Lilyana duduk di balkon kamarnya. Seperti yang sudah dia katakan pada Sienna, sekarang adalah jam makan siang. Dan hari ini, Lilyana akan makan siang sendirian di balkon kamarnya. Karena Duke memiliki pekerjaan penting yang tidak bisa ditunda.
Tidak masalah. Lilyana justru suka makan sendirian seperti ini.
"Apa makanannya sesuai dengan selera anda, Nona?" seorang gadis muda berusia 27 tahun bertanya dengan senyum manis di wajahnya. Rambutnya yang berwarna coklat digulung rapi. Mata kuningnya menatap Lilyana lembut.
Dia adalah Erin. Kalian benar. Pelayan pribadi Lilyana ini bernama Erin, bukan Elin. Hanya saja, lidah Lilyana masih terlalu pendek sehingga membuatnya tidak bisa menyebut huruf 'R' dengan benar.
Lilyana mengangguk sebagai jawaban.
Erin masih mempertahankan senyum lembut di wajahnya. "Apa ada yang kurang? Apakah Anda menginginkan sesuatu?" tanyanya lagi dengan suara tenang dan penuh perhatian.
Lilyana hanya menggeleng pelan sebagai jawaban. Tanpa berkata apa-apa, ia mengambil sepotong kecil daging steak yang telah dipotong rapi, lengkap dengan sedikit kentang tumbuk di ujung garpunya. Ia menyuapkannya ke dalam mulut, lalu mulai mengunyah perlahan. Gerakan mulutnya tenang, seolah ingin menikmati setiap detik dan setiap rasa yang menari di lidahnya.
Daging itu begitu lembut, mudah hancur di mulut, dan bumbunya meresap sempurna. Ada kehangatan dan kekayaan rasa yang sejenak membuat dunia di sekelilingnya terasa sunyi. Seolah-olah inilah hidangan terenak yang pernah ia cicipi. Padahal, Lilyana sudah ratusan kali mencicipi makanan yang jauh lebih mahal, lebih mewah, dan lebih rumit penyajiannya. Namun, entah kenapa Lilyana masih belum terbiasa.
"Jika anda membutuhkan sesuatu, silakan bunyikan lonceng ini kapan saja, Nona," kata Erin.
Lilyana melirik ke arah lonceng emas kecil yang tergeletak di pinggir meja, lalu kembali menganggukkan kepalanya pelan. Isyarat itu cukup bagi Erin. Sang pelayan pribadi tersenyum sopan, membungkukkan tubuh sedikit, lalu melangkah pergi meninggalkan ruangan, membiarkan Lilyana sendiri di dalam kamar yang sunyi.
Sudah dua tahun sejak Erin mulai bekerja sebagai pelayan pribadi bagi sang nona termuda keluarga bangsawan itu. Namun, meski waktu telah berlalu, Erin masih belum sepenuhnya terbiasa dengan sikap Lilyana yang begitu pendiam, hampir seperti bayangan yang berjalan dan berbicara hanya jika perlu. Diamnya bukan karena dingin, melainkan seperti dinding transparan yang membatasi dirinya dari dunia luar. Sebuah ketenangan yang terasa asing, namun tidak sepenuhnya menolak.
Lilyana tetap duduk di tempatnya, menyendiri dalam keheningan yang akrab, hingga suara ketukan lembut terdengar dari pintu kamarnya. Ia menoleh sedikit, tapi tidak beranjak dari kursinya.
"Rie di dalam? Apa Ibu boleh masuk?" suara lembut namun penuh wibawa terdengar dari balik pintu. Suara itu dikenalinya dengan sangat baik.
Alis Lilyana sedikit bertaut. "Duchess? Kenapa dia datang kemali? Bukankah hali ini jadwal Duke untuk makan siang belsamaku?" pikirnya dalam hati, merasa ada yang sedikit tidak biasa.
Beberapa detik kemudian, pintu kamar terbuka perlahan. Seorang wanita dengan rambut putih bersih yang disisir rapi turun hingga punggungnya melangkah masuk. Matanya—senada dengan warna rambutnya—menatap lembut , menyapu ruangan sebelum akhirnya berlabuh pada sosok Lilyana yang diam di balkon.
Duchess tersenyum. Duduk di kursi kosong di hadapan Lilyana.
"Apa Rie suka dengan menu makan siang hari ini?" tanya sang Duchess, suaranya lembut dan hangat, selaras dengan senyum manis yang masih tertaut di wajahnya. Senyum itu bahkan tampak lebih tulus ketika matanya menangkap piring putrinya yang hampir bersih—tanda bahwa makanan itu telah dinikmati dengan sungguh-sungguh.
STAI LEGGENDO
I'm A Transmigrating Princess
Fantasy[Bukan Novel Terjemahan] Spin Off ITVAHM Kebahagiaan. Itu adalah kata yang sangat sulit Lilyana rasakan selama hidupnya. Tapi, di kehidupan kedua yang diberikan Avelon, naga yang mencintainya, Lilyana akhirnya bisa merasakan kebahagiaan. Clarice Ex...
