Transmigrating 57

641 36 22
                                        

Avelon melayang turun dengan ringan, pijakan terakhirnya di udara seolah menjadi tanda bahwa awan yang membawanya lenyap tanpa jejak. Angin dingin Hutan Hitam —yang terasa aneh, berputar di sekitar tubuh mungilnya. Bocah itu, yang tadi pagi berpamitan dengan keluarganya beralasan menangkap sosok misterius yang menyerang pegunungan Lileon—kini berdiri seorang diri di hadapan kegelapan. Bukan untuk menepati apa yang menjadi alasan dia pergi, namun untuk hal lain.

Di hadapannya, mulut gua naga menganga seperti rahang raksasa yang siap menelan siapa pun yang berani mendekat. Dinding-dindingnya lembap dan berlumut, memantulkan suara tetes air yang jatuh dari langit-langit gua. Avelon menegakkan tubuhnya, lalu melangkah perlahan. Setiap langkahnya terasa ringan. Dia tahu apapun yang ada di dalam sana, dia cukup kuat untuk bisa membunuhnya. Atau, setidaknya tidak membiarkan dirinya terbunuh.

Begitu tiba di mulut gua, pemandangan yang begitu mengejutkan menyambut Avelon.

Di hadapannya, terbentang pemandangan yang jarang dilihat mata manusia. Puluhan naga berkerumun, tubuh raksasa mereka membentuk bayangan bergerigi di dinding gua. Sayap-sayap bersisik itu terlipat rapat, namun sesekali bergerak, menimbulkan desir angin yang membuat rambut Avelon bergetar. Di antara mereka, hanya segelintir anak naga yang tampak—jumlahnya bisa dihitung jari—bersembunyi di balik kaki induknya, menatap polos namun penuh kewaspadaan.

Yang lebih aneh, setiap naga dewasa berdiri dalam lingkaran batu yang jelas tersusun dengan sengaja. Garis itu mengitari tubuh mereka, seolah menjadi batas wilayah pribadi. Tak ada seekor pun naga yang melangkah melewati garisnya. Bahkan ketika ekor panjang salah satunya menyentuh ujung lingkaran, ia buru-buru menariknya kembali, seperti ada sesuatu yang tidak terlihat mengekang geraknya.

Ucapan dewi menyebalkan itu ternyata benar. Di dunia ini, naga memang hanya hewan. batin Avelon.

Dalam dunia lamanya, naga tinggal dalam kastil yang jauh lebih mewah dibandingkan istana kekaisaran. Bukan dalam gua lembab yang tiap wilayahnya diberi batu sebagai batas.

Avelon melangkah masuk dengan santai.

Kelihatannya perkirannya tentang letak gua. Bukan jumlah kelompok yang menentukan letak gua mereka. Namun, kekuatan. Semakin kuat kelompok suatu hewan, semakin jauh pula letak gua mereka dari pintu masuk hutan.

Mereka semua pintar. Meletakkan kelompok dengan kekuatan terlemah di pinggir hutan. Dengan begitu, jika ada yang menyerang, maka hewan terlemah akan menjadi benteng sementara yang kuat melarikan diri.

Avelon melangkah semakin jauh ke dalam gua. Suara langkah kakinya memantul di dinding batu, menggema di antara napas berat para naga. Semakin dalam ia masuk, semakin jelas sorot mata mereka—kilauan merah, emas, dan hijau berpendar dari balik kegelapan, seperti bara yang tak pernah padam.

Begitu jarak antara dirinya dan kawanan itu cukup dekat, Avelon berhenti. Tubuhnya kaku, napasnya tertahan. Ia tahu, satu gerakan keliru saja bisa memicu bencana. Jika para naga itu menyerang, ia tidak punya pilihan selain melawan.

Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Seluruh naga tetap diam. Tak ada desis, tak ada raungan, tak ada sayap yang mengepak. Hanya keheningan mencekam.

Puluhan pasang mata itu menatap lurus ke arahnya, seolah menimbang keberadaan bocah kecil yang berani menantang sarang mereka. Tapi tidak satu pun naga yang melangkah keluar dari lingkaran batu.

Avelon menggenggam senjatanya erat. Dadanya bergemuruh. Mengapa mereka tidak bergerak? Apakah mereka menunggu aba-aba? Atau mungkin... mereka bukan lawannya?

Keheningan itu makin pekat, seakan seluruh gua menahan napas bersama mereka.

"Ada bau naga tercium darinya. Tapi, baunya aneh. Seperti bukan naga dari dunia ini."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I'm A Transmigrating PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang