Chapter 32: Terkejut

Start from the beginning
                                    

Javier menatap Vera, lalu menyeretnya. Ia menyuruh Vera masuk kedala mobilnya dan menjalankan mobilnya.

"Mobil lo, taruh disini aja dulu. Lo ikut gue. Ini tentang Aldi." ujar Javier sambil menatap kedepan karena ia fokus pada jalanan didepannya.

"Pasang seatbelt lo, Ve!"

***

"Kenapa sih, Bang? Dari tadi keliling sofa gak jelas." ujar Vio yang lelah menatap Aldi yang sedari tadi mengelilingi sofa di ruang keluarga rumahnya.

"Veve gak ngangkat telfonnya." ujar Aldi lalu duduk disamping Vio.

"Jangan mikir yang aneh-aneh, Bang. Kak Ve, lagi sibuk kali. 'Kan abang sendiri yang bilang kalo Kak Ve lagi sibuk sama urusan sekolahnya." ujar Vio.

Aldi yang tersadar pun mencoba untuk berfikir positif mengenai hal itu. Ia menghela nafasnya dan menyandarkan tubuhnya di punggung sofa yang didudukinya.

***

Setelah menempuh perjalanan selama sepuluh menit, mereka sampai di sebuah apartemen di Jakarta Pusat. Javier menempatkan mobilnya di dekat pintu keluar basement apatermen ini.

Mereka turun daru mobil dan keluar dari basement. Vera dari tadi melayangkan pertanyaan-pertanyaan kepada Javier. Namun Javier tetap diam dan menggeret Vera agar gadis itu mepercepat langkahnya.

"Jav, kemana sih? Lo gak ngapa-ngapain gue kan? Kalo lo suka sama gue bilang aja. Gausah pakek cara kotor gini. Bercandaan lo gak lucu tau gak?!"

"Bacod sih. Siapa yang mau ngapa-ngapain lo? Badan lo kayak triplek gini, mana suka gue idih. Ngaca mbak!" seru Javier yang telah menghentikan langkahnya.

Ia menatap gadis itu lalu menatapnya tajam. Ia kembali menarik tangan Vera agar mengikutinya. Mereka masuk kedalam lift dan Javier menekan tombol 15.

Mereka menyusuri lantai lima belas dengan Javier yang masih menarik tangan kanan Vera.

"Jav. Sakit." rintih Vera yang membuat Javier menghentikan langkahnya.

Ia melepaskan cengkraman tangannya dari pergelangan tangan kanan Vera. Ia menatap pergelangan tangan gadis itu yang sudah memerah.

"Ya Tuhan, Ve. Kita cepetan kesana deh. Entar gue obatin." ujar Javier.

Kini Javier mendorong Vera dari belakang. Kemudian ia teringat sesuatu.

"Ve, lo hubungin Aldi gih. Entar dia nyariin lo lagi. Bilang sama Aldi kalo lo lagi sama gue. Jangan bilang kalo kita kesini." ujar Javier yang masih mendorong tubuh Vera.

"Javier kambing sialan! Hape gue ketinggalan di mobil. Anjir. Gimana nih. Kalo gue pulang, gue pasti kena siraman rohani lagi neh." ujar Vera.

Javier mendengus pelan dan mengeluarkan ponselnya, "Halo."

"Apaan?"

"Gue pinjem cewek lo sebentar. Kalo dia gak angkat telfon lo, itu karena hapenya ketinggalan di mobilnya. Gue pinjem sebentar kok, Di."

"Awas aja kalo lo ngapa-ngapain dia. Lo bakal mati ditangan gue!"

"Mati di tangan Tuhan, Di."

"Iya tau. Udah sana lo. Bilang ke Vera 'Aa Aldi yang ganteng selalu sayang sama Veve yang bawel tapi cantik' bilangin ya."

"Gak perlu gue bilangin sih."

"Lah kok?"

"Gue loadspeaker, Di."

"Anjir sialan."

"Eh, Di gue-"

Tut Tut Tut

"Anjir. Kebiasaan." oceh Javier.

"Nah, kan. Dia masih stuck sama elo, Ve. Jangan sia-siain cowok ganteng elah." ujar Javier dan kembali mendorong Vera hingga mereka berhadapan dengan sebuah pintu dengan nomor 1125.

"Lah, apartemen siapa nih?" tanya Vera kebingungan.

Javier diam lalu menekan memasukkan password agar pintu dihapadan merek ini bisa terbuka.

"03061427" ucap Javier tiba-tiba setelah menutup pintu apartemen.

"Passwordnya bego."

"Lah, kok ngasih tau gue?"

"Ini apartemen empat sekawan. Aldi, Gevin, Radit, Putra."

"Dan mereka pindah gitu aja ninggalin apartemen ini?" tanya Vera.

"Lebih tepatnya nyuruh gue buat ngurus tempat ini. Jadi, mereka pindah karena ini tempat kenangan masa remaja mereka. Mereka pindah sejak kejadian 'itu'. Maksud gue kejadian Jihan sama Gevin. Emosi Aldi memuncak dan persahabatan mereka retak. Tapi, persahabatan mereka makin retek semenjak lo datang ke kehidupan Aldi."

"Lah kok gue?"

"Dengerin dulu geblek. Tapi, lo sendiri yang bikin persahabatan mereka balik lagi kayak dulu. Empat sekawan dulu itu paling edan. Cabut pelajaran bareng. Bolos sekolah bareng. Ngapa-ngapain bareng."

"Gue juga tau bego. Lo kira Gevin gak pernah cerita sama gue?!"

"Eleh. Iya iya. Dan disini lo tau siapa yang paling alim diantara mereka." ujar Javier setelah meneguk sebuah soda dari dalam kulkas

"Gevin?"

"Exacly. Gevin yang paling jarang bolos. Ya, semua juga tau."

"Terus, lo ngajak gue kesini cuma buat cerita yang udah gue tau?" tanya Vera yang sudah mulai kesal dengan tindakan Javier.

"Sini deh." ajak Javier kedepan sebuah pintu berwarna putih.

Banyak stiker Westlife dan foto Westlife di pintu itu. Terlebih lagi banyak kertar tertempel dengan tulisan-tulisan menyerupai lirik lagu.

"Lo pasti bisa nebak, kamar siapa ini,"

"Aldi?" tanya Vera. Hanya dengan stiker Westlife pun Vera tahu jika itu kamar Aldi. Vera tahu jika Aldi menyukai grup yang berasal dari Inggris itu.

"Sekarang lo lihat kedalem." ujar Javier sambil membukakan pintu itu.

Gadis itu menganga lebar. Ia menutup mulutnya setelah itu. Dia bisa melihat tulisan besar di dinding berlapis cat berwarna biru muda itu.

'Vera Neverynlaff Wayne'

To be continue...

Should I?Where stories live. Discover now