Transmigrating 26

732 54 5
                                        

"Ayo membuat istana pasir, Duchess!" Lorenzo menarik tangan Duchess yang masih menikmati bentangan air berwarna biru di hadapannya.

Duchess menoleh. Menahan topinya yang hendak menjauh karena tertiup angin. Bibir wanita itu terangkat. Dia hendak menjawab, tapi Letisha sudah lebih dulu bicara, "Lori! Biarkan Duchess menikmati waktunya bersama ayah." katanya.

Lorenzo melepaskan genggaman tangannya. Ganti menatap kakak kembarnya yang berdiri tepat di samping. 

"Kita sudah jauh-jauh ke sini. Jadi, jangan ganggu Duchess! Biarkan Duchess berdua saja dengan ayah," Letisha mengulangi lagi ucapannya.

"Aku tidak apa-apa, Tisa. Lagipula ini liburan keluarga, kan?" Duchess angkat bicara. Senyumnya lembut, meski ragu. Ia tidak ingin menjadi pusat perhatian atau menyingkirkan siapa pun.

Namun Letisha tidak bergeming. Ia menatap Duchess dengan sorot mata yang sungguh-sungguh, penuh keyakinan, lalu menyilangkan kedua tangannya di dada. "Tidak! Aku tahu Duchess jarang memiliki waktu bersantai berdua saja dengan ayah. Dan sekarang adalah waktu yang tepat.

Duchess menatap Duke yang sedang mengawasi Lilyana dan Rexave bermain di bibir pantai. Yah, ucapan Letisha memang tidak sepenuhnya salah. Duchess memang jarang memiliki waktu bersantai berdua saja dengan Duke. Meski begitu, ini kan liburan keluarga. Jadi, semua orang harus bersama.

"Siapa yang akan menjaga kalian jika kami pergi?" tanya Duchess sembari menatap Letisha.

Letisha meletakkan kedua tangannya di pinggang. Dadanya membusung. "Apa Duchess lupa? Kami adalah anak-anak Noewera yang dikaruniai penjaga." Letisha terlihat begitu bangga.

Duchess diam. Ucapan Letisha yang satu ini juga tidak salah. Dia benar. Anak-anak Noewera memang memiliki penjaga. Dan para penjaga itu jelas tidak akan pernah membiarkan sesuatu yang buruk terjadi pada tuan mereka. Meski begitu, tetap saja Duchess khawatir.

"Kalian kan hanya anak-anak. Bagaimana jika ada sesuatu yang tidak bisa diatasi oleh para penjaga kalian?" Duchess bertanya dengan wajah yang nampak begitu khawatir.

"Aku cukup bisa diandalkan, loh," Kali ini Lorenzo yang angkat bicara. Setelah memikirkan ucapan Letisha, Lorenzo akhirnya menyadari sesuatu. Yah, dia sedikit membenci hal ini, tapi harus Lorenzo akuin jika ucapan Letisha ada benarnya. Selain memberikan waktu bagi sang ayah dan Duchess untuk menghabiskan waktu berdua saja, mereka jadi bisa memonopoli si bungsu.

"Aku tahu itu, Lori. Hanya saja..."

Letisha berdecak pelan. Ini jelas akan tidak akan selesai jika mereka hanya menggunakan mulut. Jadi, Letisha melangkah dan mendorong punggung Duchess.

"Lebih baik anda memikirkan hal-hal menyenangkan yang bisa dilakukan bersama ayah nanti, daripada sibuk memikirkan hal-hal yang tidak penting," kata Letisha, suaranya terdengar tegas namun ada nada peduli di baliknya.

Duchess hanya bisa menghela napas pelan. Tidak ada gunanya membantah Letisha jika gadis itu sudah bicara seperti itu. Ia menatap Letisha sejenak, lalu mengangguk pelan, pasrah. Tubuhnya didorong perlahan oleh Letisha, langkah demi langkah, semakin dekat ke arah Duke.

Letisha berhenti tepat di hadapan Duke, lalu berseru dengan semangat seperti seorang juru kampanye yang membela kebenaran:

"Ayah! Ayo segera pergi dari pantai ini dan nikmatilah waktu ayah bersama Duchess! Jangan buang kesempatan langka ini. Tidak ada pekerjaan, tidak ada gangguan, hanya ayah dan Duchess. Kapan lagi coba?"

Ia menepuk ringan punggung Duchess satu kali, seperti memberi isyarat terakhir sebelum menyerahkan sepenuhnya momen itu pada mereka berdua. Tatapannya tajam namun tulus—ia tahu ini bukan soal bersenang-senang biasa, tapi tentang membangun kembali kedekatan yang sempat lama hilang.

I'm A Transmigrating PrincessWhere stories live. Discover now