hari sebelumnya. kau tau? kelakuan mu yang seperti ini lah yang akan membuat ayah mu sedih disana."

Perkataannya membuat terkejut, kenapa dia mengatakan hal itu? Apa yang dia tau?

"tidak usah banyak bicara Gwen, kau tau apa soal ayahku?"

"Manu, berhentilah menjadi orang lain, berhentilah membuat semua orang khawatir padamu, terutama aku."

Dadaku berdebar cukup cepat saat kalimat terutama aku terlontar dari mulutnya. Kenapa dia mengkhawatirkan ku juga?

"kenapa? kenapa kau khawatir padaku? kau, bodoh."

"aku sangat menyayangimu! kau yang bodoh karena tidak pernah memperhatikan orang lain di sekitarmu! orang yang benar-benar menyayangimu! semua orang juga merasa kehilangan, tapi apa kau tau? setelah kau berubah seperti ini, semua juga merasa seperti sedang kehilangan mu! sekarang siapa yang bodoh?!" teriaknya sambil menangis.

Untuk pertama kalinya aku bertengkar dengan Gwen dan dia menangis cukup hebat sampai seperti itu. Aku dan Gwen memang sering bertengkar, tetapi dia tidak pernah menangis.

Melihatnya menangis membuat hatiku terasa sakit. Sangat sakit.

"menjauhlah dari sana!" teriakku.

"kenapa? kau ingin mengusirku lagi hah!?"

"menjauhlah!" kataku serius yang langsung dituruti olehnya.

Aku meloncat ke balkon kamarnya tanpa rasa takut terjatuh. Untuk pertama kalinya aku melakukan hal bodoh seperti ini.

"jangan menangis.." kataku sambil memeluk tubuh Gwen dengan sangat erat. "aku mohon jangan menangis lagi."

"hentikan Manu, aku ingin kau kembali seperti dirimu, dirimu yang dulu, bukan yang sekarang. aku merindukan mu, sangat sangat merindukan mu.." tangisnya semakin menjadi dan hatiku semakin terasa sesak.

Semua perkataan Gwen benar, tidak seharusnya aku menjadi seperti ini, aku harus kembali menjadi diriku yang sebelumnya.

"maafkan aku Gwen, aku mohon maafkan aku.."

Gwen mengangguk di pelukanku dan dia berbalik memelukku dengan erat.

"terima kasih banyak karena sudah membuatku sadar Gwen, aku menyayangimu."

| FLASHBACK END |

M A N U R I O S - 2 [THE END]Where stories live. Discover now