Transmigrating 13

1.2K 85 1
                                        

Lilyana memejamkan matanya-bukan karena mengantuk, melainkan pura-pura tertidur, berharap sang Duchess segera pergi dari kamarnya. Namun, harapannya sia-sia. Wanita yang juga ibunya itu tetap duduk di kursi di samping kotak bayinya, sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda akan beranjak.

Meskipun matanya terpejam, Lilyana bisa merasakan tatapan sang Duchess yang tertuju padanya. Wanita berusia 29 tahun itu tersenyum lembut, seolah menikmati momen ini tanpa niat sedikit pun untuk pergi. Tatapan itu terasa hangat, penuh kasih sayang, tetapi bagi Lilyana, justru terasa menyesakkan.

Hah! Apa wanita ini tidak punya pekerjaan lain? Bukankah seorang Duchess seharusnya sibuk dengan berbagai urusan kerajaan? Tapi, kenapa dia justru punya begitu banyak waktu luang hanya untuk duduk di sini dan mengawasi Lilyana? Apa yang sebenarnya dia pikirkan? Apa dia tidak bosan hanya menatap bayi yang pura-pura tertidur?

Lilyana berusaha tetap diam, mempertahankan sandiwara kecilnya. Namun, semakin lama, kehadiran sang Duchess terasa semakin menekan. Rasanya seperti dikelilingi oleh kehangatan yang tak diinginkan, membuatnya gelisah meskipun ia sendiri belum bisa memahami alasannya.

"Ibu tidak tahu apa yang sudah Rie alami selama ini. Tapi, ibu janji akan membuat Rie lebih bahagia," kata Duchess.

Lilyana terdiam. Tidak lagi merasa gelisah. Bayi mungil kita itu perlahan membuka matanya. Menghentikan drama pura-pura tidurnya. Manik mata biru Lilyana yang nampak seperti permukaan laut dangkal menatap Duchess. Sedangkan yang ditatap hanya tersenyum penuh arti.

Kenapa wanita itu bicara seolah bayi dalam keranjang yang bahkan masih belum bisa berjalan ini sebenarnya sudah hidup dua kali?

Dan yang lebih aneh lagi, kenapa Lilyana memang merasa seperti itu?

Perasaan aneh itu menggelitik benaknya, seolah ada sesuatu yang familiar namun tak bisa ia jangkau. Ada kesan bahwa ini bukanlah kehidupan pertamanya, seakan jiwanya telah melewati sesuatu yang jauh lebih panjang sebelum akhirnya terkurung dalam tubuh mungil ini.

Tapi jika memang benar begitu... kenapa Lilyana tidak mengingat apa pun soal kehidupan pertamanya?

Tidak ada bayangan, tidak ada kenangan, hanya perasaan kosong yang membuatnya bingung. Semakin ia mencoba menggalinya, semakin samar jawabannya. Seolah ada sesuatu yang menghalangi, sebuah dinding tak kasatmata yang menutupi masa lalu yang bahkan belum ia sadari keberadaannya.

"Rie sudah bangun? Atau Rie memang tidak benar-benar tidur?" tanya Duchess dengan senyum di wajahnya yang semakin lebar.

Lilyana membuang wajahnya. Ketahuan. Matanya kembali terpejam. Duchess tersenyum.

Keheningan kembali memeluk ibu dan putrinya itu sebelum pintu kamar Lilyana tebruka. Seorang bocah berusia 8 tahun melangkah. Rambut merahnya yang nampak seperti api bergerak naik turun. Mata hijaunya nampak sangat teduh.

"Kelas penerus anda sudah usai, Tuan Muda?" tanya Duchess yang tersenyum dengan lebar.

Bocah yang tak lain dan bukan adalah Rexave itu tersenyum. Kepalanya mengangguk pelan, "Belum, Duchess. Tapi, Tuan Alpren memberi saya waktu 15 menit untuk beristirahat." jawab Rexave dengan senyum yang tak kalah manis dari ibu tirinya.

Yah, hubungan antara ibu tiri dan anak ini memang tidak bisa dibilang buruk, tapi juga jauh dari kata hangat.

Rexave menghormati Duchess sebagai ibu tirinya, memperlakukannya dengan sopan dan tanpa perlawanan. Namun, itu tidak berarti dia akan memanggil wanita itu dengan sebutan ibu. Baginya, hanya ada satu ibu-seseorang yang telah tiada, tetapi tetap hidup dalam hatinya. Duchess pun memahami hal itu. Dia tidak pernah memaksa, tidak pernah menuntut lebih dari apa yang Rexave bersedia berikan. Dia hanya berdiri di balik batas yang telah ditetapkan, menerima kenyataan bahwa hubungan mereka akan selalu dibatasi oleh dinding tak kasatmata yang dipilih Rexave sendiri.

I'm A Transmigrating PrincessOnde histórias criam vida. Descubra agora