"Lalu perbannya dibuka hari ini?". Kalian tahu? Perban Calum menutupi sampai alisnya. Entah apa yang ia lakukan sampai perbannya seperti itu.

"Tunggu ia siuman. Saya akan cek dahulu sebelum melepas perbannya".

"Terima kasih dok". Dokter itupun keluar dan sekarang tinggal aku dan Calum yang tertidur. Ia seperti dibius sekarang, kuusap pelan pipinya dan terus menggenggam tangannya erat. "Get better, Cal-Pal".

***

Malamnya, Calum masih belum sadar. Aku disini bersama Michael. Ia datang karena permintaanku, dia juga membawakan pizza tapi ia yang menghabiskannya. Typical Michael.

"Kapan dia sadar?". Aku mengedikkan bahuku. Pemandangan kami saat ini adalah Calum yang sedang tidur. "Dia sayang banget sama lo, Cals".

Aku langsung menatap Michael yang masih sibuk mengunyah pizzanya, "Maksud lo? Jangan bawa masalah itu deh, gue ga mau denger".

"Dia ketemu lo waktu ngalamin koma. Katanya lo ga ngasi Calum pergi, dan dia balik lagi buat lo".

"Jangan ngarang". Aku mendengus pada Michael. Tidak mungkin Calum bertemu denganku.

"Seriusan, kemarin dia cerita". Aku tidak memperdulikan Michael. Yang sekarang dipikiranku adalah aku ini menjaga Calum, tapi aku juga harus menjaga perasaan Egi, pacarku. Jadi bisa dikatakan aku dilema.

Tiba-tiba saja Calum bergerak dan melenguh. Langsung kuhampiri dan melihat keadaannya. "Cal, are you okay?". Kuguncang badannya pelan. Aku takut ia kenapa-napa jika dibiarkan tidur terus.

"I'm okay, Cals. Ga usah manggil dokter". Lalu aku duduk disampingnya. Aku benar-benar takut terjadi sesuatu pada Calum.

"Michael". Michael masih duduk di sofa tadi. Dan sekarang, ia hanya melihatku saja. "Come here". Michael berada disisi lain dari ranjang Calum. Ia menatap kita berdua datar. Ada apa dengannya?

"Hi mate, what's up?". Ucap Calum lemah.

"I'm fine. Bagaimana keadaan lo?".

"Gue baik. Cals, gue haus". Aku mengambilkan minum sedangkan Michael membantu Calum duduk. Kusodorkan segelas air putih padanya. "Thankyou".

***

"Lo nginep?". Michael sudah pulang. Kini tinggal aku dan Calum. Ia sama sekali tidak ada yang menemaninya jika aku pulang tadi.

"Mau lo?". Ucapku sarkas

"Nginep lah, gue sendiri disini. Liat kan? keluarga gue ga ada yang dateng".

"Mereka sibuk. Jadi gue yang nemenin lo". Aku duduk disofa sudut ruangan, sedangkan Calum ia tidur diranjangnya sambil menonton televisi. "Perasaan lo gimana? mendingan atau masih sakit?".

"Sakit".

"Maksud gue bukan perasaan hati lo, tapi fisik".

Ia tergelak, "fisik sama hati gue sama-sama sakit". Aku memutar mata sarkas, ia terlihat puitis sekarang.

Tak lama kemudian, dokter dan 2 orang suster masuk. "Bagaimana keadaanmu?". Tanya dokter itu sambil mendengar detak jantung Calum melalui stetoskop.

"Well, baik". Ucap Calum santai. Sepertinya ia malas dengan dokter ini.

"Perban dikepalamu akan kami lepas". Suster-suster itu kemudian melepas perban di kepala Calum dan diganti dengan perban dan plester di dahi kirinya. Luka sekecil itu ditutup setengah kepalanya?. "Jangan lupa istirahat dan minum obatmu". Dokter itupun keluar saat aku sudah mengucapkan terima kasih.

"Gue benci dokter". Ucapnya kemudian.

"Kenapa?".

"Mereka nyuntik gue mulu, stetoskop mereka didada gue mulu, infus diganti mulu. Gue cape pengen pulang". Aku tergelak. Sekarang ia lebih mirip anak kecil yang tidak betah di rumah sakit. Ia memajukan bibir bawahnya dan terus mengganti chanel televisinya.

"Biar lo sembuh makanya lo digituin". Ia melirikku melalui ekor matanya. "Apa?".

"Lo cantik".

"Tiap hari itu mah". Aku terkekeh

"Emang bener sih, makanya gue suka sama elo". Ucapnya santai.

"Gue ngantuk Cal, gue tidur duluan ya". Aku berjalan kearah sofa di pojok ruangan.

"Lo tidur dikasur ini sama gue".

"Ogah, entar elo kena tendang. Udah tau gue kalo tidur kaya jam, muter".

"Lo tidur dikasur sama gue atau gue juga ikut tidur disofa?". Ucap Calum.

"Lah ngapain juga". Calum langsung mencoba bangkit dari tidurnya dan aku segera menghampirinya menyuruh ia tidur diposisinya kembali. "Oke fine, gue tidur disamping lo".

Calum menggeser posisinya lebih ke pojok menyediakan ruang tidur untukku. Jujur, ini pertama kalinya aku seranjang dengan Calum sepertinya. Belum apa-apa jantungku sudah tidak bisa diajak kompromi.

Kami tidak berbagi bantal, aku takut kepala Calum kenapa-kenapa. Apalagi perbannya baru saja dibuka. Aku tidur menghadap Calum. "Rambut lo tambah panjang". Ucapku sambil mengusap rambut Calum. Rambutnya masih tetap halus dan wangi padahal mandi saja tidak.

"Pulang rumah sakit, gue mau cukur". Ia masih menatap televisi di depannya. "Lo kesempitan? Gue masih bisa ke pojokan lagi".

"Engga, lo ga boleh terlalu pojok. Entar lo jatuh, gue tidur ya? Lo juga tidur udah malem". Ia menatapku, dan reflek aku mengecup bibirnya lalu berbalik membelakanginya. Apa yang aku lakukan?

"Goodnight, Calista". Ucapnya merendah.

***

"Mereka kemarin ngapain aja ya?". Ucap orang yang didepanku. Ini terlalu pagi untuk membuka mata. Aku masih mengantuk.

"Kalo Egi liat, bisa berantem tuh". Kini suara lain yang berkata.

"Gue tebak Calista ga suka sama Egi. Dia cuma pelariannya doang". Suara ini seperti tadi.

"Mereka sama-sama suka, tapi Calista gengsi".

"BERISIK OY. GUE NGANTUK". kubuka mataku dan sudah ada Michael dan Luke. Astaga bocah ini lagi!

"Kita ganggu ya?". Tanya Michael sambil mendekatkan wajahnya padaku.

"Fuck you Michael. Shut up!".

Aku langsung melanjutkan tidurku tanpa memperdulikan mereka.







--to be continued--

H-12 Michael birthdayyyy uhuyyy mayk kita lahir dibulan yang sama berarti kita jodoh hahahaha.

Btw, aku lagi ulang tahun hari ini. Ga ada yang mau traktir slfl tiket? Hehehe

8 november 2015~

The Reason I Love Tom : Calum HoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang