Transmigrating 34

635 40 7
                                        

Noewera adalah satu-satunya keluarga yang masih menganggap remeh anak perempuan. Saat ada anak perempuan lahir, maka mereka akan langsung menjualnya ke keluarga kaya atau membunuhnya begitu anak itu keluar dari perut ibu mereka. Lebih parah lagi, Duchess yang melahirkan anak perempuan sebagai anak pertama akan langsung dieksekusi.

Namun, semua hal itu berubah ketika seorang anak perempuan lahir dari rahim seorang Duchess yang begitu dicintai oleh Duke saat itu. Anak perempuan bernama Claramel itu lahir dengan mengorbankan nyawa ibunya. Ayah dan ketiga kakak laki-lakinya membenci Claramel lebih dari apapun. 

Claramel tumbuh tanpa kasih sayang dari keluarganya. Meski begitu, dia tidak pernah disiksa seperti anak perempuan lain sebelum dirinya. Ataupun dijual kepada keluarga kaya.

Ayah dan ketiga kakak laki-lakinya hanya membiarkan Claramel tumbuh tanpa kasih sayang. Hanya itu.

"Apa Rie masih belum selesai membaca?" sebuah suara yang terdengar begitu familiar tertangkap oleh gendang telinga Lilyana.

Gadis itu mengangkat kepalanya. Mengalihkan pandangannya dari buku di tangannya. Benar. Lilyana sedang minum teh di taman dengan Duke saat ini. 

"Belum, tapi sudah," jawab Lilyana.

Duke terlihat bingung. Apa maksud ucapan anak bungsunya ini? Tapi, Duke tidak terlalu ambil pusing.

"Apa Rie ingin membaca lagi?" 

Lilyana menggelengkan kepalanya. Gadis itu menutup buku yang masih belum selesai dia baca meski sudah memegangnya selama 1 bulan. 

Duke tersenyum. Lilyana menyesap susu cokelatnya yang mulai mendingin. Meski tak menyukai Duke, bukan berarti ia bisa mengabaikannya begitu saja dan terus membaca buku. Bagaimanapun juga, Duke adalah penguasa di tempat ini, dan sebagai bawahannya, Lilyana harus menunjukkan kepatuhan. Terlebih lagi, Duke adalah orang yang jauh lebih tua darinya—sudah sepatutnya ia tetap menghormatinya.

"Tapi..." Lilyana mulai bicara, "Tidakkah anda sibuk, Tuan Duke?" tanyanya.

Duke Noewera bisa merasakan jutaan anak panah menghujam dadanya saat mendengar dua kata terakhir yang diucapkan oleh gadis kecil itu. Ini memang bukan pertama kalinya sang putri bungsu memanggilnya dengan sebutan 'Tuan Duke'. Meski begitu, Duke Noewera tetap tidak pernah terbiasa. Itu tetap menyakitkan meskipun dia berusaha untuk bersikap biasa saja. Tapi, bukankah rasa sakit yang teramat ini adalah hal yang wajar?

Ayah mana yang tidak sedih saat dipanggil seperti itu oleh putrinya sendiri?

"Ayah sedikit sibuk. Tapi, ayah selalu punya waktu untuk Rie," jawab Duke dengan senyum manis.

Lilyana menganggukkan kepalanya. Tidak tahu harus membalas apa.

Baginya, entah kenapa ini terasa aneh. Minum teh bersama dengan pria yang merupakan ayahnya di taman dengan tenang....

Ini terasa aneh.

"Apa ada hadiah ulang tahun yang Rie inginkan?" tanya Duke. Memecah keheningan antara dirinya dan Lilyana.

"Tidak ada," Lilyana menjawab dengan cepat.

"Benarkah tidak ada? Apa Rie tidak ingin sesuatu? Atau mungkin seekor? Atau seorang?" Duke kembali bertanya. Dia sepertinya tidak terima jika putri bungsunya tidak menginginkan apapun sebagai hadiah ulang tahunnya yang kelima.

Lilyana memasang wajah bingung. Seekor itu masih biasa saja. Tapi, apa maksudnya seorang?

Duke tersenyum. Menjelaskan maksud ucapannya dengan lembut, "Kak Tisa dulu  meminta seekor pegasus sebagai hewan peliharaan. Tapi karena pegasus itu selalu menangis, Kak Tisa melepaskannya," Duke menyesap cangkir tehnya.

I'm A Transmigrating PrincessWhere stories live. Discover now