5 tahun setelah kematian Tattiana Lui Fiserre, putri pertama dari Marquiss Fiserre sekaligus mendiang Duchess. Dia adalah seorang wanita cantik dengan rambut panjang berwarna merah dengan mata oranye. Melihat dari penampilannya saja, semua orang tahu jika Tattiana adalah perwujudan matahari. Wanita yang menikah saat berusia 20 tahun itu memang seseorang yang hangat. Senyumnya cerah dengan wajah yang teduh. Tattiana juga ramah dan mudah berbaur dengan semua orang. Membuatnya sangat terkenal di kalangan bangsawan dan juga rakyat biasa.
Wanita yang sangat sempurna itu....
Kehilangan nyawanya di usia 28 tahun setelah melahirkan anak kedua dan ketiganya. Dia pergi dengan anak keempatnya yang meninggal dalam kandungan. Meninggalkan luka yang sangat besar bagi suami dan keluarga yang dia tinggalkan.
Setelah kematian Tattiana, Duke Noewera tidak pernah tersenyum. Dia selalu mengurung diri di dalam ruang kerja. Pria yang menjadi duda di usia 30 tahun itu menghabiskan waktunya dengan bekerja. Sama sekali tidak beristirahat sebelum malam benar-benar matang. Berharap dirinya akan lupa dengan kesedihan karena kehilangan wanita yang telah dia kejar selama 10 tahun.
"Tuan Duke, hari ini adalah hari ulang tahun Tuan Kedua dan Nona Muda, apa anda tidak ingin menemui beliau?" tanya Anversen, asisten pribadi Duke Noewera.
Duke Noewera menghentikan gerakan tangannya. Ulang tahun Tuan Kedua dan Nona Muda? Artinya, hari ini merupakan hari kematian istrinya.
"Tuan Duke," Anversen berkata lirih, "Saya mengerti bagaimana perasaan anda. Namun, kematian Nyonya bukanlah salah Tuan Kedua dan Nona Muda. Semua ini adalah kehendak takdir."
Duke Noewera melanjutkan pekerjaannya. Tangannya gemetar. Menekan dengan keras ujung pena hingga membuat tintanya melebur keluar.
"Sudah lima tahun Anda bekerja tanpa mengenal waktu," lanjut Anversen dengan suara pelan namun tegas. "Siang dan malam Anda tenggelam dalam dokumen, seolah mencoba melupakan sesuatu yang tak bisa dihapus begitu saja. Tapi, selama itu pula, tidak sekali pun Anda menemui anak-anak Anda. Mereka menunggu, Tuan. Menunggu seorang ayah yang bahkan tak pernah meluangkan waktu untuk sekadar menatap mereka."
Gerakan tangan Duke Noewera kembali terhenti. Dia menatap asisten pribadi yang dibawa oleh istrinya itu. Pupil matanya yang dulu nampak seperti dedaunan pohon kini layu. Tidak ada selarik cahaya pun di sana.
"Aku tahu kematian Tattiana bukanlah kesalahan Lorenzo ataupun Letisha," suara Duke Noewera bergetar, nyaris tenggelam dalam keheningan malam. "Tapi setiap kali aku melihat mereka, bayangan kematian Tattiana kembali terulang di mataku. Aku ingin memeluk mereka, Anversen, sungguh. Aku ingin menjadi ayah yang mereka butuhkan..."
Ia menarik napas dalam, seolah mencari kekuatan dalam udara yang memenuhi dadanya.
"Tapi aku tidak sanggup."
Anversen menundukkan kepalanya, matanya meredup mendengar pengakuan itu. Sesaat, ia tak tahu harus berkata apa. Hanya desahan napas pelan yang lolos dari bibirnya, mencerminkan beban yang ia rasakan untuk tuannya.
"Tuan..." suaranya lirih, nyaris seperti bisikan.
Ia telah lama menjadi saksi bagaimana Duke Noewera menenggelamkan diri dalam pekerjaan, seolah itu satu-satunya cara untuk menghindari kenyataan. Ia melihat bagaimana pria itu memaksa dirinya bertahan, namun di balik ketegaran itu, tersimpan luka yang tak pernah benar-benar sembuh.
Anversen mengepalkan tangannya di sisi tubuhnya, berusaha menahan keinginan untuk berbicara lebih jauh. Namun, ia juga tidak bisa hanya diam.
"Kalau begitu... sampai kapan, Tuan?" tanyanya akhirnya. "Sampai kapan Anda akan membiarkan mereka menunggu? Sampai kapan Anda akan terus menyiksa diri sendiri?"
YOU ARE READING
I'm A Transmigrating Princess
Fantasy[Bukan Novel Terjemahan] Spin Off ITVAHM Kebahagiaan. Itu adalah kata yang sangat sulit Lilyana rasakan selama hidupnya. Tapi, di kehidupan kedua yang diberikan Avelon, naga yang mencintainya, Lilyana akhirnya bisa merasakan kebahagiaan. Clarice Ex...
