Transmigrating 32

Start from the beginning
                                        

Lilyana menganggukkan kepalanya sebagai balasan, masih dalam diam yang biasa ia pelihara. Ia lalu menyendok sisa kentang tumbuk yang tersisa, memasukkannya ke dalam mulut tanpa tergesa.

"Kenapa Duchess kemali? Bukankah jadwal Anda besok?" tanyanya tenang, tanpa menoleh, seolah yang datang benar-benar hanya seorang tamu terhormat, bukan ibunya sendiri.

Pertanyaan itu terdengar biasa saja. Tidak bernada marah, tidak pula menyiratkan rasa ingin tahu yang dalam. Namun, bagi sang Duchess, setiap katanya seperti duri halus yang menusuk perlahan ke dasar hati. Senyumnya tidak luntur, tetapi hatinya terasa seperti diiris tipis-tipis.

Bagaimana mungkin tidak terasa sakit? Putrinya sendiri, darah dagingnya, memanggilnya dengan sebutan "Duchess", bukan "Ibu" seperti dulu, seolah ia adalah orang asing dalam hidup anaknya. 

"Ayah tidak bisa datang bukan karena benci Rie, tapi karena ada pekerjaan yang tidak bisa ditunda," Duchess mengesampingkan sejenak rasa sedihnya. Dia datang kemari bukan untuk merasa sedih.

"Saya tahu," jawab Lilyana yang sekarang menyendok puding susu ke dalam mulutnya. Suaranya begitu tenang. 

Hening sejenak. Duchess hanya memperhatikan Lilyana yang sedang memakan puding susu dengan lahap. Wanita itu kembali tersenyum manis.

"Apa Rie sudah bertemu dengan Putra Mahkota dan Pangeran Kedua dari Kekaisaran Willouby?" Duchess bertanya sekali lagi sembari menyeka puding susu yang tertinggal di sudut bibir Lilyana.

Lilyana menganggukkan kepalanya.

"Rie tahu kan jika Putra Mahkota selalu mengurung diri di kamar setelah kematian ibu dan adik perempuannya?"

Kepala Lilyana kembali mengangguk. Kenapa Duchess tiba-tiba saja membicarakan soal Putra Mahkota Kekaisaran Willouby? Apa hubungan Lilyana dengannya?

"Kaisar memutus sejenak hubungan dengan dunia luar karena ingin fokus pada penyembuhan mental Putra Mahkota. Sekarang karena Putra Mahkota sudah baik-baik saja, beliau menjalin kembali hubungan yang sempat terputus itu," Duchess menjelaskan.

Lilyana diam. Menatap meja di hadapannya. Semua piring dan mangkok sudah kosong. Begitu juga dengan cangkir berisi susu coklat. Menu makan siang Lilyana hari ini sudah berpindah ke perutnya. Meski begitu, Lilyana masih lapar. Dia ingin memakan puding susu lagi.

"Kekaisaran Willouby adalah satu-satunya tempat di benua ini yang memiliki kekuatan sihir. Dan seperti yang Rie tahu, hampir semua benda di dunia ini bekerja dengan menggunakan sihir. Seperti chandelier di kastil. Mereka semua bisa bercahaya karena ada kekuatan sihir di dalamnya," Duchess menggoyangkan lonceng emas dengan perlahan.

Tak lama kemudian, Erin masuk ke dalam kamar Lilyana. Kepalanya menunduk dengan takzim

"Bawakan lebih banyak puding susu, Rie sepertinya masih ingin makan lagi," Duchess memerintah dengan lembut.

Erin menganggukkan kepalanya, "Baik, Duchess," Lantas kembali keluar kamar. Mengambil lebih banyak puding susu yang disimpan di dapur.

Lilyana menatap Duchess sekilas. Bagaimana mungkin wanita ini tahu jika Lilyana masih ingin memakan puding susu?

Duchess mengangkat bibirnya saat melihat sang putri menatapnya. Wanita itu kembali melanjutkan ucapannya, "Kekuatan sihir yang disimpan dalam benda tidak bisa dikendalikan. Maka dari itu, semua chandelier ataupun  lampu menyala sepanjang hari. Itu membuat kekuatan sihir di dalamnya cepat habis. Karena itu, Ayah dan Kaisar mencoba menciptakan alat yang bisa mengatur kekuatan sihir di dalam benda," 

Lilyana mendengarkan penjelasan Duchess dengan saksama.

Duchess mengusap pipi Lilyana lembut. Kembali melanjutkan ucapannya, "Kaisar dan ayah adalah sahabat lama. Karena itulah Kekaisaran Willouby memilih bekerja sama dengan Duchy kita," 

I'm A Transmigrating PrincessWhere stories live. Discover now