"Anda yakin ingin menemui adik saya, Nona?" Xerendity bertanya entah untuk yang ke berapa kali. Lilyana berhenti menghitungnya di kali ke 192.
"Apa wajahku tellihat lagu, Xelene?" Lilyana menunjukkan wajahnya yang nampak lebih yakin dibandingkan manusia manapun di muka bumi ini. Seperti yang dia tunjukan 192 kali lalu.
Xerendity tersenyum manis, "Wajah anda terlihat menggemaskan," katanya.
Wajah yakin Lilyana berubah datar. Itu jawaban yang sama dengan yang dia dengar selama 192 kali. Ah, sekarang jadi 193 kali.
Xerendity memainkan jari-jemarinya.
"Saya tahu anda sangat yakin untuk menemui adik saya. Tapi, saya tidak yakin jika anda tidak akan berteriak saat melihat keadaan adik saya," Xerendity menjelaskan apa yang selama ini mengganjal di hatinya.
"Setiap kali ada anak yang ingin menemui adik saya, mereka juga tampak yakin. Tapi begitu melihat keadaannya, mereka semua lari dan berteriak. Bahkan beberapa dari mereka mengatai adik saya monster. Adik saya.... dia pasti sangat sedih. Dan sebagai kakaknya, itu juga menyakiti saya," Xerendity menjelaskan sekali lagi.
Lilyana merenung. Ucapan gadis di hadapannya ini benar. Lilyana yang tidak berada di sana bahkan merasakan sakit. Apalagi Xerendity dan adiknya yang merasakan langsung.
Lilyana menggenggam punggung tangan Xerendity. Tersenyum, "Tenang saja. Aku janji tidak akan belteriak apalagi sampai mengatakan hal yang buluk. Aku akan diam." kata Lilyana.
Xerendity balas tersenyum. Sebuah senyum ragu. Karena semua anak yang ingin menemui adiknya juga menjanjikan hal yang sama. Tapi, mereka tetap melanggarnya dengan sangat mudah. Seolah janji itu tidak berarti apapun.
Xerendity menghela napas panjang. Berusaha meyakinkan dirinya jika Nona Bungsu Noewera mungkin saja berbeda. Meski dirinya sendiri tidak yakin.
"Kita sudah sampai, Nona," kata Xerendity begitu matanya menangkap pemandangan yang sudah biasa dia lihat di luar jendela.
Lilyana ikut menatap ke luar jendela. Sebuah mansion megah tiga tingkat menyambut dirinya dengan angkuh, berdiri di atas lahan luas yang dikelilingi taman yang ditata rapi. Dinding-dinding batu berwarna krem pucat berdiri kokoh, dihiasi pilar-pilar tinggi dan ukiran rumit khas arsitektur neoklasik. Jendela-jendela besar berbingkai emas memantulkan cahaya mentari sore, memberikan kesan mewah namun dingin.
Atapnya menjulang dengan cerobong-cerobong batu yang teratur, sementara dua burung gagak bertengger di gerbang besi tempa yang menjulang, seolah menjadi penjaga bisu bangunan itu. Di bagian depan, air mancur marmer dengan patung nimfa berdiri di tengah kolam bundar, gemericik airnya nyaris tak terdengar dari dalam kereta.
"Lumahmu bagus sekali," puji Lilyana.
"Terima kasih, Nona. Rumah saya memang bagus walau tidak semewah rumah anda," balas Xerendity.
Kereta kuda itu berhenti di belakang air mancur. Beberapa orang pelayan berbaris rapi. Sejajar dengan pintu masuk. Mereka semua kompak membungkukkan badan sebagai tanda penghormatan.
"Dali mana meleka tahu aku akan datang kemali?" tanya Lilyana. Mengingat dirinya datang secara mendadak. Aneh jika sambutannya begitu meriah.
"Saya menghubungi rumah dengan cincin di jari saya," Xerendity menunjuk jari manisnya. Ada sebuah cincin polos yang melingkar dengan cantik di jarinya.
Lilyana mengangguk.
"Selamat datang di Kediaman Opheryon, Nona Noewera. Saya Noel Aslan, kepala pelayan di rumah ini," ucap seorang pria berusia lima puluh tujuh tahun sembari membungkukkan badan dengan hormat. Rambutnya yang seluruhnya memutih tersisir rapi ke belakang, dan sebuah kacamata monokel bertengger anggun di telinga kirinya.
YOU ARE READING
I'm A Transmigrating Princess
Fantasy[Bukan Novel Terjemahan] Spin Off ITVAHM Kebahagiaan. Itu adalah kata yang sangat sulit Lilyana rasakan selama hidupnya. Tapi, di kehidupan kedua yang diberikan Avelon, naga yang mencintainya, Lilyana akhirnya bisa merasakan kebahagiaan. Clarice Ex...
