34

3.5K 362 27
                                    

Gaun panjang putih dan polesan wajah sudah melekat ditubuhku. Aku benar-benar kecewa saat Uncle David bilang, Calum tidak bisa datang ke Sydney sebelum acara pernikahan ini.

Aku menatap bayangan diriku di cermin. Sudah kelima kalinya aku di make up ulang, sebab, luntur karena air mata. Ya, aku masih tetap menangis, namun aku memilih jalan ini.

Sekuat tenaga aku menahan air mata agar aku tidak di make up lagi. Karena alat-alat itu seperti menyakiti tubuhku. Lihat saja, alisku beda 360 derajat. Alis menukik tajam dan hitam seperti burung.

Aku suka gaun ini. Gaun putih panjang yang terseret di lantai, dan tatanan rambut yang mendetail. Namun itu tidak membuatku bahagia, aku sama sekali tidak bahagia. Tidak sama sekali.

"Kalau waktu bisa diulang, aku akan memilih menunggu sesuatu yang tidak pasti, namun aku percaya daripada menerima yang sudah pasti seperti ini" lirihku. "Uwaa jangan netes". Aku berusaha menahan air mataku agar tidak menetes.

"Ms, kita pasang veil nya ya?". Penata rambut itu memasangkan kudung di rambutku dengan satu jepit biru muda yang indah. Aku suka jepitnya, tapi jika melihat kebawah lagi, aku ingat, aku tidak mengetahui siapa calon suamiku itu. "Wajahmu cantik sekali, kau menangis karna bahagia atau yang lain?". Tanya penata rambut itu sambil terus berkutat dengan veil putih brokat yang senada dengan gaunnya.

"Aku masih mencintai pacarku". Ucapku pelan. Tapi Calum bukan pacarku, ia tidak mengatakan jika kita pacaran.

"Kau dijodohkan?". Aku mengangguk pelan agar tidak merusak veil yang sedang di pasang. "Tapi kau pasti tidak akan kecewa melihat siapa calon suamimu nanti".

"Kau kenal?".

"Iya, tadi aku juga yang menata rias mempelai laki-lakinya. Ia tampan, kuakui". Mungkin jika wanita ini melihat Calum, ia akan mengatakan hal yang sama. "Tinggi dan beralis tebal, sama sepertimu".

Aku memejamkan mata, tidak memperdulikan siapa nama dari calon suamiku itu. Yang jelas sekarang, aku harus mati-matian menahan air mata dan senyum. Senyum palsu.

"Sudah siap, kututup ya kudungnya". Wanita itu menutup veil yang ada dikepalaku, kini aku melihat dibalik kain putih yang panjang sesiku tanganku. "Happy Wedding". Ucap wanita itu. Aku hanya tersenyum simpul.

Papa masuk ke kamarku dengan tuxedo hitam, ia sepertinya sudah siap mengantarku ke altar. "Hei, kamu cantik sekali Cals". Ucap papa. Dan lagi-lagi aku diam dengan senyum palsu di bibirku.

"Papa ga nyangka kamu sudah sebesar ini dan kamu akan menyusul Andy. Jocephine, hamil". Mataku melebar, Sis Jos hamil? Jocephine atau aku panggil sis Jos adalah istri dari kak Andy, setahun yang lalu mereka menikah.

"Calista ikut senang".

"Happy Wedding Cals, semoga kamu bahagia ya". Aku mengaitkan tanganku di lengan papa. Inilah saatnya, waktunya aku bertemu calon suamiku.

Pemberkatan dilakukan di gereja yang waktu itu aku bertemu Niall, dibelakang gereja ini ada sebuah taman. Dan disinilah berakhir semua penantianku tentang Calum.

Terdengar musik dari piano, dan pintu gereja ini terbuka. Disana berdiri seorang laki-laki berjas hitam yang dimaksud calon suamiku. Aku mengcengkram erat lengan papa agar tidak menangis. Disepanjang altar aku menunduk dibalik veil putih ini. Aku tidak sanggup untuk menatap ke depan, sangat tidak sanggup.

Di ekor mataku, aku bisa melihat mama, kak Andy dan Alena menangis. Seorang kak Andy menangis di pesta pernikahan adiknya?

Menunduk dan terus menunduk. Kakiku terasa sangat lemas sekarang saat hampir sampai dimana laki-laki tersebut berdiri.

The Reason I Love Tom : Calum HoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang